Assalamualaikum, Wr. Wb. Suba Mew. Tabea
Weda, 07 November 2023 – Koalisi #SaveSagea bersama masyarakat Sagea menggelar kembali aksi protes sebagai respon terhadap pencemaran sungai Sagea, Halmahera Tengah. Aksi yang ditujukan kepada pemerintah daerah itu dilakukan di depan Kantor DPRD dan Bupati Halmahera Tengah. Koalisi #SaveSagea dan Masyarakat menuntut agar pemerintah daerah segera menindak pelaku pencemaran sungai dan mengevaluasi izin tambang di Daerag Aliran Sungai Sagea. Aksi protes ini adalah lanjutan dari aksi yang dilakukan pada akhir Oktober lalu di Kawasan Industri Weda Bay Nickel.
Temuan hasil investigasi koalisi #SaveSagea – tercemarnya Sungai Sagea menjadi keruh diakibatkan karena rusaknya ekosistem hutan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Sagea. Hasil analisis terhadap foto citra satelit dalam rentan waktu Januari-Oktober 2023, terdapat bukaan lahan (deforestasi) di wilayah DAS Sagea. Hasil analisis citra satelit tersebut dikonfirmasi secara langsung ke lapangan, adanya aktivitas pembukaan hutan yang disebabkan oleh pembuatan jalan hauling dan camp eksloprasi tambang. Area yang terdeforestasi tersebut berada dalam konsesi PT. Weda Bay Nickel (WBN). PT. WBN merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT. IWIP dan memiliki luas konsesi sebesar 45,065 Ha.
Temuan koalisi #SaveSagea pun sejalan dengan hasil kunjungan lapangan dari Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha, yang tertuang dalam berita acara kunjungan lapangan mereka pada 26 s.d 27 Agustus 2023. Dalam poin 1 menyatakan bahwa secara faktual di lapangan sudah terdapat perubahan biofisik yang disebabkan faktor non alam / antropogenik (aktivitas manusia); kemudian pada poin 4 yang berbunyi: berdasarkan sebaran IUP di sekitar DAS Ake Sagea, perlu dilakukan pengawasan terpadu dan objektif terhadap aktivitas pertambangan.
Peristiwa tercemarnya Sungai sagea yang sering mengalami kekerungan – menguning telah memberikan dampak pada Masyarakat Sagea-Kiya. Masyarakat tidak lagi memanfaatkan sebagai sumber air minum, lebih dari itu aktivitas pariwisata komunitas di Gua Bokimoruru menjadi terhenti. Padahal selama ini Sungai menjadi sumber penghidupan dan dikeramatkan oleh leluhur orang Sagea.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Sagea memiliki luas 18.200,4 hektar (BPDAS Ake Malamo, 2023), dimana terdapat 3 aliran sungai besar dan ratusan anak sungai. Ironisnya, di wilayah DAS Sagea ini terdapat konsesi 5 izin Usaha Pertambangan (IUP) yaitu PT. Wda Bay Nickel seluas 6.858 Ha, PT. Dharma Rosadi Internasional seluas 341 Ha, PT. First Pasific Mining seluas 1.467 Ha, PT. Karunia Sagea Mineral seluas 463 Ha, dan PT. Gamping Mining Indonesia seluas 2.170 Ha.
Dari kelima IUP di atas baru PT. WBN yang melakukan aktivitas di bagian hulu DAS Sagea. Sehingga peristiwa keruhnya air Sungai Sagea tidak bisa dilepas-pisahkan dari wilayah DAS yang telah dirusak oleh PT. WBN. Ketika turun hujan material tanah bekas bukaan lahan akan tererosi ke sungai, bahkan berdampak hingga tercemarnya pesisir dan lauk Teluk Weda ini.
Selain itu kita tidak bisa menutup mata atas fakta bahwa sejumlah sungai di kabupaten ini telah rusak akibat aktivitas pertambangan, seperti Woe Kobe, Woe Sna / Wosia, Ake Sake hingga Ake Waleh. Sungai Sagea dan sungai lain di wilayah Teluk Weda ini adalah nafas dan harga diri kita: sungai yang selama ini kita jadikan sebagai sumber penghidupan, yang bersejarah, bahkan dikeramatkan oleh para leluhur kita. Pemerintah Daerah sudah seharusnya mengambil langkah tegas dan berani untuk mengevaluasi berbagai perusahaan tambang yang beroperasi di kabupaten kita yang tercinta ini.
Untuk itu, kami warga Sagea dan Kiya yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Kampung Sagea (#SaveSagea)menuntut pemerintah agar:
Semoga Jou Madihutu ni barakat, serta Gae re Gele neste rdedele ite, tfarime tejaga re tpalihara ite rir pnuw re boten e nte. Amin.
Narahubung: Adlun Fiqri – 081314012618;
Mardani – 08134851144