Mataram — Dalam rapat harian Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), pada Jum’at (3/1) lalu. PB HMI versi Arya Kharisma Hardy putuskan tempat Kongres XXXI akan digelar bulan Maret 2020 di Jakarta.
Hanya saja keputusan itu melenceng jauh dari hasil rekomendasi Kongres XXX di Ambon 2018. Kala itu direkomendasikan 17 kota: Banda Aceh; Palembang; Solo; Jember; Makassar; Mataram; Palangkaraya; Padang; Bandar Lampung; Bangka Belitung; Sorong; Tangerang; Malang; Pontianak; Bandung; Bengkulu; dan Manado.
Lampiran nama-nama kota itu di-posting langsung oleh Saddam Al Jihad selaku Ketua Umum PB HMI hasil Kongres XXX, di akun instagramnya: saddam.aljihad.
Dia bukan hanya mem-posting, tapi terutama seperti menyangkal hasil rapat harian PB HMI versi Arya. Itulah kenapa Sadam mencoba merestropeksi apa yang direkomendasikan dalam Kongres sebelumnya. Dirinya mengigatkan keluarga besar himpunan tak hanya dengan pertanyaan tapi juga tanda: centang untuk yang benar dan silang terhadap kesalahan.
“Refresh dulu, hasil Kongres Ambon. Dimanakah Tuan Rumah Kongres berikutnya? Palembang, Jakarta (Adakah?),” tertulis di akun instagram saddam.aljihad.
Sebagai bentuk penyangkalan terjadap ketidakonsistenan atas rekomendasi Kongres XXX. Maka di instagramnya itu Saddam terangkan sebuah unggahan gambar yang agak indah: ikan, laut, jembatan, kubah masjid, dan logo HMI diramu dalam warna-warni dan sederet kalimat tegas: Kongres Himpunan Mahasiswa Islam XXXI Palembang – Sumatera Selatan.
Sikap tersebut dibumbungkan berdasarkan hasil Pleno II PB HMI versi Saddam, yang–dihadiri 20 Badko HMI se-Indonesia–dilaksanakan di Pulau Tidung pada tanggal 2-4 Agustus 2019 lalu.
Melalui seabrek media masing-masing PB versi-versian itu saling memberikan pernyataan. Ada yang memutuskan Kongres XXXI di Jakarta, tapi terdapat pula yang menegaskan akan diselenggarakan di Palembang.
Karena hal itu, aliansi HMI se-Badko Nusra pun angkat suara. Yang pada intinya ialah agar jangan sampai timbul perpecahan di tubuh HMI, terutama bagi kepengurusan yang nantinya akan mempersiapkan Kongres berikutnya. HMI diharapkan bisa bersatu secara lebih baik lagi. Apalagi HMI adalah organisasi tua yang seharusnya mampu memberi inspirasi yang positif, bukan malah mempertontonkan ketidakstabilan atau dualisme yang ada seperti sekarang ini.
“Mengamati situasi yang terjadi pada Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Periode 2018-2020, yang sampai hari ini belum memberi tanda-tanda positif yakni dalam bentuk penghentian konflik dualisme Kepengurusan PB HMI menjadi hanya satu PB HMI,” tulis Aliansi HMI se-badko Nusra, dalam rilisnya yang diterima tim redaksi, Jum’at (17/01/2020).
Aliansi kader-kader ini begitu dilematis melihat perpecahan yang terjadi. Itulah mengapa mereka agak pesimis bukan hanya dalam urusan kaderisasi tapi juga gerakan organisasi. Dualisme soalnya membuyarkan orientasi. Dalam kondisi inilah kemajuan jelas sulit dicapai.
“Kami menyadari pada satu sisi konflik dualisme PB HMI merupakan dinamika yang memang telah terjadi dan tidak dapat terhindarkan, namun disisi lain dalam waktu yang sama tantangan HMI sebagai organisasi kepemudaan dan kemahasisswaan semakin dinamis dan beragam yang membutuhkan kesiapan ekstra organisasi jika ingin bertahan dan menjadi organisasi maju, tetapi tentu hal itu sulit terjadi, sebab tidak mungkin kinerja organisasi bisa maksimal sementara konflik dualisme berkepenjangan terjadi,” tekannya.
Perpecahan yang terjadi dalam kepengurusan PB HMI eksesnya mengalir sampai ke Komisariat, merembet ke lembaga-lembaga, dan terutama menghambat pelbagai program organisasi. Keadaan inilah yang membuat kader-kader menyeringai. Rinai konflik menerpa tak mau berhenti. Sehingga himpunan menjadi lunglai. Dirinya kekurangan inovasi dan miskin imajinasi, tapi sesak dengan basa-basi. Kondisi itu bagai organisme yang sedang frustasi.
“Konflik yang mendera PB HMI telah berdampak sistemik bagi seluruh bagian organisasi baik itu di tingkat Badko, Cabang, bahkan Komisariat serta Lembaga dan Badan Khusus, dampak itu bukan hanya berupa dualisme namun lebih serius lagi yakni terjadinya kelesuan organisasi dalam menjalankan peran-perannya, hal tersebut terbukti dengan tidak adanya inovasi, program strategis yang bisa dilaksanakan PB HMI di periode ini, juga minimnya inovasi HMI secara nasional.
Rupanya HMI memang sedang alami inersia. Kepengurusan besarnya semakin menggila. Kuasa telah membuatnya berubah jadi mahluk luar angkasa: telinganya tak kenal bahasa sendu kader-kadernya; mulutnya bukan enggan bersura tapi tidak mengerti kata-kata manusia; bahkan matanya tidak mampu untuk melihat kemunduran yang ada di hadapannya; hidungnya pun sudah tak bisa merasakan bau bacinnya suasana; sedangkan kulitnya seperti hatinya, enggan dapat merasa; Kaki dan tangannya ringkih buat bergerak di bumi karena kaku semua. Sepertinya spesies ini bertahan hidup mengandalkan naluri, bukan akalnya.
Nalurinya hanya mendorong untuk terus berkuasa. Lihat saja bagaimana PB HMI tak kunjung disatukan jua. Karena kedua kepengurusan itu tidak mau menggelar rekonsiliasi. Dualisme lantas tambah menjadi-jadi. Itulah mengapa soal kongres XXXI saja harus saling tanding-menandingi.
“Kita mengeahui bahwa periodesasi atau masa kepengurusan PB HMI pasca Kongres ke 30 di Kota Ambon sebentar lagi akan berakhir, maka baiknya proses penyelesaiakan konflik sesegara mungkin dilakukan oleh kedua belah pihak yakni saudara R. Saddam Aljihad dan saudara Arya Kharisma H yang masing-masing telah mengklaim sebagai Ketua Umum PB HMI,” desaknya.
Adapun tuntutannya, Aliansi HMI Cabang se-Badko Nusa Tenggara menyatakan sikap bersama–sebagai berikut:
1. Konflik yang mendera PB HMI periode 2018-2020 sangat berdampak sistemik bagi keberlangsungan HMI secara nasional dan telah menyebabkan terjadinnya kelesuan organisasi;
2. Mendesak saudara R. Saddam Aljihad dan saudara Arya Kharisma H untuk segera melakukan rekonsiliasi dalam bentuk pernyataan dan deklarasi bersama untuk melaksanakan satu Kongres HMI pada Kongres HMI Ke-31;
3. Aliansi HMI Cabang se-Nusa Tenggara siap menjadi fasilitator Rekonsiliasi kedua belah pihak;
4. Secepat mungkin melaksanakan Kongres HMI Ke-31 demi percepatan perbaikan organisasi;
5. Apabila penyelesaian konflik tidak kunjung berakhir dengan adanya kongres ke-31 HMI yang dilaksanakan hanya dengan satu Kongres oleh kedua belah pihak, maka kami tidak mengakui kongres yang dilaksanakan oleh ke dua belah pihak tersebut.
“Kami mengajak seluruh HMI Cabang se-Indonesia untuk mendesak rekonsiliasi nasional HMI serta menolak apabila terdapat dua Kongres yang dilaksanakan masing-masing pihak yakni R. Saddam Aljihad atau Arya Kharisma H,” tandasnya.
Untuk diketahui, yang bertanda tangan dalam pernyataan sikap aliansi tersebut terdiri dari 9 Cabang dengan diwakili oleh Ketua Umum (Ketum)-nya masing-masing: HMI Cabang Kupang, Ketum Adnan Sulawetang; HMI Cabang Dompu, Ketum Caca Handika; HMI Cabang Loteng, Ketum Lalu Habibi; HMI Cabang Sumbawa, Ketum Arjoni; HMI Cabang KSB, Ketum Rusnan; HMI Cabang Selong, Ketum M. Ahwal Usri Yusro, Ketum HMI Cabang Alor, M. Al Amin Koda; HMI Cabang Bima, Ketum Sukrin; dan HMI Cabang Mataram, Ketum Andi Kurniawan. (*)