Ditulis oleh Mahameru SDW
To me, punk is about being an individual and going against the grain and standing up and saying ‘This is who I am’
Joey Ramone
Intro
Selain laku kerasnya kaos bootleg Ramones di olshop, banyaknya band band alternatif benuansa punk seperti The Jansen, Dongker, The Skit, The Kick, The Peal yang lahir dan berhasil menerobos jaringan telinga anak-anak muda dalam jumlah yang cukup dominan, menjadi bukti mengenai keseksian musik punk yang kini tengah ongkang-ongkang kaki di puncak klasmen genre permusyikan.
Musik dengan progresi chord yang tak rumit, tempo yang dominan cepat, serta lirik-lirik liar semau gue, menjadi resep ciamik untuk memantik para penonton melakukan ritual stage diving, crowd surfing, atau loncat loncat ria sebebasnya.
Dalam ke euforiaan segment punk tersebut, tentu bakal tambah keren jika disertai dengan upaya penyebaran wacana mengenai subkultur punk itu sendiri. Hal tersebut cukup penting dilakukan, agar punk tidaklah tereduksi pada aktivitas sesempit melakukan piercing atau mentato bagian tubuh dengan gambar wajah Joey ramone atau Ian Mckaye. Sebab, Punk tidak hanya terhenti disana. Ada kandungan nilai ataupun ideologi di balik fesyen dan hal hal lain yang diidentikan dengannya. Bahkan ia lekat dengan praktik-praktik protest atau perlawanan.
Agar dapat memahami lebih dalam mengenai subkultur punk, maka saya akan menyajikan beberapa tulisan yang memuat konten tersebut. Mari kita sambangi distrik punk melalui tulisan, sembari nyemil kacang lalu disertai iringan lagu-lagu punk atau alternatif lainnya yang kalian suka. Hayu gas!
Jadi Gini Awalnya (Verse 1)
Punk pertama kali muncul pada tahun 1970an di inggris. PUNK merupakan singkatan dari kata Public United Not Kingdom. Dalam versi yang lain, pada film berjudul CBGB, yang membahas tentang lahirnya punk atau pertama kalinya musik bergenre punk mendapatkan tempat untuk mementaskan karyanya. Di film tesebut ada scene di awal-awal yang menyoroti tentang Punk Magazine, sebuah majalah yang menurut editornya diperuntukan untuk orang-orang nakal. Mereka mengartikan punk sebagai ‘berandalan’. Lewat Punk Magazine pula lah konten-konten musik punk berhasil diedarkan secara massif.
Di tempat bernama CBGB (Singkatan dari: Country, Bluegrass, Blues) milik Hilly Kristal (bapaknya punk) yang berlokasi di NYC, disanalah band-band dari ragam aliran dapat menari-nari sesukanya dalam warna dan kekhasannya masing-masing. Tentu, tak sembarang band bisa tampil di sana, tetap ada semacam tahap seleksi yang dilakukan langsung oleh hill beserta awak barnya untuk menentukan layak tidaknya suatu band tampil di CBGB.
Selama 33 tahun CBGB berdiri, tercatat sekitar 50.000an band pernah manggung di sana. Band-band besar beraliran punk yang pernah unjuk kebisingan, beberapa diantaranya ada Ramones, Blondie, Rancid, Bad Religion, Television, Iggypop (Seorang pelopor atraksi panggung Stage Diving), Patty Smith, Lou Reed dll. Bahkan band-band besar dalam segment lain yang kelak memiliki pengaruh besar pasca era Ramones dkk pernah manggung juga disana, diantaranya ada Radiohead, The Strokes, Smashing Pumpkins, Sugar Ray, Sum 41, Beastie Boys, Slowdive, dll.
Saking sederhana dan ala kadarnya set stage CBGB kala itu, band Television bahkan pernah tersengat listrik ketika manggung disana, hal itu disebabkan oleh kebocoran air dari hotel yang bertempat percis di atap stage CBGB. Pada peristiwa yang lain, Stage pernah roboh ketika Blondie manggung. Akan tetapi, kekacauan-kekacauan tersebut tidak membuat band-band menjadi jera sehingga tidak ingin lagi manggung di CBGB. Bahkan Blondie dan Talking Head dimasa kesuksessnnya, sempat memberikan ucapan terimakasih secara formal di acara musik kepada Hilly krystal.
Barangkali, NYC, khususnya CBGB kala itu menjadi kota atau tempat yang diimpi impikan dapat dikunjungi oleh banyak band di berbagai penjuru.
Sekilas Tentang New York City era 70an (Verse 2)
Dalam beberapa scene di film CBGB, tergambarkan mengenai situasi NYC tampak seperti kota yang ditelantarkan. Banyak pengangguran, pecandu narkoboy, bahkan ada scene yang menampilkan ketidak pedulian masyarakat sekitar termasuk polisi terhadap mayat yang tergeletak di jalanan.
Termuat juga pada beberapa literatur, bahwa NYC tercatat sebagai kota dengan jumlah kejahatan terbanyak. beberapa artikel menjelaskan bahwa banyaknya jumlah kejahatan disebabkan oleh aktivitas organisasi ekstrimis yang beroperasi disana, banyaknya geng-geng kriminal, serta krisis ekonomi yang melanda kota New York kala itu.
Banyak para pekerja yang terkena PHK, juga banyak para polisi yang dibebas tugaskan di kota tersebut, padahal kondisi jumlah kejahatan di New York City masih terus mengalami peningkatan. Dapat dikatakan New York City saat itu merupakan kota yang amat menakutkan untuk dikunjungi. Dalam kondisi demikian, tentu rasa frustasi maupun depresi merupakan hal umum dirasakan oleh masyarakat NYC.
Salah satu band yang tampil di CBGB, yakni Dead Boys, band asal Cleveland–memiliki ciri khas atraksi vokalisnya yang sering melukai tubuhnya sendiri ketika manggung. Ntah itu dengan cara memakai kabel mic untuk melilit lehernya atau menyayat tubuhnya menggunakan pecahan botol kaca–ini memberikan jawaban menarik ketika dimintai tanggapan oleh media mengenai stigmatisasi terhadap skena punk yang dianggap lekat dengan aktivitas penuh kekacauan, merusak, dll. Mereka memberikan komentar atas stigma tersebut dengan mengatakan, “Kami tidak merusak atau merugikan orang lain, kami meluapkan ekspresi dengan energi lebih untuk meredam rasa frustasi. Daripada meluapkan di jalanan, lebih baik di sini.”
Counter Culture Dalam Rangka Menolak Kemapanan (Reff)
Penggunaan progresi chord yang simple–barangkali cuma butuh 3 kunci untuk membungkus satu lagu–serta pilihan fesyen yang cenderung urakan, yang kerap dianggap lekat dengan skena per-punk-an, merupakan suatu dobrakan terhadap arus estetika yang tengah mapan pada masa itu.
Para penikmat musik Victorian tentu akan menganggap bahwa punk adalah sampah, begitu pun para penikmat musik skena 50-60an yang cenderung didominasi oleh kerumitan dalam segi melodi. Pendek kata, dalam kerangka estika musik era pra 70an, punk berada dalam posisi tersudutkan di pinggiran.
Akan tetapi jika dilihat pada kaca mata yang lain, yakni kebebasan dalam seni, maka musik punk merupakan entitas yang mulia. Sebab, punk telah berhasil mendobrak kebekuan pakem pakem dalam musik sebelumnya.
Selain kebebasan, dengan model progresi chord yang sederhana, membuat musik menjadi lebih terkesan emansipatoris. Keran pelaku musik diperluas, sehingga tak hanya segelintir orang saja yang dapat menikmati musik sebagai pelaku.
Sama halnya dalam segi fesyen. Punk hadir menghajar pakem estetika pada ranah tersebut dengan landasan ideologis. Beberapa contohnya, mengenakan potongan rambut mohawk atau spike sebagai tanda bertentangan terhadap style para borjuis yang selalu rapih. Banyak permainan simbol yang dilakukan oleh barudakan punk sebagi medium dalam menyampaikan pesan.
Subkultur punk datang seperti komet yang menghajar banyak aspek, baik itu budaya, seni, dan nilai.
Udah Dulu Ah (Outro)
Tentu masih banyak lagi hal-hal menarik yang dapat dikulik dari subkultur tersebut. Jika sempat, insyaallah penulis akan mencoba untuk membuat tulisan lanjutan yang masih berkenaan dengan punk-punk-an. Sekian terima tengkyuw.
Tosss!
Ilustrasi: A nutshell
Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!