Cerita Pembelaan Para Kuasa Hukum – (KEPITING MEMBAWA PETAKA 6)

Laporan Ahmad Rifai dan Melki AS

***

Kasus yang menimpa Tri Mulyadi, seorang nelayan pantai Samas, Srigading, Sanden, Bantul, DIY, kini terlanjur bergulir. Ditengah ketidakpastian hukum yang dihadapi oleh tersangka, tidak jelasnya klarifikasi dari banyak pihak terkait, ketidakjelasan batas waktu pelaporan Tri sebagai tersangka, serta dilibatkannya banyak pengacara hukum, Suluh mencoba menggali keterangan dari masing-masing pihak.

Dalam keterangan lalu, Tri menyampaikan bahwa sampai kini beliau didampingi oleh sekitar 20 pengacara. Pengacara tersebut sudah mendatangi Ditpolair Polda DIY untuk klarifikasi kasus yang menimpanya. Begitupun juga dengan Supri, selaku yang disidak Ditpolair serta ditemukan barang bukti di rumahnya dan yang melaporkan Tri sebagai penjual kepiting yang kini jadi tersangka, juga menggunakan jasa pengacara. Maka dari itu Suluh mencoba untuk mendengar langsung kronologi,klarifikasi serta pembelaan dari masing-masing pengacara.

dok. smi

Sebelumnya saat Suluh mendatangi kediaman Supri di Pantai Baru, Suluh tidak mendapat keterangan dari yang bersangkutan. Dan diarahkan untuk menghubungi seorang pengacara dari salah satu lembaga bantuan hukum, Deni Kuncoro SH. Suluh kemudian coba mewawancara Deni via telpon pada selasa siang (25/9/2018). Usai memperkenalkan diri dan menjabarkan cerita singkat bagaimana dapat mendapatkan kontaknya, Deni Kuncoro menjabarkan kronologi kejadian terkait perkara kepiting menurut versi pihak Supri.

Menurut Deni, awal mula kasus ini bermula pada sore hari menjelang petang, datang seorang nelayan yang awalnya tidak diketahui namanya. Lalu diketahui bahwa nelayan tersebut adalah Tri Mulyadi. Masih menurut Deni, Tri biasanya menjual kepiting dengan tetangganya Supri. Dan kebetulan pada hari tersebut tetangga yang biasa membeli kepiting sedang tidak ada di rumah, karena sedang liburan. Sehingga kepiting hasil tangkapan Tri kemudian ditawarkan ke Supri. Tapi hal itu tidak langsung berhadapan dengan Supri karena Supri sedang tidak ada di rumah. Yang ada hanyalah ibunya yang justru tidak paham soal kepiting dan sebagainya.

dok. smi

‘Kemudian Tri menelpon Supri via Messanger Facebook  untuk menyampaikan keinginannya untuk menjual kepiting. Dan Supri tidak tahu sama sekali kepiting yang akan di jual tersebut, baik jenis, ukuran dan sebagainya. Tapi karena biasanya tetangga beli kepiting, makanya ia bilang ke ibunya untuk beli saja kepiting yang dibawa Tri. Jadi sebelumnya tidak pernah ada jual-beli di antara Tri dan Supri. Ini baru pertama kali saja. Dan sampai besok paginya ada sidak dari Ditpolair, Supri sendiri belum melihat kepiting tersebut. Supri baru melihat setelah pemeriksaan. Lalu kemudian barang bukti (kepiting-red) disita dan dibawa petugas. Dan sampai hari ini (25/9/2018) kami belum tahu pasti berapa jumlah penyitaan tersebut secara resmi. Padahal hal ini sudah lama terjadi, dari agustus kemarin’ ujar Deni menjelaskan kronologinya.

Bahkan menurut Deni Kuncoro, dalam penjulan kepiting ini, Tri Mulyadi ngotot minta kepitingnya dibeli. Kebetulan tetangganya tidak mau beli saat itu, daripada dibawa pulang ditawarkanlah ke tempat Supri. “Si nelayan ini (Tri Mulyadi) ngejar-ngejar terus,” tutur Deni Kuncoro. “Ibunya mas Supri juga sudah ngomong nggak berani beli karena tidak ada anaknya. Si nelayan menyambungkan ke Mas Supri ke ibunya. ‘Bu dibeli nggak apa-apa, itu biasanya setor ke tempat tetangga’ Deni menirukan percakapan Supri.

Uang pembelian kepiting Tri Mulyadi diberikan oleh ibu Supri karena ada di rumah. “Kalau jumlahnya berapa uangnya, ibunya bilang kira2 sekitar 300-an, tapi lupa,” imbuh Deni Kuncoro. Sebelumnya kepiting ini ditimbang terlebih dahulu. Ditimbangnya tidak satu per satu, namun langsung semuanya ditimbang. Sejumlah kepiting yang dibeli langsung disimpan dan tidak dilihat lagi.

Kemudian soal adanya sidak dari Ditpolair Polda DIY, Deni Kuncoro mengaku tidak mengetahui sama sekali bagaimana hal ini dapat terjadi. “Kita nggak tahu dapet laporan dari masyrakat atau apa,” ucapnya, “karena yang disidak itu cuma tempatnya Mas Supri saja, yang lain tidak.” Usai membongkar gudang Supri dan menemukan kepiting, aparat kepolisian langsung pergi sambil membawa seluruh kepiting. Saat kejadian tersebut Supri ada di rumah. Tidak ada penyitaan dan pemeriksaan lainnya.

Baik Supri, ibundanya Wagiyem, serta istrinya Erna sudah dimitai keterangan dari penyidik Ditpolair Polda DIY. Deni Kuncoro menggarisbawahi pertanyaan penyidik yang sempat melontarkan “Berapa jumlahnya?” yang kemudian dijawab kliennya “Nggak tahu, pak. Itu ya yang sejumlah jenengan sita.” Tidak ada kepiting lain di kediaman Supri selain dari Tri Mulyadi. Deni Kuncoro menyarankan agar Suluh langsung menanyakannya ke Ditpolair Polda DIY.

Deni menegaskan bahwa kliennya bukanlah sebagai pihak pelapor. Ia malah curiga ada yang ingin mencelakai Supri. “Kalau dari nelayan Samas menuduh kami sebagai pelapor, justru kami curiga ada yang sengaja menjebak Mas Supri,” terangnya.

“Mas Supri tidak pernah beli kepiting apa lagi dari nelayan sekitar yang penjualnya maksa harus dibeli, eh kok paginya belum dilihat kepitingnya polisi udah dateng. Janggalnya di situ,” ungkap Deni.

Sementara itu menurut Haryanto SH, selaku salah satu kuasa hukum dari Tri Mulyadi, Supri bisa juga dikenakan sebagai tersangka. Karena menurutnya walaupun Supri tidak berada di lokasi saat transaksi tersebut terjadi, akan tetapi transasksi itu berdasarkan rekomendasi langsung darinya. ‘Kalau menegakkan hukum seutuhnya, Supri pun bisa dituntut dengan pasal 480 tentang penadahan hasil kejahatan. Bahkan bisa banyak orang yang terkena kalau memang kasus ini di permasalahkan. Seperti ibunya Supri, itu pun bisa kena juga karena ia yang menerima, ia yang menimbang dan ia yang membayar’ papar Haryanto melalui sambungan telpon (26/9/2018)..

Akan tetapi, menurut Haryanto, saat ini dirinya dan kuasa hukum lain sedang mengusahakan ‘restorative justice’ terhadap kasus Tri ini. Karena seharusnya kasus ini tidak terjadi mengingat nominal yang ada tidak seberapa dan terdapat beberapa ketidakjelasan terkait peraturan dan sebagainya. Misalnya tentang peraturan menteri sebagai titik tolak yang dilakukan tersebut. Undang-undang tersebut tidak menjelaskan secara rigit mengenai batasannya. Padahal peraturan menteri adalah peraturan pelaksana. ‘Penyidik PPNS dalam hal ini tidak maksimal. Makanya di ambil alih Ditpolair. Penegakkan hukum ini seharusnya prepentif, sosialisasi terlebih dahulu, masyarakat di edukasi terlebih dahulu. Jangan laingsung main tetapkan tersangka dan sebagainya’.

Mengenai Tri yang sudah terlanjur menjadi tersangka, Haryanto mengatakan bahwa sedang terus berusaha berkomunikasi dengan kepolisian untuk berbagai upaya. Termasuk mendesak Polda untuk mengeluarkan SP3. ‘Ini sudah jadi tersangka. Kita menghormati putusan Ditpolair. Tapi kasus ini tidak boleh tergantung begitu saja. Makanya saya mendesak kepada Polda menggunakan restorative justice ini untuk mengambil sikap menghentikan penyidikannya. Polda harus menggunakan SP3. Juga barang bukti sifatnya masih berbeda-beda. Apakah barang bukti itu benar-benar ada atau sudah tidak ada. Sementara sampai sekarang barang bukti untuk tersangka masih berdasarkan kurungan saja’.

Mengenai progres dari pembelaan tim kuasa hukum Tri, Haryanto juga memaparkan bahwa kalau tidak ada tanggapan dari kepolisian, maka bukan tidak mungkin akan menyurati langsung Kementrian. Beliau dan tim pun juga siap mendampingi Tri seandainya kasus ini terus bergulir., dan ini bukan tidak mungkin banyak orang yang akan terlibat, tidak hanya Tri semata. Semua yang berhubungan dengan kasus ini dari awal bisa diangkat semua. Tapi sekarang tetap fokus pada upaya restorativenya terlebih dahulu.

‘Karena yang jadi persoalan itu tidak hanya penegakkan hukumnya tapi peraturan menterinya yang jadi masalah sebenarnya. Harusnya jauh-jauh sebelumnya telah dilakukan sosialisasi, edukasi dan sebagainya. Jadinya hal ini terlambat. Jadi saya akan terus minta ketegasan penyidik dalam bersikap. Kalau tidak ditanggapi, maka saya akan kirim surat ke menteri Susi (Susi Pujiastuti-red). tentang kasus ini. Karena ini tidak bisa dibiarkan terus. Secara kemanusian hal ini tidak fair, dimana Tri harus laporan terus menerus setiap senin dan kamis. Dan juga tidak fair dimana penyidik ingin menegakkan aturan tapi juga merugikan masyarakat’ papar Haryanto.

Haryanto juga menegaskan bahwa kemungkinan dalam waktu singkat akan segera diadakan gelar perkara. Hal ini penting untuk melihat persoalan secara jernih. Tapi hal tersebut masih menunggu pihak kepolisian pulang dari Sespimti. ‘Mudah-mudahan kedepan jangan ada algi kasus seperti ini yang terjadi. Jangan ada Tri lainnya yang jadi pesakitan karena ketidaktahuan akan aturan. Media juga harus membantu hal tersebut’ ujar Haryanto mengakhiri telpon.

 

Komentar ditutup.

Scroll to Top