Oleh Melki AS (Pegiat Social Movement Institute)
Tersebutlah sebuah republik yang jauh di tengah-tengah hutan belantara. Katanya penghuni republik ini punya kecerdasan di atas rata-rata dibandingkan dengan penghuni hutan yang lain. Bahkan kata sang peramal tua – yang masih banyak dipercaya dan diyakini sampai hari ini – bahwa mereka-lah awal peradaban sebelum bertransformasi menjadi makhluk yang lebih indah. Mereka berevolusi dengan luar biasa. Mereka-lah yang di dalam banyak pembicaraan dianggap sebagai nenek moyang peradaban. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa republik ini – justru – adalah evolusi lanjutan dari yang sudah pernah ada sebelumnya. Evolusi tahap kedua. Tapi evolusi kedua ini malah mengembalikan mereka ke bentuk awalnya lagi. Inilah mengapa evolusi lanjutan ini diyakini sebagian kawanan sebagai sebuah kutukan. Segala rupa dan bentuk kembali lagi ke awalnya. Berbulu dan saling mencakar. Hanya saja ada sedikit kelebihan mereka kali ini, ialah tingkat kecerdasan yang merupakan hasil dari evolusi pertama tersebut, masih terbawa di dalam evolusi kutukan kali ini. Tapi kecerdasan dan bentuk asli yang terkombinasi malah membuat republik ini menjadi lebih berbahaya dari semua peradaban yang pernah ada. Dan kali ini, babak itu baru dimulai.
Semua berawal dari dalam hutan yang jauh di tengah belantara ini.
Republik Munyuk – ya itulah namanya – karena memang semua yang ada di sana adalah sekawanan munyuk – monyet – yang berhasil membuat sebuah negeri setelah mereka dikutuk Sang Hyang kembali ke bentuk awalnya. Apa yang dimaksud Sang Hyang, sampai hari ini tidak ada yang mengetahuinya. Karena di dalam Kitab Permunyukan, Sang Hyang punya hak preogratif yang tidak bisa di ganggu gugat. Apapun putusannya, maka itulah yang berlaku. Ingkar padanya bisa jadi malapetaka yang tak berkesudahan. Bisa-bisa di lempar ke negeri anjing atau negeri kerbau. Dan seumur hidup akan jadi pesakitan disana, diperas seluruh tenaganya dan kalau sudah tidak berguna lagi akan dimasukkan dalam gorong-gorong tempat para anjing atau kerbau buang kotoran. Itulah ganjaran bagi mereka yang tak ingkar pada putusan Sang Hyang.
Bermodalkan kecerdasan yang didapat pada evolusi pertama, kawanan munyuk mencoba mendirikan kembali sebuah perkumpulan. Lalu setelah perkumpulan itu semakin lama semakin membesar, kemudian mereka bersepakat untuk membuat sebuah negeri lagi. Semuanya dikerjakan kembali seperti pendahulu mereka dahulu yang pernah membangun sebuah negeri yang indah. Sewaktu mereka masih menjadi manusia. Tapi akhirnya negeri tersebut jatuh dan mereka kembali dikutuk berevolusi lagi menjadi munyuk. Berangkat dari itu mereka berencana membangun kembali peradaban seperti dulu meskpun kini telah menjadi munyuk kembali.
Tak mau kalah dari negeri tetangga – anjing dan kerbau – negeri munyuk juga membentuk sebuah pemerintahan yang bersifat republik. Di dalamnya ada parlemen yang bertanggungjawab pada pembuatan peraturan-peraturan yang akan di berlakukan oleh para kawanan munyuk. Dan setelah semuanya selesai, para munyuk yang masih berada di luar pun dipanggil semua untuk berkontribusi membangun negeri yang baru ini.
Surat menyurat tanda sebuah negeri baru sudah terbentuk dikirimkan ke beberapa negeri tetangga. Perwakilan pun dikirim menjadi duta agar bisa menangani setiap persoalan yang terjadi dengan para munyuk di negeri tetangga. Karena memang bukan berita baru lagi bahwa banyak kawanan munyuk yang di tangkap dan di jebloskan ke penjara di negeri tetangga karena suka mencuri. Terutama mencuri sumber daya alam. Dan munyuk-munyuk tersebut seakan tidak pernah jera meskipun kadang banyak yang dihukum mati atau dipenjara seumur hidup karena kebiasaan nya mencuri tersebut. Karena itu para duta ini nantinya di harapkan bisa melakukan lobby-lobby agar para munyuk bisa di bela dari kasus-kasusnya.
Sementara di dalam negeri sendiri – pasca terbentuk – beberapa kelompok kawanan mencoba membangun mesin politik melalui pembentukan partai-partai. Partai tersebut yang akan dipilih oleh seluruh kawanan untuk di percaya duduk di parlemen. Termasuk yang akan dipilih sebagai presiden dan wakil presiden nya. Dan dari kelompok kawanan yang membentuk partai tersebut, tercipta beberapa partai. Diantaranya, Partai Munyuk Merah, Kuning, Hijau, Hitam, Biru, Coklat dan Jingga. Lalu setelah itu, pesta demokrasi akan segera dilangsungkan agar bisa memilih anggota parlemen dan serta presiden dan wakil presiden. Seketika republik munyuk dipenuhi sorak sorai dan kampanye dari masing-masing partai. Di media sosial, tak ketinggalam materi kampanye dan rayuan agar memilih kandidat yang dicalonkan memenuhi semua laman. Kampanye pun semakin hari semakin sengit. Semua di klaim, mulai dari kesejarahan, tingkat kecerdasan, kewibawaan, kehebatan bertarung bahkan keyakinan dan surga sudah di kapling-kaplingkan dalam klaim pada kampanye tersebut.
Lalu setelah pencoblosan usai dan penghitungan sudah semua di kalkulasikan, terpilihlah Partai Munyuk Merah sebagai pemenang. Kandidat mereka yang berkoalisi dengan Partai Munyuk Hijau keluar sebagai pemenang dan berhak duduk sebagai presiden dan wakil presiden di republik munyuk. Sementara di parlemen, Partai Munyuk Merah menduduki mayoritas kursi. Disusul oleh Partai Munyuk lainnya. Merah berkuasa. Tak sia-sia mereka saat kampanye mengerahkan jasa preman-preman – munyuk yang tidak punya opsi hidup lainnya selain kekerasan – untuk mendulang suara saat pencoblosan tersebut.
Kini republik munyuk telah punya penguasa. Hal pertama yang dilakukan adalah menyusun kabinet kerja yang harus tunduk pada semua omongan dan kemauan penguasa. Lalu membuat aturan dan undang-undang yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan kelompok partai penguasa. Mereka yang tidak mendukung – tidak masuk gerbong koalisi – segera akan di tendang dari usulan kabinet. Dan yang mendukung dan berkoalisi, akan masuk dalam daftar calon kabinet. Tidak peduli tingkat kecerdasannya seperti apa; bodoh, dungu dan sebagainya. Yang penting pandai menjilat. Dan karena itu akan masuk dalam jajaran kabinet. Kalau tidak sekarang, nanti akan bergantian selama batas kepemimpinan belum usai. Tapi kalau aturan bisa di rubah, maka bukan tidak mungkin penguasa akan terus bertahta selamanya. Semua tergantung koalisi partai dan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan kepada kawanan munyuk.
Setelah kabinet kerja selesai disusun dan perwakilan sudah di pilih, kini presiden hanya perlu meyakinkan parlemen agar menyetujui rancangan undang-undang yang diajukan. Presiden – lebih tepatnya Partai Munyuk Merah – mengusulkan agar rancangan undang-undang Cipta Lapangan Kerja segera di selesaikan pembahasannya di parlemen. Awalnya memang berjalan alot dan lambat. Beberapa partai yang beroposisi dengan penguasa kurang setuju dengan isi dari rancangan undang-undang Cipta Lapangan Kerja atau disingkat Cilaka tersebut. Karena menurut mereka, untuk membuat suatu undang-undang baru harus terlebih dahulu ada kajiannya. Dan itupun harus terencana dengan baik. Bukan asal diajukan saja lalu dibahas dan kemudian di sah kan. Mekanismenya harus jelas dahulu. Dan pertimbangan para kawanan munyuk yang lebih luas harus di dengarkan sebagai perbandingan.
Karena pembahasan terkesan alot dan lambat, Partai Munyuk Merah tak kehabisan pikir. Mereka yang pernah berpengalaman saat di evolusi pertama dahulu, sangat tahu apa yang akan dilakukan dan apa yang harus diperbuat kepada para oposisi. Lalu dikirimlah beberapa petinggi partai untuk melakukan lobby dengan para petinggi partai yang belum mendukung rancangan undang-undang Cilaka terebut. Dan setelah malam itu, pasca mabuk-mabukan dan berpesta pora dengan segala jenis pisang serta di goyang oleh para munyuk betina yang aduhai semoknya, semua petinggi partai kini setuju untuk melanjutkan pembahasan rancangan undang-undang Cilaka tersebut. Bahkan petinggi Partai oposisi yang religius pun ikut bergoyang dihadapkan dengan kebohaian munyuk betina peliharaan penguasa. Semua bergembira malam itu. Mereka melompat-lompat dari dahan satu ke dahan lainnya tanpa henti. Pisang bertabur di tanah. Bahkan mereka – petinggi partai itu – tak perlu mengupasnya lagi. Ada munyuk betina yang sudah bugil karena bulunya sudah di cukur habis itu yang akan mengupaskan sambil memasukkannya ke dalam mulut petinggi partai tersebut. Sambil ia menggoyang-goyangkan ekornya tanda sebuah rayuan seksual sudah mulai dilancarkan. Dan kalau sudah begitu, semua masalah jadi kelar. Partai Munyuk Merah tahu bahwa inti dari semua permainan kekuasaan ini adalah pembagian kue nya saja. Dan sangat wajar apabila ada yang gusar karena belum kebagian kue. Kalau sudah kebagian, maka semua bisa di kompromikan. Minimal tahap awal sudah jalan dahulu. Tinggal kompromi di tingkat lanjutannya. Dan itu pun sudah tidak tercatat di buku lagi, tapi sudah tertanam di dalam otak penguasa. Bayangkan betapa hebat munyuk tersebut walaupun mereka sudah berevolusi kembali ke bentuk aslinya setelah pernah mencicipi menjadi manusia yang cerdas. Mereka tak memusingkan bentuknya seperti apa. Yang penting kecerdasan dan keculasannya yang didapat sewaktu menjadi manusia itu masih melekat pada dirinya walau bentuk sudah berbeda. Itu saja sudah cukup. Bahkan terkesan istimewa bagi para penguasa partai di di republik munyuk.
Di republik munyuk, hukum memang di tafsir semaunya. Slogan bahwa tidak ada yang kebal hukum itu hanyalah basa basi saja. Walaupun itu di ajarkan di sekolah-sekolah. Karena pada kenyataannya, hukum yang berlaku adalah hukum penguasa. Tak lebih dan tak kurang.
Begitupun dengan hal keyakinan. Di republik munyuk, keyakinan memang untuk dilacurkan. Caranya dengan mengklaim kunci surga yang jadi impian para kawanan munyuk yang lebih luas. Dan kadang hal ini di kolaborasikan antara partai yang ada dengan kelompok atau ormas vigilante yang punya banyak pengikut yang notabenenya preman-preman bodoh tukang kelahi saja. Meskipun kadang penampilannya di mirip-miripkan dengan keinginan Sang Hyang. Tapi kelakuan yang mereka lakukan adalah kebalikannya. Hanya chasing luarnya saja yang mirip dan kemudian semua kawanan munyuk dipaksa untuk mengakui kalau mereka adalah wakil Sang Hyang di dunia. Hingga dengan mudah tipi, koran, dan media onlen menayangkan mereka sebagai pemimpin religius berkeyakinan. Dan dengan psikologis para kawanan munyuk yang kebingungan, tak jarang praktik ujaran kebencian dianggap fatwa kebenaran dari suatu keyakinan. Partai-partai pun kerap menyewa jasa kelompok ini dalam melancarkan praktik kekuasaannya.
Semua rancangan undang-undang yang ada di republik munyuk pun di setujui pada malam hari. Hal itu mengingat agar tidak ada protes dari para kawanan. Kalaupun ada yang protes, penguasa punya dua cara untuk mengatasinya. Yang pertama ialah tindakan refresif dari aparat bersenjata yang di legalkan untuk menembaki para pemrotes. Dan protes lanjutan terkait penembakan dan kekerasan itu akan di sanggah oleh para petinggi yang ada. Alasannya bahwa apa yang dilakukan sudah sesuai protap. Makanya ada slogan yang cukup familiar di republik munyuk yaitu ‘aparat sudah berjajar, awas, akan ada peluru nyasar’. Dan yang kedua ialah dengan memakai jasa kelompok preman atau ormas vigilante, untuk melakukan kekerasan lanjutan lainnya lagi. Ormas ini akan melakukan intimidasi, ujaran kebencian dan pengurusakan serta pemukulan membabi buta kepada siapa saja yang protes. Ormas ini biasanya juga akan bersekutu dengan ormas partai, yang sama-sama haus kekerasan. Dan mereka tetap merasa aman-aman saja meskipun melakukan kekerasan. Bahkan yang tersadis sekalipun. Karena ada bekingan yang kuat yang membuat mereka selalu aman. Yaitu partai yang berkuasa. Jadi sudah bisa dipastikan, kalau ada laporan terhadap mereka, maka itu akan menguap begitu saja alias tidak akan ditindak lanjuti. Karena aparat adalah alatnya penguasa. Para munyuk bilang ‘aparat bangsat, aparat penjilat, harusnya bertobat’.
Hanya Itu cara yang bisa dipakai oleh para penguasa untuk meredam tindakan protes dari para kawanan. Karena membuka ruang diskusi dan perdebatan, itu bukan solusi. Penguasa dan semua partai yang ada di kekuasaan atau di parleman pasti akan kalah. Karena sudah sangat jelas bahwa otak penguasa tidak pernah diasah. Otak mereka tidak pernah dipakai untuk memikirkan nasib para kawanan yang lebih luas. Otak mereka hanya mampu memikirkan nasib kelompok mereka saja. Dan karena itu nasib para kawanan munyuk selalu menderita. Sewaktu jadi manusia mereka menderita. Apalagi setelah dikutuk menjadi munyuk kembali, mereka tetap saja menderita. Kolaborasi kecerdasan dan bentuk asli benar-benar menjadi malapetaka dan bencana bagi para munyuk. Dan hutan belantara yang jauh ini malah menjauhkan mereka dari peradaban yang lainnya yang ada di dalam hutan.
***
Dulu sewaktu mereka berevolusi menjadi manusia, pernah lahir beberapa tokoh yang terkenal di dunia. Ide, gagasan dan pikiran mereka jauh melampaui zamannya. Rasa persaudaran dan perjuangan bersama benar-benar mewujud. Sampai akhirnya mereka memerdekakan sebuah bangsa. Bangsa yang besar dengan tokoh-tokoh yang besar pula. Tapi bangsa yang besar tersebut akhirnya menjadi hancur juga. Keserakahan meremukkan semuanya. Dan kebiasaan maling kekayaan alam dan memperkosa hak-hak masyarakat menjadi kebanggan. Setelah itu umroh atau naik haji. Kalau pun terpenjara, hukuman mereka tak sebanding dengan para pencuri ayam. Yang maling ayam dipenjara dua setengah bulan. Sedangkan mereka yang menjarah kekayaan sumber daya alam secara besar-besaran di tangkap dan dipenjara hanya selama tiga bulan saja. Beda tipis perlakuannya. Beda banyak pendapatannya. Karena itu Sang Hyang mengutuk mereka kembali ke habitat awalnya. Sebelum didatangkan predator utama di hutan yang memang bertugas untuk menghabisi segala yang ada dalam rantai makanannya. Semoga.