Apa yang dilakukan Jokowi adalah dramaturgi, terminologi yang diperkenalkan Erving Goffman pada abad ke-20. Sebagai seorang dramaturg, Jokowi memainkan peran dengan sempurna. Setelah upaya yang ketiga berhasil, Jokowi ingin mengakhiri pertarungan dengan sesingkat mungkin. Memaksakan kandidat yang diusung menang satu putaran dalam pemilu presiden 2024 ini.
Dengan modal mengendalikan semua perangkat pemilu, serta semua instrumen berada di bawah kekuasaannya, Jokowi berhasil mengakhiri pertarungan sesingkat-singkatnya dengan kemenangan. Hampir tak ada perlawanan berarti dari penantangnya. Mulai dari aktivis hingga civitas akademika turun gunung, masuk gelanggang, berupaya menekan syahwat politik Jokowi, namun rupanya itu bukan tantangan berarti bagi seorang Jokowi. Prabowo-Gibran tetap keluar sebagai pemenang pemilu.
Apa yang dipentaskan oleh Jokowi mengingatkan kita pada satu ungkapan bapak politik modern yang banyak disalahpahami, Nicollo Machiavelli, “ambisi begitu kuat menjadi hasrat dalam dada manusia, yang setinggi apa pun yang kita capai, kita tidak pernah puas”. Ambisi seorang Jokowi akan tercatat abadi dalam mahkamah sejarah. Pertama kali dalam sejarah perjalanan republik ini, seorang presiden dengan kuasa yang dimiliki mengangkangi konstitusi demi syahwat untuk berkuasa.
Dalam pertarungan kali ini, Jokowi mungkin berhasil menjadi King Maker baru dalam perpolitikan Indonesia, menggeser posisi Megawati. Tapi percayalah bahwa setiap kekuasaan itu seperti apa yang dikatakan oleh Lord Acton, cenderung korup dan diktator.
Ilustrasi: A nutshell