Inilah kalimat satire yang ditulis oleh seorang aktivis. Kata-kata ini yang telah memberikan kita dasar untuk menilai bagaimana hukum telah disalah-gunakan. Baik itu oleh ulah oknum atau disengaja melalui keputusan pengadilan. Kita menyaksikan bahwa hukum tidak selamanya bisa dianiaya apalagi disalah-gunakan. Hukum waktunya didorong untuk menjadi kekuatan pembela keadilan, pelindung bagi yang lemah dan hukuman untuk yang berbuat sewenang-wenang.
Malam ini kami semua berkumpul untuk memberi hukuman pada kekuasaan yang lalai menunaikan keadilan. Jika keadilan terus dilukai maka rakyat akan bisa kehilangan harapan. Mahkamah ini bukan Mahkamah kakak dan adik, bukan mahkamah keluarga dan bukan mahkamah paman. Ini adalah Mahkamah Luar Biasa ketika semua Mahkamah telah menjadi ‘luar biasa’ rusaknya. Sudah lama kita kehilangan pengadilan yang sebenarnya, sudah lama kita kehilangan hukum yang sesungguhnya dan telah banyak kita dibenamkan oleh praktek hukum yang sarat mafia. Kini saatnya rakyat membuat Mahkamah sendiri untuk mengadili lagi para penjahat kemanusiaan, para pengrusak lingkungan, para pencuri uang negara dan terutama mereka yang biasa berlaku sewenangwenang.
Kita saksikan tarian Pa’bitte Pasappu dari IKPM Bulukumba Yogyakarta. Tarian ini merupakan kesenian khas suku adat Kajang Le’leng Ammatowa. Konon tarian ini dillhami oleh persabungan ayam antara Sawerigading dan putranya sendiri I La Galigo. Namun secara mendasar bahwa tarian merupakan sebuah kritikan dan juga menjadi sebuah sindiran yang diperuntukkan kepada orang-orang yang hanya menghabiskan waktunya di arena persabungan ayam.
Dalam maksud lain diartikan bahwa segala bentuk kemenangan yang diraih secara kecurangan maka esensinya adalah kegagalan. Oleh karena itu, penting menjunjung tinggi nilai etika, nilai aturan dan nilai moralitas. Tarian ini mengandung nilai etos budaya Bugis Makassar dan Kajang itu sendiri. Nilai etos itu dikenal dengan istilah Siri’ yaitu nilai kehormatan, harga diri, serta rasa malu yang tertanam kuat dalam diri komunitas adat Kajang Le’leng Ammatowa yang harus dipertahankan dan bila perlu harus diselesaikan dengan pertumpahan darah.
Mahkamah rakyat luar biasa ini menjadi kesempatan rakyat untuk berbicara, untuk menuntut keadilan atas hak-haknya, untuk menunjuk negara bahwa kesalahan sepenuhnya ada di tangan mereka. Mahkamah rakyat luar biasa ini lahir bukan atas prakarsa 1 atau 2 orang saja, acara ini muncul atas keinginan bersama, melalui konsolidasi yang panjang, dan energi yang tidak sedikit. Mahkamah ini akan kita ikuti bersama pada 25 Juni yang akan datang. Untuk itu, rapat menuju Mahkamah Rakyat Luar Biasa dilaksanakan malam ini di Yogyakarta sebagai bentuk solidaritas, setelah kemarin juga terlaksana di Dago Elos, Bandung.
Di banyak tempat ada kekejian yang terus menerus dibiarkan. Rakyat kehilangan tanahnya, mahasiswa kehilangan kemampuan untuk membiayai kuliahnya, dosen terus menerus ditekan kebebasanya dan orang tua ada yang anaknya jadi korban kriminalisasi dan penyiksaan. Mereka akan mengajak kita untuk mendengar apa yang dialami, apa yang sudah diambil dari diri mereka dan apa yang sedang mereka perjuangkan. Kesaksian mereka mustinya didengarkan oleh para penguasa, para penegak hukum dan tentunya para ulama yang kini organisasinya sedang dirayu-rayu untuk ikut dalam bisnis tambang. Tapi biarlah mereka berpesta dengan pongahnya karena ada hukuman bagi mereka yang membenamkan keadilan. Kita yang ada disini, mahasiswa, pemuda, rakyat biasa akan menjadi SAKSI bagi kisah pedih mereka. Mari kita minta para pahlawan ini untuk mengatakan yang sebenarnya mereka alami. Dengarkan mereka, catat pernyataanya dan kita dukung perjuanganya.
Kita semua mendengarkan kesaksian yang membuat kita membenarkan pernyataan seorang filofosof: JIKA KEADILAN SUDAH DICOPOT DARI SEBUAH NEGARA MAKA NEGARA ITU TAK LEBIH DARI KUMPULAN PARA PERAMPOK. Tapi kita tak ingin ini hanya menjadi pertunjukan, hanya menjadi rekaman untuk siaran di media sosial apalagi pelaporan para intel. Kita mau laporan ini menjadi bahan terbaik untuk sebuah pengadilan rakyat dan bahan pengadilan untuk akhirat. Kesaksian ini memberi kekuatan batin pada kita untuk tetap berjuang, menjadi pemicu bagi kita untuk tetap bersama: Hidup Korban, Jangan Diam, Lawan.
Dokumentasi: Sabri Khatami Can