Dirgahayu Persyarikatanku

 

***

Tidak banyak yang ingat bahwa persyarikatan ini didirikan seorang kyai Kauman untuk mereka yang papa dilindas kebrutalan zaman. Islam diperkenalkan sebagai pembebas sekaligus jalan perjuangan. Sudah terlalu banyak orang lupa, 95 tahun yang lalu, seorang pemuda Muhammadiyah kurus bernama Fachrudin pernah membakar ladang tebu sebagai bentuk perlawanan atas tindakan reaksioner Belanda terhadap pemogokan buruh pegadaian. Anak muda yang juga anggota Sarekat islam itu nekat melakukan aksi menggidikkan sebagai penegasan dan menunjukkan kembali untuk apa sebenarnya persyarikatan ini didirikan: tunduk atas titah Allah dalam sebuah surat pendek, Al-Ma’un: welas asih dan santuni para mustadh’afin! Buruh, petani miskin, dan rakyat yang papa. Di situlah Muhammadiyah hadir untuk mengabdi.

Seratus delapan tahun yang lalu Ahmad Dahlan dengan cerdas melahirkan organisasi ini dengan 3 lembaga pilar untuk membantu bumiputra mentas dari penjajahan Belanda: Bibliotek (pustaka), Tablegh (pendidikan), dan PKO (kesehatan).

PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) didirikan sebagai lembaga penting untuk memberikan akses kepada rakyat miskin terhadap pelayanan kesehatan. Di bawah tekanan penjajahan Belanda, rakyat hidup dalam kondisi yang getir. Kelaparan dan kematian karena penyakit yang tak tersembuhkan jamak ditemukan. Dahlan yang miris melihat kengerian itu lantas berinisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga yang bisa menjadi penolong bagi kesengsaraan rakyat tersebut. Nama lembaganya gahar: Penolong Kesengsaraan Oemoem. Catat: O-e-m-o-e-m, bukan oemat! Dari sini saja kita bisa tau betapa inklusifnya Muhammadiyah pada waktu itu.

Kyai Dahlan sadar bahwa untuk memenangkan pertempuran dan mengubah nasib di masa depan, umat harus dicerdaskan. Dididik dengan bekal pengetahuan agar mampu bertarung melawan kehidupan. Nelson Mandella mengamini hal ini dalam sebuah kalimat yang apik, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”. Dahlan yakin, bahwa salah satu hal penting untuk mengentaskan umat dari keterbelakangan adalah mendidik mereka agar menjadi berpengetahuan. Dan tidak ada tempat yang lebih ampuh untuk mewujudkan semua itu selain sekolah dan perpustakaan. Maka dipilihlah Bibliotek dan Tablegh sebagai lembaga yang diprioritaskan di Muhammadiyah.

Maka demikianlah, 3 lembaga di Muhammadiyah itu bersinergi untuk mengubah kehidupan bumiputra dengan segala upaya. Pada sebuah bakal negeri yang limbung oleh kolonialisme, mimpi besar seorang kyai Kauman itu melompat melampaui jaman. Muhammadiyah adalah seekor kucing yang melakukan pekerjaan seekor singa. Kita semua tahu, mimpi itu telah menjadi kenyataan. Kucing itu sekarang benar-benar menjadi singa!

Lebih se-abad setelah pendiriannya, Muhammadiyah telah menjadi organisasi raksasa. Ribuan sekolah dan rumah sakit berhasil didirikan. Univeritasnya tersebar di seantero negeri, bersanding dengan pesantren, sarana kesehatan serta panti asuhan yang ratusan jumlahnya. Tanah wakafnya bahkan lebih luas dari Negara Singapura! Budaya philantropi yang dikembangkan anggotanya (yang kebanyakan merupakan kelas menengah) ditambah dengan komersialisasi amal usahanya telah membuat persyarikatan ini menjadi salah satu kekuatan capital islam yang menonjol. Namun, yang memprihatinkan adalah adanya kenyataan bahwa dengan potensi dan sumberdaya sebesar itu, Muhammadiyah belum mampu melakukan aksi-aksi avant-garde yang memukau. Jika dibandingkan dengan masa awal berdirinya dimana dalam serba keterbatasan ide-ide cemerlang banyak dieksekusi untuk kemaslahatan bumiputera, sungguh yang dilakukan Muhamamdiyah pada waktu itu adalah sesuatu yg luar biasa.

Hari ini, kita tidak melihat gagasan-gagasan bernas itu lahir dari Muhammadiyah. Sependek pengetahuanku, Muhammadiyah lebih disibukkan dengan operasional amal usahanya. Reproduksi gagasan dan wacana-wacana keilmuan tidak banyak berkembang. Amal usahanya, terutama sekolah dan rumah sakit memang berkembang dengan pesat tapi ada yg terasa pilu dibalik kondisi itu. Sebagai amal usaha yang menjadi wajah depan persyarikatan ini, Sekolah dan rumah sakit memang melaju pesat dalam segi kualitas maupun jumlahnya. Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya untuk mendapatkan pelayanan di sekolah maupun rumah sakit terbaik Muhammadiyah itu mahal harganya.

Lebih dari seabad setelah kelahirannya, kita belum melihat persyarikatan ini melakukan lompatan-lompatan cemerlang yang dulu dilakukan oleh para pendirinya. Dahulu, kucing itu berhasil melakukan hal-hal yg biasa dilakukan singa. Lantas, kapankah singa ini melakukan hal-hal yang biasa dilakukan Spinosaurus Aegyptiacus?

Aku sedih, sekolah dan rumah sakit terbaik muhammadiyah hanya bisa diakses oleh para kelas menengah dan kaum berpunya. Kita hampir tidak bisa menemukan sekolah dan rumah sakit terbaik yang isinya adalah para kaum papa yang diserukan al-Ma’un itu. Mahalnya biaya pendidikan dan perawatan di rumah sakit Muhammadiyah jelas di luar jangkauan rakyat miskin negeri ini. Orang-orang miskin yang mestinya diberi kesempatan lebih bessar untuk mengakses pendidikan dan layanan kesehatan terbaik dari persyarikatan malah semakin tersisihkan. Upaya kyai Dahlan untuk mengentaskan kemiskinan bumiputera yang dahulu diperjuangkan dengan segenap jiwa musnah sudah. Jika memang ormas ini dilahirkan untuk membela orang miskin kenapa justru orang-orang kaya yang lebih banyak menikmati amal usaha terbaiknya?

Aku mencintai persyarikatan ini dengan kebanggaan sekaligus kecemasan. Bangga atas apa yang telah dilakukannya selama ini, dan cemas akan pudarnya harapan bahwa persyarikatan ini tidak akan dibawa lebih jauh untuk membela kaum papa yang yang dilemahkan. Mimpiku untuk persyarikatan ini hanya satu: Aku berharap akan segera muncul amal-amal usaha terbaik dari Muhammadiyah yang hanya diperuntukkan bagi rakyat miskin. Berhentilah mengurusi orang kaya! Mereka bisa bertahan hidup dengan uangnya. Mulailah mengulurkan tangan untuk mustadh’afin yang terpinggirkan. Bukalah pintu-pintu sekolah dan rumah sakit terbaikmu hanya untuk orang miskin. Mereka sudah terlalu lama hidup dalam penderitaan. Di atas sana, kyai Dahlan pasti akan tersenyum bahagia saat persyarikatan yang dia lahirkan akhirnya menjadi sanctuari sejati bagi kaum yang paling membutuhkan.

Dirgahayu Muhammadiyahku, kembalilah ke jati dirimu…

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top