PEMILU NIRETIKA MEREPOSISI PEMUDA

Oleh: Chairul Sahar (Sekolah Aktivis SMI)

Pemilihan umum (Pemilu) 2024 beberapa waktu lalu telah usai, hasil quick count dan real count sementara telah memberikan tanda siapa yang selanjutnya akan menduduki kursi kekuasaan lima tahun kedepan. Meski pemungutan suara telah usai dan telah memasuki tahapan perhitungan di Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilu 2024 masih santer dibicarakan, hal ini terjadi karena memang pemilu kali ini cukup berbeda dari sebelumnya, ada banyak tindakan niretika diberbagai tahapan dari pencalonan, kampanye hingga pasca pemungutan suara yang dilakukan oleh beragam aktor pula mulai dari paslon, penyelenggara hingga pejabat pemerintahan.

Kasus pelanggaran dan niretika setidaknya telah dikemas dalam satu film yang disutradarai oleh Dhandi Laksono yaitu “Dirty Vote” yang menjabarkan secara gamblang kecurangan yang terjadi selama pemilu 2024. Kecurangan pemilu kali ini memang terjadi secara sistemis dan celakanya melibatkan kekuatan dan alat negara, mulai dari pencalonan yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Keputusan yang melanggar kode etik MK, hingga para komisioner KPU yang dijatuhi sanksi pelanggaran etik karena menerima pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden.

Selanjutnya, sebagai negara yang menerapkan konsep demokrasi tak semestinya politik dinasti dilevel kepemimpinan nasional dipertontonkan, memang tak boleh menghalangi siapa pun yang ingin mencalonkan menjadi pemimpin bangsa tetapi tidak dibenarkan jika harus menelanjangi konstitusi karena merupakan anak presiden dan juga keponakan ketua MK padamasa itu. Mempertontonkan pelacuran konstitusi untuk melanggengkan pencalonan politik dinasti merupakan tamparan besar bagi bangsa ini. Implikasinya, seorang ayah yang ‘baik’ kemudian ikut membantu sang anak agar dapat melanggeng ke istana. Cawe-cawe yang dilakukan oleh sang ayah yang merupakan presiden justru menurunkan marwah seorang kepala negara, lebih parahnya lagi ketika segala kekuatan dan alat negara yang dimiliki dikerahkan sedemikian untuk memuluskan jalan pangeran.

“Vox populi vox dei, Suara rakyat suara tuhan” agaknya sudah sungkan untuk digunakan lagi setelah melihat hasil quick count dan real count sementara yang memenangkan paslon nomor 2, Tak sudi rasanya Tuhan yang maha suci dan maha besar ‘dipersamakan’ dengan hasil pemilu yang memenangkan pasangan calon terduga pelanggar HAM otoriter dan anak emas yang dimuluskan dengan pelanggaran etik. Memang hasil ini adalah pilihan dari suara rakyat, tetapi pilihan yang telah ditelanjangi dengan berbagai kecurangan dan manipulasi. Sengketa MK dan Hak Angket DPR pun sedang mewacana untuk ditempuh oleh paslon dan politisi partai yang ada di senayan terkait dugaan pelanggaran pemilu 2024.

Dimanakah Keberpihakan Pemuda Hari Ini ?

Fakta yang sangat memilukan ketika melihat hasil survey litbang Kompas pasca pemilu 2024 menunjukkan bahwa segmentasi pemilih Gen Z sebesar 65,9% yang memilih paslon nomor 2. Pemuda yang juga menjadi segmentasi pemilih terbesay semestinya menjadi agen perubahan namun justru terlena dengan buaian dan gimik yang ditampilkan dimedia sosial. Perubahan paradigma pemuda hari ini yang cenderung pragmatis dan menjadi sebab hal tersebut terjadi, banyak dari pemuda bahkan yang dulunya aktivis dan mantan ketua lembaga mahasiswa justru terang-terangan mendukung dan menjadi tim pemenangan dari paslon nomor 2. Situasi yang begitu konyol mereka yang dulu selalu turun ke jalan meneriakkan perlawanan dan mengkritik lewat media hari ini ciut dan bergabung menjadi penjilat di barisan yang haus kekuasaan. Media sosial yang semestinya dijadikan sebagai ruang dialektis dalam mengadu gagasan untuk bangsa justru menjadi tempat gimik-gimik yang membodohi.

 Dunia digital hari ini mengalami pergeseran peran di Tengah masyarakat yang semestinya menjadi media untuk mempercepat informasi dan komunikasi namun justru menjadi media untuk hegemoni dan membangun post-truth. Media online banyak terafiliasi terhadap paslon kemudian memproduksi pemberitaan dengan memainkan kata-kata manipulatif secara halus agar sang paslon dianggap baik dan benar oleh masyarakat. Media berusaha untuk membentuk pemaknaan beragam dalam merepresentasikan dan merekonstruksi fakta politik berdasarkan kepentingan sehingga kekuatan hegemoni media dimiliki oleh paslon. Selain hegemoni media kekuatan influencer dan buzzer juga semakin merajalela di kanal-kanal online, mereka mereproduksi konten-konten yang terkesan gimik seperti gemoy, samsul dan oke gass di berbagai platform media sosial. Hal ini dilakukan untuk menutupi citra paslon mereka yang terkedan otoriter dan pelanggar etik. Mirisnya lagi banyak dari kaula muda yang termakan kondisi demikian, mereka memilih paslon 02 karena alasan yang sangat konyol dan tak merepresentasikan kaum iltelektual yang kritis. Alasan gemoy misalnya, menjadikan kontestasi pemilu ini seakan kontestasi taman kanak-kanak, selanjutnya konten video yang dipotong kemudian diberi backsound sedih yang berusaha memutar balik fakta yang ada. Kondisi yang sangat menyedihkan ketika kaum muda yang terlena dengan konten konten media sosial hingga melupakan berbagai hal fundamental di republik ini, penggusuran atas nama proyek strategis nasional, kasus HAM yang tak kunjung selesai, Krisis iklim yang semakin parah, harga sembako yang semakin melejit hingga semakin mahalnya biaya Pendidikan.

Apakah Kondisi Ini Harus Kita Wajarkan Atas Nama Kemajuan dan Open Minded ?


Situasi ini tak bisa ditolerir, kaum muda mesti dikembalikan pada marwahnya menjadi kelompok intelektual kritis terhadap pemerintah yang menjalankan hal-hal kotor di kenegaraan. Pemuda harus bangkit dari tidur panjangnya, menyadari kembali perannya sebagai agent of change dan social of control. Mereka mesti lebih peka terhadap persoalan sosial dimasyarakat, menyelamatkan demokrasi dan kebebasan berpendapat, melawan dari cengkraman oligarki yang menyengsarakan.


Sebagai agen perubahan kaum muda mesti mengubah kembali dunia maya menjadi sumber informasi yang kredibel dan terpercaya yang terlepas dari hegemoni dan gimik yang tak jelas. Menjadikan ruang online sebagai ruang yang aman dan nyaman untuk mengekspresiakn diri dan bersuara akan keresahan.

Pada dunia nyata pun demikian merespon segala bentuk keresahan dan jeritan kaum bawah yang tertindas oleh penguasa dan oligarki.
Menjadi control sosial dengan tetap terus melawan karena melawan bagian dari menjaga keseimbangan demokrasi. Melawan segala tindakan kotor penguasa dan kroninya serta melawan segala bentuk ketidakadilan dan penindasan dengan cara apapun itu. Satu peran sentris yang mesti ditempuh untuk menjalankan peran-peran itu ialah menjadi Oposisi dari pemerintahan yang kejam dan otoriter, menghalalkan segala cara untuk memuaskan hasrat oligarki berkuasa dan keserakahan diri dengan mengorbakan tanah air dan segala isinya termasuk rakyat kelas bawah. Maka kata yang seharusnya berpekik dengan lantang dan terus-menerus yaitu “Lawannn!!!!”


Ilustrasi: A nutshell

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0