Candu Kekuasaan Jokowi

Oleh: Achmad Faisal Dinejad (Kaum Muda Yang Menolak Jadi Cawapres)

“Power tends to corrupt, and absolutely corrupt absolutely” (Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)

Lord Dalberg-Acton

Sekitar 137 tahun yang lalu, ada satu peristiwa surat menyurat yang menyejarah di Inggris. Isi surat itu kemudian dikenang sampai hari ini. Adalah Lord Dalberg-Acton, sejarawan Inggris yang paling masyhur pada abad ke 19. Dia menulis surat kepada uskup Mandell Creighton. Dalam isi suratnya, Acton menyorot persoalan moral. Dia percaya bahwa standar moral yang sama harus diterapkan pada semua orang, termasuk pemimpin politik dan agama.

 Acton mengkritik pernyataan sang uskup, bahwa raja dan paus memiliki keistimewaan daripada yang lain. Terlebih pada pernyataan sang uskup bahwa raja dan paus sebagai penguasa tidak memiliki kesalahan. Acton menegaskan bahwa “Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.” Sampai hari ini, ungkapan Acton menjadi sebuah tesis dalam melihat kekuasaan.

Geger tentang kekuasaan tak pernah ada habisnya. Maka tak heran jika ujar-ujar lama yang mengatakan bahwa “kekuasaan layaknya candu, membuat ketagihan juga menguntungkan”, masih berlaku hingga hari ini. Kondisi inilah yang membuat banyak orang berebut kekuasaan. Orang yang tidak memiliki kekuasaan akan mati-matian untuk memperoleh kekuasaan. Sementara yang berkuasa akan melakukan segala cara demi mempertahankan kekuasaannya. Bahkan ada yang tak rela melepaskan kekuasaannya.

Seperti candu yang mempengaruhi fungsional otak, kekuasaan juga begitu. Maka jangan heran ketika melihat orang yang sedang berkuasa mengalami banyak perubahan yang signifikan. Mengutip pepatah latin, honores mutant mores, saat manusia mulai berkuasa, berubahlah tingkah lakunya.

Kira-kira seperti ini kondisi Jokowi hari ini. Jokowi mengalami banyak perubahan, bahkan tidak hanya berubah, terlihat jelas dia tidak ingin melepaskan kekuasaannya begitu saja. Jokowi melakukan segala cara agar tetap bisa berkuasa. Beberapa upaya ia lakukan. Ingin menjadi Presiden tiga periode, tapi itu tidak berhasil. Ketika keinginan tiga periode tidak terkabulkan, Jokowi kemudian melakukan manuver, ingin menunda pemilu dengan berbagai pembelaan. Sialnya, keinginan itu kembali gagal. Tapi, bukan candu namanya kalau Jokowi rela melepaskan kekuasaannya begitu saja.

Ketika percobaan pertama dan kedua gagal, Jokowi kemudian menggunakan strategi ketiga. Bedanya, bukan lagi dirinya yang tampil di depan, ia menggunakan tangan orang lain agar syahwat politiknya dapat terpenuhi. Ia mengusung Prabowo menjadi calon presiden (capres), dengan terang-terangan berani melawan kehendak PDIP, partai yang membesarkan namanya. Jokowi lalu bekerja sama dengan adik iparnya selaku ketua MK, Anwar Usman, untuk meloloskan Gibran putra sulungnya menjadi calon wakil presiden (cawapres). Strategi ketiga Jokowi pun akhirnya berhasil. Penolakan dari berbagai pihak tak berarti apa-apa. Gibran melenggang bebas menjadi cawapres Prabowo.

Scroll to Top