Hari ini, Kamis, 7 September 2023, ± 1000 aparat dari Polda Kepulauan Riau diterjunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran untuk pembangunan Rempang Eco City, di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Rencananya ––di atas lahan ± 17.000 hektar––daerah itu hendak dijadikan sebagai kawasan industri perdagangan jasa dan pariwisata. Sekira 1000 hektar pemukiman warga bakal kena imbas. Karena itu, mereka menolak pengukuran tersebut.[1]
Namun, penolakan warga justru direspon dengan kekerasan. LBH Pekanbaru dan YLBHI menyebut, polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat. Polisi juga menggunakan pentung untuk memukul warga. Lalu, enam orang ditangkap. Puluhan orang mengalami luka-luka.[2] Di samping itu, berdasarkan pemberitaan tempo.co, murid-murid sekolah dasar di kawasan Rempang juga menjadi korban. Salah seorang warga, Bobi mengatakan, saat mengevakuasi warga tiba-tiba gas air mata ditembakkan ke sekolah. “Kondisi itu membuat anak-anak menangis dan berlarian,” kata Bobi.[3] Ratusan murid menerima intimidasi. Kegiatan belajar dihentikan paksa, dibubarkan.[4]
Kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau adalah tindakan yang bertentangan dengan kaedah-kaedah negara hukum dan hak asasi manusia. Padahal, Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Beleid ini menjamin, tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat (pasal 7). Pada bagian lain juga telah diatur, setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Di samping itu, setiap orang mempunyai hak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak (pasal 40UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Negara mestinya memastikan, seluruh hak itu dipenuhi alih-alih dilanggar.
Pembangunan Rempang Eco City masuk dalam daftar Program Strategis Nasional (PSN) tahun 2023. Tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI No. 7 tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI No. 7 tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional,[5] insiden yang menimpa warga Pulau Rempang hari ini menambah daftar penggusuran dan represifitas negara atas dasar proyek strategis nasional dan investasi. Dalam konteks Rempang, ribuan warga Rempang yang berasal dari 16 kampung tua yang terdapat di Rempang menolak direlokasi akibat pembangunan tersebut.[6]
“Kembali kita dipertontonkan kebiadaban aparat negara yang tak mendahulukan penghargaan kepada hak hidup dan hak keamanan warga negaranya demi proyek-proyek ambisius Proyek Strategi Nasional (PSN) yang tak sedikit makan korban. Negara harus bertanggungjawab atas luka dan trauma yang ditimbulkan kepada perempuan dan anak yang turut menjadi korban dari represifitas aparat” ujar Ahmad selaku kordinator Social Movement Institute.
Sehubungan dengan itu, kami Social Movement Institute, Suarkala, dan Aksi Kamisan Yogyakarta menyatakan:
Yogyakarta, 7 September 2023
[1] Disarikan dari unggahan LBH Pekanbaru dan YLBHI di https://www.instagram.com/p/Cw4T4M_Rs3M/, 7 September 2023.
[2] Disarikan dari unggahan LBH Pekanbaru dan YLBHI di https://www.instagram.com/p/Cw4T4M_Rs3M/, 7 September 2023.
[3] Pulau Rempang Mencekam, Gas Air Mata Ditembakkan ke Sekolah, Murid Lari Ketakutan, https://nasional.tempo.co/read/1769150/pulau-rempang-mencekam-gas-air-mata-ditembakkan-ke-sekolah-murid-lari-ketakukan, akses 7 September 2023.
[4] Disarikan dari unggahan LBH Pekanbaru dan YLBHI di https://www.instagram.com/p/Cw4T4M_Rs3M/, 7 September 2023.
https://bisnis.tempo.co/read/1766948/pulau-rempang-masuk-daftar-program-strategis-nasional-masih-mendapat-penolakan-warga, akses 7 September 2023.
https://bisnis.tempo.co/read/1766948/pulau-rempang-masuk-daftar-program-strategis-nasional-masih-mendapat-penolakan-warga, akses 7 September 2023.