Suara Tiga Zaman
Kontributor foto:
1. Sabri Khatami Can
2. Aditya Nurfaizi
3. Koornyadi
4. Volcano/Stagedoc
1. Sabri Khatami Can
2. Aditya Nurfaizi
3. Koornyadi
4. Volcano/Stagedoc
Teater Suluh, sebagai divisi teater dari Social Movement Institute (SMI) Yogyakarta, dikenal karena pementasan yang sarat dengan kritik sosial dan pesan pergerakan. Pada 8 dan 10 Desember 2024, Teater Suluh menampilkan pertunjukan berjudul "Surat Untuk Cak Munir dan Surat untuk Menteri HAM" di Festival Suara Tiga Zaman, sebuah acara yang didedikasikan untuk mengenang perjuangan aktivis HAM Indonesia, Munir Said Thalib. Panggung dihiasi dengan tata cahaya yang dramatis, menciptakan suasana mencekam yang menggambarkan tema pertunjukan. Wardobe dibuat menyesuaikan dan dirancang sedemikian rupa untuk memperkuat karakterisasi sebagai "penamil monolog" yang justru menyuarakan kebenaran.
Efek Rumah Kaca, grup musik indie asal Jakarta yang dikenal dengan lirik-liriknya yang puitis dan kritis terhadap isu sosial, memberikan penampilan yang memukau dalam acara "Suara Tiga Zaman". Acara ini diselenggarakan untuk mengenang perjuangan aktivis HAM, Munir Said Thalib, dalam menegakkan kasus-kasus pelanggaran HAM. Dalam penampilannya, Efek Rumah Kaca membawakan lagu "Di Udara", sebuah karya yang diciptakan sebagai penghormatan kepada Munir. Lagu ini menggambarkan semangat perjuangan dan kritik terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
Iksan Skuter, musisi independen asal Blora yang kini berdomisili di Malang, Jawa Timur, dikenal karena lirik-liriknya yang sarat kritik sosial dan pesan moral. Dalam penampilannya di acara "Suara Tiga Zaman", Iksan membawakan lagu-lagu yang mencerminkan perjuangan dan kepeduliannya terhadap isu-isu kemanusiaan. Dalam penampilannya, Iksan membawakan lagu-lagu seperti "Sahabat", "Partai Anjing", dan "Bingung", yang menggambarkan kegelisahan dan kritiknya terhadap kondisi sosial dan politik di Indonesia. Melalui lirik-liriknya, Iksan mengajak pendengarnya untuk merenungkan realitas yang ada dan turut serta dalam perjuangan menegakkan keadilan.
KePAL SPI merupakan akronim dari Keluarga Seni Pinggiran Anti-Kapitalisasi merpakan salah satu bagian dari SPI (Serikat Pengamen Indonesia). KePAL SPI, sebuah grup musik yang dikenal dengan lirik-lirik kritis dan semangat perlawanan, memberikan penampilan yang memukau dalam acara "Suara Tiga Zaman" yang diselenggarakan oleh Social Movement Institute (SMI) pada 8 Desember 2024 di Rocket Convention Hall, Sleman, Yogyakarta.
Acara ini merupakan peringatan hari lahir aktivis HAM, Munir Said Thalib, dan diisi oleh berbagai musisi Indonesia, termasuk Fajar Merah, Efek Rumah Kaca, Iksan Skuter, dan KePAL SPI. Selain penampilan musik, acara ini juga menampilkan pembacaan puisi karya Wiji Thukul serta orasi dari tokoh-tokoh seperti Eko Prasetyo dan Yati Andriyani.
Acara ini merupakan peringatan hari lahir aktivis HAM, Munir Said Thalib, dan diisi oleh berbagai musisi Indonesia, termasuk Fajar Merah, Efek Rumah Kaca, Iksan Skuter, dan KePAL SPI. Selain penampilan musik, acara ini juga menampilkan pembacaan puisi karya Wiji Thukul serta orasi dari tokoh-tokoh seperti Eko Prasetyo dan Yati Andriyani.
Pada tahun 2015, Fajar memulai karier solonya dengan merilis lagu "Bunga dan Tembok", yang liriknya diadaptasi dari puisi Wiji Thukul dengan judul yang sama. Tiga tahun kemudian, ia merilis dua lagu tambahan: "Lagu Anak" dan "Kau Berhasil Jadi Peluru". Puncaknya, pada 26 Agustus 2021, bertepatan dengan hari lahir Wiji Thukul, Fajar meluncurkan album perdananya bertajuk "Dia Ingin Jadi Peluru (Tribute to Wiji Thukul)", yang berisi delapan lagu dengan lirik yang diadopsi dari puisi-puisi sang ayah. Melalui karyanya, Fajar Merah berupaya menjaga dan menghidupkan kembali semangat perjuangan serta pesan-pesan sosial yang terkandung dalam puisi-puisi Wiji Thukul. Ia memandang musik sebagai medium untuk menyampaikan penghormatan kepada sang ayah dan sebagai sarana untuk menyuarakan isu-isu sosial yang relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.
Majelis Lidah Berduri, sebelumnya dikenal sebagai Melancholic Bitch, adalah kolektif musik asal Yogyakarta yang dibentuk pada akhir 1990-an. MELBI juga dikenal sebagai band mitos karena mereka sangat jarang sekali untuk tampil secara live. Mereka dikenal karena lirik-lirik yang puitis dan kritis, serta eksplorasi musikal yang kaya.Pada 10 November 2022, grup ini resmi mengubah nama mereka menjadi Majelis Lidah Berduri, menandai transformasi dalam perjalanan musikal mereka. Salah satu karya mereka yang menonjol adalah album "Re-Anamnesis", dirilis pada tahun 2017, yang berisi 13 lagu dengan tema reflektif dan kritik sosial. Di tahun 2024 ini. MELBI secara mengejutkan merilis Album bertajuk ''Hujan Orang Mati'' yang dalam siaran persnya bahwa album ini berisikan tentang potongan perasaan pasca ditinggal pergi orang terkasih, yang berkembang menjadi penelusuran tentang kematian sebagai duka pribadi, dan sampai pada kesimpulan bahwa kematian adalah penanda kebersamaan. MELBI tampil berkelakar dan emosional mendalam di penghujung Suara Tiga Zaman
Usman & The Blackstone adalah grup musik yang dikenal karena penampilan energik dan komitmen mereka terhadap isu-isu sosial. Penampilan Usman & The Blackstone di panggung "Suara Tiga Zaman" berhasil membangkitkan semangat audiens. Dengan aransemen musik yang kuat dan lirik yang mendalam, mereka menyampaikan pesan-pesan perjuangan dan keadilan. Sorotan lampu panggung yang dinamis menambah dramatisasi setiap lagu yang dibawakan, menciptakan suasana yang penuh emosi dan refleksi. Interaksi antara Usman, vokalis utama, dengan para penonton menciptakan kedekatan yang mendalam. Ia mengajak audiens untuk terus melanjutkan semangat perjuangan Munir dalam menegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Penampilan mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi dan mengedukasi, sesuai dengan tujuan acara tersebut.
Robi Navicula, vokalis dan gitaris band rock asal Bali, Navicula, dikenal karena perpaduan musik dan aktivismenya yang kuat. Pada 8 Desember 2024, ia memberikan penampilan yang memukau di Festival Suara Tiga Zaman, sebuah acara yang didedikasikan untuk mengenang perjuangan aktivis HAM Indonesia, Munir Said Thalib. Sorotan lampu yang dinamis menambah intensitas setiap penampilannya, menciptakan atmosfer yang mendalam dan menggugah. Interaksinya dengan audiens menciptakan kedekatan yang hangat, memperkuat pesan-pesan yang disampaikan melalui musiknya. Penampilan Robi di Festival Suara Tiga Zaman tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi dan mengedukasi, sejalan dengan semangat perjuangan Munir. Dedikasinya dalam menggabungkan musik dan aktivisme menjadikannya sosok yang dihormati dalam dunia musik Indonesia.