Penulis: Mansurni Abadi
Meskipun yang mulia Jokowi, sependek pemahaman saya tidak pernah membuat rangkaian tulisan tentang berbagai persoalan kebangsaan sebagaimana Kim Jong il, Vladimir Lenin, Ho chi Minh, Fidel Castro, Muammar Khadafi, Mao Tse Tung, ataupun Soekarno yang dari tulisan-tulisan itu kemudian menjadi kerangka pembentukan ideologi yang kemudian menyematkan nama-nama mereka sebagai pencetusnya atau mereka sendiri yang mencetuskan seperti Juche oleh Kim Jong Il atau Nazisme oleh Hitler.
Hari ini dan mungkin 5 abad kedepan, Jokowi telah menjadi sosok ideolog. Para pendukungnya telah mencetuskannya sebagai isme bahkan menjadi ideologi dari suatu partai dan mungkin menjadi ideologi yang kelak mempengaruhi koalisi politik yang menang saat ini. Tetapi rasa-rasanya partai itu lupa atau mungkin sedang dalam proses, semoga saja nantinya ada penjelasan panjang perihal ABC ideologi Jokowisme, sebagaimana partai itu pernah merilis ABC terkait partainya. Tetapi sebagai seseorang yang dahulu mengagumi jokowi karena sosoknya yang sederhana itu, menafsirkan apa dan bagaimana itu Jokowisme.
Apa itu Jokowisme? isme yang semacam apa itu? mari kita ketepikan prasangka jika ideologi ini adalah bahasa lain dari pengkultusan seseorang individu yang lahir di pinggiran sungai dan pernah merasakan penggusuran itu. Jokowisme semoga saja bukanlah gambaran lain dari keterjebakan terhadap citra sang presiden yang berhasil naik ke tahta kekuasaan lewat karya mobil nasional yang saat ini menjadi barang langka jika kita memilikinya. Jokowisme pula bukanlah isme yang berdasarkan penindasan sebagaimana nazisme, kapitalisme, ataupun stalinisme jadi tidak mungkin Jokowisme dalam praksis justru membuka ruang penindasan, jika pun sampai terjadi persoalan itu hanyalah benturan yang tidak disengaja antara rakyat vs negara atau rakyat vs rakyat yang di belakangnya ada campur tangan negara .
Lalu apa itu Jokowisme? Jokowisme pada dasarnya adalah ideologi kesederhanaan, yang tidak membuka ruang terhadap praktik-praktik yang bergaya hedon, Jokowisme pula adalah ideologi tentang keterbukaan atau demokrasi yang mendengar aspirasi rakyat bukan tone deaf apalagi meresponnya dengan frasa “Yo ndak tau..kok tanya saya“ jika pun hal sedemikian terjadi maka kita boleh menafsirkannya sebagai pengakuan akan ketidaktahuan terhadap suatu isu yang sebaiknya direspon dengan keheranan mungkin malah menjelaskan panjang dan lebar yang bisa saja diplintir.
Apakah sudah menangkap apa itu Jokowisme? atau kita agak memakai bahasa Ilmiah, Jokowisme itu Sufiks _’isme’_ itu yang menggambarkan suatu kepercayaan, paham, atau ajaran. Jadi Jokowisme berarti menunjukkan kepercayaan pada Jokowi. Karena ada rasa kepercayaan maka tidak mungkin , Jokowisme mendapatkan 16% apalagi 28 % suara, setidaknya kita bisa melabel mereka yang mengkritik Jokowisme sebagai bagian dari dua kelompok sebagai dahulu dikotomi cebonk vs kampret kita pelihara dan berevolusi menjadi kaum batrei lowbat dan anak abah di hari ini.
Bagaimana praksis Jokowisme? Sebagaimana Komunisme, anarkisme, atau kapitalisme setiap ideologi pasti memiliki praksis, atau cara ideologi itu bekerja. Ideologi yang baik itu bukan hanya di kepala saja, tapi ada praktik dari para penganut ideologi itu .
Lalu bagaimana jokowisme bekerja? gampang saja, melalui frasa kerja, kerja, dan kerja sembari meyakin soundtrack lagu Romusha berbunyi “palu godam, suara gemuruh semua bekerja riang gembira’’. Ah, soundtrack buatan Dai Nippon di tahun 1943, harus di perbarui menjadi soundtrack resmi menuju Indonesia emas 2045.
Kembali kepada persoalan bagaimana Praksis ideologi jokowisme itu? Gampang saja dengan frasa bekerja, bekerja sampai politik dinasti menjadi hancur ; bekerja sampai yang miskin menjadi kelas bukan malah kelas menengah menjadi miskin; bekerja sampai praktik pemilu yang bebas dari cawe-cawe terwujud; bekerja sampai petani menjadi sejahtera bukan malah impor bahan pangan apalagi merampas lahan petani; bekerja sampai alam Indonesia menjadi lestari bukan dikuasai untuk proyek-proyek oligarki; bekerja sampai pendidikan menjadi kualitas dan tidak menjadi barang mewah; bekerja sampai nawacita tidak berubah menjadi nawa dosa.
Bayangkan jika ideologi jokowisme itu diterapkan di berbagai bidang. Jokowisme dalam konteks kepemimpinan, mampu memberikan arah untuk mencapai harapan pola pemimpin yang tidak berdiri di bawah bayang–bayang besar nama bapak, emak, paman, eyang, dan sebagainya apalagi hanya nebeng jet teman dan memiliki solusi untuk setiap persoalan, bukan berhenti pada reaksi heran.
Dalam konteks pembangunan, jokowisme tentu mampu menjadikan proyek strategi nasional tidak rawan konflik apalagi sampai menimbulkan korban nyawa, karena jokowisme dalam pembangunan itu artinya “rakyat dahulu baru keuntungan” bukan sebaliknya jika yang terjadi sebaliknya maka di balik lagi.
Dalam konteks keamanan, aparat yang menerapkan jokowisme pasti mampu adil, berani, dan amanah. Menjaga fungsi CCTV sebagaimana adanya, lebih memilih mengamankan masyarakat ketimbang perkebunan dan pertambangan swasta, menghemat peluru untuk digunakan sebagaimana mestinya, anti dengan mentalitas halo “adek” , dan mampu menjadi yang sebenar-benarnya baik sebagaimana lirik lagu Slank saat perayaan hari polisi tahun lalu sebelum grup itu menjadi bagian dari kaum baterai Lowbat.
Dalam konteks agama, jokowisme pasti mampu tegas dengan kelompok intoleran, tetapi pula menggunakan label intoleran pada kelompok – kelompok yang berbeda pandangan apalagi mempertahankan kebijakan yang berpotensi menimbulkan intoleransi.
Memang ada kritik dari golongan sok tahu,yang saat ini bisa kita label dengan dua kaum tadi yang mengatakan kalau Jokowisme masih butuh waktu untuk disejajarkan sebagai sebuah ideologi, teori, atau ajaran seperti halnya Marxisme, Maoisme, Leninisme (yang semuanya mengacu nama orang). Bahkan untuk dimasukkan sebagai kosa kata baru dalam KBBI pun belum signifikan, namun belum signifikan bisa jadi sudah meskipun belum atau bisa saja meskipun saja bisa itu.
Jadi kalau ada yang mempertanyakan apakah Jokowisme itu akan tahan lama dalam periode yang relatif panjang, ataukah hanya semenjana kalah dengan istilah- istilah baru atau mungkin tidak akan pernah masuk KBBI sampailah sebuah mahkamah dapat bertindak, entahlah kita tidak tahu, Oleh karena perihal Jokowisme saya sepakat mengikuti penggalan lirik dari lagu nidji berjudul hapus aku, tentang “Semua tak bisa kau ungkapkan”.
Ilustrasi: A nutshell
Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!