pembangunan infrastruktur melalui jalur hilirisasi, junjungan koalisi yang beranggotakan segudang politisi cum pengusaha itu hanya menjanjikan cita-cita abstrak “memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya”,”menghilangkah kemiskinan”, “buruh tak hanya makan gaji UMR”, dan seterusnya. Meski Prabowo memiliki visi-misi yang ia namakan Asta Cita, ia nyaris tak pernah menjelaskan melalui bibirnya sendiri visi-misi itu. Namun, apakah penjelasan itu diperlukan? Di bawah, pemaknaan soal “keberlanjutan pembangunan” nyaris tak digubris sama sekali. Ketika saya ngobrol dengan sejumlah pendukung Prabowo, mereka mengira keberlanjutan menandai berakhirnya era pembangunan infrastruktur dan dimulainya pembangunan manusia. Sejumlah pendukung yang lain tak mengindahkan sama sekali. Mereka memilih Prabowo semata karena populer, dipersepsikan ikhlas dan menggemaskan—serta ikut Jokowi. “Keberlanjutan pembangunan” lebih tampak menyerupai manipulasi politik ketimbang gagasan terukur dan terstruktur. Sayangnya, dengan dukungan Jokowi, manipulasi itu jauh lebih efektif menyentuh masysarakat ketimbang berlelah-lelah mengadakan diskusi dan mencari solusi bersama atas permasalahan negeri—