Penolakan Tambang Pasir Laut Di Kepulauan Sangkarrang

SURAT TERBUKA

Yth. Presiden Republik Indonesia Yth. Kementrian Kelautan dan Perikanan
Yth. Ketua dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia
Yth. Ketua dan Pimpinan Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Yth. Kepala Kepolisian Republik Indonesia

Di tempat

Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya aktivitas tambang pasir laut yang telah beroperasi sejak februari tahun 2020 yang dilakukan oleh Royal Boskalis di perairan selat Makassar dengan jarak rata-rata 8,1 mil sampai dengan 17 mil dari kota Makassar membuat ribuan nelayan di Pulau-pulau kecil di selat Makassar kehilangan pendapatan yang sangat drastis bahkan tidak samasekali, hal ini diakibatkan karena aktivitas penambangan pasir laut berada di area tangkap nelayan sehingga aktivitas bawah laut terganggu dan juga membuat air laut sangat keruh dan ancaman abrasi yang menjadi momok menakutkan bagi masyarakat pulau, aktivitas ini telah memicu keresahan warga masyarakat pulau, kami juga telah melakukan demonstrasi damai, dan beberapa pihak mencoba melakukan RDP dengan DPRD  Prov Sulawesi Selatan serta pihak Perusahaan dan juga ibu-ibu para istri nelayan telah mendatangi kantor Gubernur Sulawesi Selatan namun hasilnya tetap nihil dan tidak mendapat tanggapan positif, dan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah tidak memiliki itikad baik untuk menemui warganya yang sedang dalam kondisi sulit. 

Kami, warga negara Indonesia, masyarakat pesisir, nelayan, mahasiswa, Pegiat lingkungan, pegiat kemanusiaan, serta masyarakat terdampak di kepulauan Sangkarrang kota Makassar mengajukan permohonan kami sebagai berikut :

  1. Moratorium Perda  RZWP3K No 02 Tahun 2019 dengan memanggil sejumlah kepala daerah khususnya Gubernur Sulawesi Selatan untuk melakukan penijauan kembali Perda Zonasi agar tidak merugikan banyak pihak dan tidak terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial.
  2. Memohon kepada Presiden Republik Indonesia untuk mengintruksikan kepada Gubernur Sulawesi Selatan agar wilayah Kec. Kepulauan Sangkarrang (selat Makassar/laut Spermonde) khususnya di Pulau Kodingareng agar dibebaskan dari zona pertambangan dan memberikan akses penuh kepada nelayan untuk mencari penghidupan.
  3. Mencabut IUP (Izin Usaha Penambangan) di area tangkap nelayan Kec.Kepulauan  Sangkarrang
  4. Memohon kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR dan Ketua Fraksi DPR untuk memanggil sejumlah pimpinan Perusahaan PT Pelindo sebagai Kontraktor Proyek Makassar New Port, PT Royal Boskalis sebagai Subkontraktor Reklamasi dan sejumlah Perusahaan pemegang konsesi wilayah laut Kec. Sangkarrang PT Benteng Laut Indonesia, PT Nugraha Indonesia yang saat ini beroperasi, PT Tambang Laut Nur Pucak, PT Pandawa Cipta Konsulindo, PT Rama Nur Rezki. PT Global Phinisi Sejahtera, PT Waragonda Butuni Terra Marine, PT Perusda Sulsel, PT Danadipa Arga Balawan, PT Alefu Karya Makmur, PT Bumi Berkah dan PT Berkah Bumi Manunggal. Agar menghentikan aktivitas penambangan di wilayah tangkap Nelayan.
  5. Menghimbau dan memohon kepada KAPOLRI agar mengeluarkan ultimatum kepada Polair Polda Sulawesi Selatan,untuk menghentikan segala upaya intimidasi kepada pegiat lingkungan dan  Masyarakat Kepulauan Sangkarrang, khususnya masyarakat Pulau Kodingareng sebagai Pulau terdekat dan paling berdampak terhadap  aktivitas penambangan pasir laut.
  6. Menghimbau dan memohon agar segala upaya kriminnaliasasi terhadap nelayan dihentikan
  7. Poin-poin yang menjadi pertimbangan sebagai berikut:
    • IUP (Izin Usaha Penambagan) dengan jarak 8,1 Mil dari garis pantai telah disiasati oleh perusahaan yang telah mendapat restu dari Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur dan DPRD Sulawesi Selatan serta stakeholders terkait fakatanya jarak IUP diukur dari garis pantai Kota Makassar bukan dari Pulau terdekat yang saat ini sangat terdampak yaitu zona tangkap Nelayan Pulau Kodingareng Kec. Sangkarrang (Bukti terlampir)
    • Perda RZWP3K No 02 Tahun 2019 Sulawesi Selatan telah mencederai UUD 1945 pasal 28a bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup kehidupanya
    • Perda RZWP3K No 02 Tahun 2019 Sulawesi Selatan telah melanggar pertimbangan Presiden Republik Indonesia No 01 Tahun 2014 poin a bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, faktanya aktivitas penambangan di wilayah tangkap nelayan bukanya memakmurkan tapi menyengsarakan serta menambah kesenjagan sosial  masyarakat.
    • Selama aktivitas penambangan disertai demonstrasi damai masayarakat telah terjadi upaya suap oleh pihak perusahaan yang ditolak oleh masyarakat serta kriminaliasi terhadap masayarakat dan juga intimidasi terhadap aktivis lingkungan yang mendampingi masyarakat. (Terlampir)
    • Seorang nelayan bernama bapak Manre telah dikriminalisasi dengan tuduhan perendahan nilai mata uang rupiah, padahal beliau bermaksud menolak upaya suap yang diberikan oleh perusahaan yang tidak diketahui isinya
    • Rusaknya ekosistem laut sebagai ancaman yang sangat serius ekologis sehigga diperlukan upaya pemulihan lingkungan dengan cepat dan tepat.

Demikian surat ini kami sampaikan. Besar harapan kami agar surat ini segera mendapat perhatian Bapak/Ibu, Atas perhatian dan kerjasamanya, kami sampaikan terima kasih.

17 Agustus 2020

Hormat Kami, 

Masyarakat Terdampak Kepulauan Sangkarrang

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0