Lima Tesis Mengapa Kampus Negeri Mahal

Oleh Marx Randholp

Dahan-dahan kehinaan tidak berkembang kecuali dari benih ketamakan

Protes, kecaman, hingga sinisme menyerang kampus negeri. Terutama kampus yang statusnya PTN BH. Seenaknya mereka naikkan uang UKT seolah itu adalah resto cepat saji yang harganya nyesuaikan dengan besar-kecilnya jumlah konsumen. Ditambah dengan pernyataan ngawur pemerintah bahwa kuliah itu kebutuhan tersier. Menurut pemerintah hanya mereka yang kuat dan mampu secara ekonomi bisa merasakan bangku kuliah. Selain itu dipersilahkan untuk jadi penganggur atau berusaha keras untuk sabar menerima keadaan. Kita makin gelisah ketika protes soal UKT berakhir dengan laporan pencemaran nama baik. Singkatnya kampus kita bukan hanya anti orang miskin tapi juga anti kritik. Mengapa bisa kampus negeri makin mahal dan enggan menerima orang miskin jadi mahasiswanya?

Pertama, kampus negeri bukan bertujuan meningkatkan kecerdasan orang miskin. Meskipun Tri Dharma Perguruan Tinggi menyebut pengabdian sebagai salah satu tiang kampus tapi mereka mengartikan ‘pengabdian’ itu untuk orang mampu, berkuasa dan berpengaruh. Kampus mengabdi untuk kepentingan perusahaan dengan mendorong mahasiswa magang, kampus mengabdi pada kekuasaan dengan mengobral gelar Doctor Honoris Causa bahkan kampus tanpa malu mengabdi pada kepentingan orang kaya melalui jalur mandiri sebagai pintu test masuk.

Kedua, kampus negeri memang tidak berminat untuk memihak kepentingan orang miskin. Melalui bangunan fisik yang megah, ditambah dengan UKT yang tinggi serta dosen-dosen yang borjuis sulit untuk membuat kampus negeri ‘peka dan peduli’ pada kesulitan orang miskin. Sejumlah dosenya memilih untuk menjadi saksi ahli koruptor, menjadi tenaga ahli bagi kepentingan korporasi bahkan membiarkan diri ikut dalam kekuasaan yang tiranis. Kultur ‘komparador dan borjuis’ itu membuat mereka tidak merasa perlu untuk mendorong orang miskin kuliah. Orang miskin hanya menarik untuk jadi topik riset dan perbincangan di ruang seminar.

Ketiga, kampus negeri memang melihat kuliah itu sebagai bisnis yang berpeluang meningkatkan pendapatan. Sejak subsidi negara dikurangi kampus negeri mengandalkan pendapatan dari uang kuliah mahasiswa. Uang kuliah mahasiswa adalah segalanya: menggaji dosen dan pegawai kampus, membiayai proses pembelajaran hingga mendorong kemunculan berbagai unit usaha. Bayaran kuliah adalah pelumas satu-satunya beroperasinya kampus kita. Idealnya kampus dengan inovasi maupun riset-risetnya bisa ‘dijajakan’ tapi di tengah kultur sains yang lemah peran itu tidak signifikan. Uang kuliah mahasiswa adalah ‘nyawa’ bagi kehidupan kampus.

Keempat, memang pemerintah sengaja membiarkan kampus negeri beroperasi dengan sistem pembiayaan yang mahal. Nyaris tidak ada kemarahan, keprihatinan bahkan sanksi pada kampus yang menerapkan UKT tinggi. Berbeda ketika Rektor diberi peringatan saat mahasiswa unjuk rasa soal UUCK. Malah menteri-nya sempat memberi teguran bagi Rektor yang membiarkan mahasiswanya demonstrasi. Pemerintah malah ‘membenarkan’ UKT mahal dengan menyatakan kuliah itu kebutuhan tersier. Jadi pemerintah tampaknya ‘antusias’ dengan sistem tata kelola kampus seperti sekarang ini.

Kelima, kampus negeri mahal karena keunggulan yang dimilikinya: status negeri, dosen yang berkualitas, lahan yang memadai hingga jurusan yang akreditasinya bagus. Seluruh keunggulan ini dipandang sebagai ‘komoditas’ yang nilai pasarnya tinggi. Label mahal makin membuat posisi kampus negeri menjadi makin istimewa sehingga nilai jualnya jadi makin kompetitif dan itu menciptakan aroma kebanggaan bagi mereka yang ada di dalamnya. Terutama ketika kampus negeri tertinggal jauh dengan kampus-kampus dunia maka cara satu-satunya untuk tampil percaya diri adalah dengan memberikan ‘kedudukan’ istimewa di dalam negeri. Inilah upaya untuk menutup ketertinggalan dengan memoles diri sebagai yang terbaik melalui biaya yang mahal-semahal-mahalnya.


Ilustrasi: A nutshell

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0