Kebohongan Kedua: Transisi Energi Yang Berkeadilan
Pada suatu Forum resmi, Presiden Jokowi mengatakan “kita ingin segera melakukan transisi besar-besaran, dari mobil yang berbahan bakar fossil dengan mobil listrik ramah lingkungan” (222, Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretarian Presiden. Maka dari itu pemerintah Jokowi memberikan kemudahan bagi pengguna kendaran listrik seperti bebas dari peraturan ganjil-genap, kredit mobil listrik boleh DP nol persen, diskon tarif listrik dari PLN untuk cas mobil listri di rumah dan bebas biaya BBNKB dan PKB. Namun dibalik kemudahan yang diberikan kepada pengguna mobil listrik yang mungkin hanya dirasakan oleh warga Jakarta dan sekitarnya, ada warga yang berada diatas tanah yang mengandung nikel seperti warga Halmahera, Morowali, dan Wawoni yang menanggung kerusakan lingkungan dan mengalami perlakuan represif dari aparat akibat sengketa tanah yang tidak pernah dinarasikan oleh pemerintah kepada masyarakat atau diliput oleh media. Apakah ini yang dinamakan dengan transisi yang berkeadilan?
Selain itu pada faktanya, kerusakan yang ditimbulkan oleh industri nikel lebih mempunyai daya rusak yang tinggi di bandingkan dengan daya rusak batu bara. Menurut Iqbal Damanik (ketua kampanye Hutan GreanPeace) mengatakan bahwasannya salah satu alasan kenapa daya rusak nikel lebih tinggi adalah karena wilayah nikel berada di wilayah kecil yang sulit terjangkau atau terekspos oleh media. Menurut Melky Nahar (Jaringan Advokasi Tambang mengatakan bahwasannya jika publik menganggap kendaraan listrik dapat mengatasi permasalahan emisi karbon, saya kira anda sedang tersesat, karena anda menghitungnya hanya ketika kendaraan listrik itu beroperasional, anda tidak melihat realitanya dan seluruh rantai prosesnya. Selain itu pada faktanya mobil listrik yang beroperasi di indonesia hanya sekitar 3% berasal dari nikel Indonesia. Lantas jika nikel yang dihasilkan bukan untuk transisi energi maka untuk kepentingan siapa ekspolarisasi nikel yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia?
Ilustrasi: A nutshell
DAFTAR PUSTAKA
Al Ayubi, S., & Raffiudin, R. (2023). Dominasi Oligarki Sumber Daya Alam: Studi Kasus Ketergantungan Indonesia Terhadap Industri Batu Bara Di Masa Pemerintahan Joko Widodo. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), 7(3), 2533-2546.
Ernyasih, E., Fajrini, F., Herdiansyah, D., Aulia, L., Andriyani, A., Lusida, N., & Fauziah, M. (2023). Analisis Perubahan Iklim dan Kesehatan Mental pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta. ENVIRONMENTAL OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY JOURNAL, 3(2), 95-102.
Juniah, R., Dalimi, R., Suparmoko, M., & Moersidik, S. S. (2013). Dampak Pertambangan Batubara Terhadap Kesehatan Masyarakat Sekitar Pertambangan Batubara (Kajian Jasa Lingkungan Sebagai Penyerap Karbon). Indonesian Journal of Health Ecology, 12(2), 80463.
Lisnawati, L., Nofitasari, A., Yusnayanti, C., & Masriwati, S. (2023). Dampak Pertambangan Pasir Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Desa Bao-Bao Kecamatan Sampara. PROFESSIONAL HEALTH JOURNAL, 4(2), 358-364.
Nugraha, A., & Purwanto, S. A. (2020). Neo-Esktraktivisme Tambang Timah di Pulau Bangka. Indonesian Journal of Religion and Society, 2(1), 12-22.
Pebriadi, D., Fitriangga, A., & Putri, E. A. (2013). Hubungan Antara Penggunaan Air Sungai dan Kejadian Diare Pada Keluarga yang Bermukim di Sekitar Sungai Kapuas Kelurahan Siantan Hilir Pontianak. Naskah Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Syarifuddin, N. (2022). Pengaruh Industri Pertambangan Nikel Terhadap Kondisi Lingkungan Maritim di Kabupaten Morowali. Jurnal Riset & Teknologi Terapan Kemaritiman, 1(2), 19-23.
Nikel: Hilirisasi, Potensi, dan Kemiskinan Daerah Tambang yang Meningkat 2023 (katadata.co.id)
Badan Pusat Statistik (bps.go.id)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2012 (peraturanpedia.id)