***
Berikut petikan wawancaraku dengan iblis yang tampak murung dan kesal. Saya tak menyapanya tapi langsung bertanya. Bagi saya bicara dengan iblis itu mustinya terbuka, terang-terangan dan langsung menuju masalah. Aku mau minta tanggapanya tentang korupsi. Mungkin iblis punya jawaban dan analisa yang berbeda tentang soal ini. Tanpa saya edit sama sekali maka ini adalah data utuh wawancaranya.
Tanya (T): Langsung saja kutanya padamu mengapa begitu hebat kamu pengaruhi banyak pejabat sehingga mereka dengan ringan mengkorupsi pembangunan apa saja?
Iblis (I): Engkau pikir aku bertindak sendirian melakukan ini? Tidak lah! aku butuh kerja sama dengan mereka juga. Tindakan jahat mereka muncul bukan karena doronganku, tapi keinginan yang sudah lama tak bisa disalurkan. Terus terang aku takjub dengan kemahiran mereka untuk mencuri apapun dan dimanapun. Urusan apa saja kalian curi: cetak kitab suci, haji, sapi, pajak, sekolah, vonis atas sebuah perkara, hingga cetak KTP. Yang mengherankan lagi kalian tak malu sama sekali melakukan itu. Bahkan aku tergoda bisa seperti kalian. Berbuat terang-terangan dan saat dihukum juga bisa menghadapinya dengan tenang. Aku saja malu, kesal dan sedih ketika diusir dari surga sama Allah. Tapi kalian itu tenang dan tentram. Malah protes segala. Kupikir koruptor itu punya kemampuan melebihi diriku: bisa memberi inspirasi untuk berbuat jahat dengan total dan bangga.
T : Jadi mereka selama ini tak pernah kamu goda sama sekali?
I : Dugaanmu sejak dulu sama saja. Kaupikir pejabat itu tak bisa berpikir baik dan buruk sendiri. Memang tugasku itu menggoda tapi dengan kesempatan yang dimiliki oleh mereka, maka aku sendiri yang tergoda. Bayangkan saja pejabat yang busuk omonganya dan tindak-tanduknya itu masih saja ada yang memilih. Ditinjau dari akal sehat saja sepantasnya dirinya tak layak duduk sebagai wakil rakyat. Bicaranya menyakitkan rakyat. Kalimatnya selalu menyinggung. Dan ungkapanya hampir tak ada yang memberi inspirasi baik. Kualitas manusia seperti ini saat maju mencalonkan diri masih saja kalian pilih. Berulang-ulang orang yang sama menjabat pada posisi sama dengan omongan yang tak berbeda. Terus terang sebagai iblis tak tertantang lagi aku menggoda. Kalian yang memberi kesempatan orang jahat itu untuk mencuri milik kalian sendiri.
T : Tapi bukankah kejahatan yang berupa pencurian itu kamu yang mengajari pertama kali?
I : Benar perkataanmu tapi tak benar peryataanmu. Secara keyakinan memang aku itu asal-muasal semua kejahatan.
Tapi kalianlah yang bisa memastikan seberapa besar kejahatan itu punya kemampuan untuk bertahan. Di sini kalian sendiri yang membuat kejahatan itu terus hidup, berkembang, bahkan diwariskan turun-temurun. Korupsi itu sumber kejahatan yang keji tapi dianggapnya itu urusan hukum semata. Kalian meyakini kalau hukum tegak maka korupsi musnah. Ini pandangan bodoh dan sederhana. Korupsi itu cermin naluri busuk manusia yang ingin memiliki semua dan segalanya. Akar korupsi itu namanya kerakusan. Maka semua orang mustinya terlibat perang dengan manusia korup. Aku sendiri jijik melihat koruptor yang mental dan perangainya melebihi diriku sendiri.
T : Kupikir kamu sekarang mencoba mempertahankan reputasimu sebagai iblis yang mendapat saingan koruptor?
I : Sudah banyak aku diberi kesempatan untuk membuat manusia baik jadi ber-akhlak bejat. Telah banyak pula aku saksikan manusia baik tergelincir menjadi monster yang jahat. Tapi baru sekarang ini aku lihat manusia baik membiarkan manusia jahat berkuasa atas dirinya. Katamu memang sistem politik yang menciptakan itu semua. Tapi bukankah sistem itu kamu yang bikin dan kamu pula yang mempertahankan. Posisiku sekarang ini hanya jadi pengamat atas ulah kalian sendiri yang sengaja membiarkan diri menciptakan sistem yang bisa memproduksi iblis sepertiku. Keributan kalian menggelikan: berbeda pandangan kalian marah, berbeda keyakinan kalian perang. Tapi pada saat yang sama kalian kompak untuk membiarkan saja pencuri uang rakyat berkeliaran di semua urusan. Komplotan pencuri ini tak habis hanya dengan ancaman penjara. Mereka ini mirip denganku, melipat-gandakan diri melalui perlindungan manusia yang ‘merasa diri’ baik.
T : Mengingat pengalamanmu sebagai iblis adakah usulmu untuk mencegah pasukan jahat ini berkuasa begitu rupa?
I : Jika pun ada tak ingin aku bagikan kepadamu. Memang kamu itu siapa? Kamu bukan Nabi. Bahkan kamu juga bukan orang mulia. Kamu hanya penulis saja. Yang penting kamu catat saja apa yang akan aku katakan. Ingat ya, aku senang dan sangat senang bila manusia jadi pengikutku. Lebih senang lagi aku, bila ada manusia yang merasa tak perlu mencegah perbuatan jahat. Jenis manusia yang tak peduli itulah yang jadi pengikutku di hari akhir kelak. Mereka yang meyakini kalau korupsi itu bukan urusanya dan percaya jika korupsi itu tak merusak apa-apa. Manusia macam inilah yang membuat semua operasiku berjalan lancar, baik, dan mulus. Iblis yang muncul dalam dirinya itu sudah membekali diri dengan alasan ilmiah bahkan dengan mandat yang resmi.
T :Tapi aku percaya tak semua manusia ikut pada yang jahat atau mau mengalah pada penjahat?
I :Boleh saja kamu optimis seperti itu. Memang hanya itu yang bisa kamu lakukan hari ini. Meyakini bahwa semua keadaan tak selalu buruk. Sebab hanya dengan perasaan seperti itulah kamu merasa tak begitu salah. Padahal perasaan itu cermin dari keinginanmu untuk mempertahankan keadaan. Begitu berani kamu hina orang yang beda keyakinan. Antusias sekali kamu minta penjarakan orang yang dianggap menghina ajaran. Tapi coba, apa kamu berani untuk menyeret koruptor itu di ladang pengadilan massa? Kamu hilang keberanian untuk melawan sesamamu sendiri. Kamu tak ada nyali untuk menyeret para penyamun yang bermodal pangkat dan posisi wakil rakyat itu. Kamu itu hanya baik pada urusan tertentu tapi bisa jahat pada urusan yang menyangkut hajat orang banyak.
T : Aku merasa terhina dengan komentarmu. Kau pikir aku sebrengsek itukah? Aku bisa tuntut kamu dengan pencemaran nama baik!
I : Memang kamu itu punya nama baik? Lihat cermin apa yang sudah KAMU LAKUKAN untuk membuat hidup ini menjadi anugerah dan bermanfaat? Ingat ya, salah satu senjata utamaku yang bisa menyeret manusia untuk ikut denganku adalah perasaan sombong. Merasa benar sendiri. Merasa paling berjasa sendiri. Merasa paling tinggi sendiri. Puncak perasaan itu adalah tak merasa salah sama sekali. Kesombongan yang melekat dalam dirimu itulah yang menghilangkan sifat asal manusia: berani, santun, dan menghormati yang berbeda. Tak mau aku ceramah kebaikan sebenarnya, tapi mengingat dirimu sudah melebihi posisiku maka aku katakan apa yang harusnya tak kukatakan.
T : Aku ini hanya mau omong koruptor tetapi kamu kemana-mana analisisnya. Hanya itu yang aku butuhkan pendapatmu. Bukan untuk soal lain dan hal lain.
I : Itulah kalian hari ini. Inginya semua masalah itu dibedakan menurut kepentingan diri sendiri. Koruptor itu bertahan bukan karena tak ada hukum atau hukum disalahgunakan. Mereka bertahan karena lebih banyak kalian diam tak ikut memeranginya. Bahkan kalian ikut bersekongkol menjatuhkan lembaga yang memburu koruptor. Ingat ya aku sebagai iblis saja sudah merasa kewalahan untuk membatasi jumlah pengikut dan sekarang kalian malah mau menambah potensi bertambahnya pendukung. Sudahilah situasi ini dengan bergerak bersama melawan apa pun dan apa saja yang membuat koruptor itu bertahan: berkuasa dan berpengaruh. Mereka itu sama kedudukanya denganku: iblis yang membuat kehidupan itu bukan anugerah Allah, tapi malapetaka bagi siapa saja yang ada di dalamnya. Kurasa cukup sampai di sini saja. Karena aku tak mau iblis jadi tampak baik. Aku ingin tetap jadi iblis dan selamanya iblis. Makasih!
Ia tiba-tiba menghilang. Tak sempat kucium jejak langkahnya. Tapi terus terang aku sulit menangkap maksudnya. Mungkin ia ingin mengatakan korupsi itu kegiatan yang jahat atau koruptor itu mau mengkudeta kedudukanya. Tapi sudahlah, aku tak mau berandai-andai lagi tentang iblis. Sebab aku sadar di sekitarku memang ada banyak iblis yang resmi maupun tak resmi.