“Jadi, dunia kalau mau belajar mengenai korupsi, belajar ke Indonesia” -Adnan Pandu Praja
“Masa depan pemberantasan korupsi sedang dipertaruhkan hari hari ini. Indonesia yang lebih bersih atau Indonesia yang akan membusuk” -Goenawan Mohammad
“Korupsi itu tumor ganas yang mematikan secara masif dan pelan-pelan. Lapar dulu, stress dulu, baru depresi dan mati” -Busyro Muqoddas
Waktunya kita percaya kalau korupsi itu tidak bahaya sama sekali. Perbuatan itu memang ada tapi pelakunya tak bisa siapa saja. Mustahil pejabat korupsi apalagi wakil rakyat. Bukankah mereka sudah disumpah untuk menjadi orang yang amanah, jujur, dan baik hati. Bahkan korupsi tak mungkin dilakukan petugas hukum. Karena mereka petugas yang dimandatkan oleh UU untuk memberantas kejahatan. Hanya di film India saja ada petugas hukum yang jadi penyamun uang rakyat.
Di sini kita musti percaya kalau wakil rakyat itu benar-benar mewakili rakyat. Rakyat ingin sejahtera maka wakilnya lebih dulu sejahtera. Rakyat ingin keadilan maka serahkan itu pada mekanisme yang sudah disusun oleh wakilnya. Sungguh keji kalau kita menuduh wakil rakyat sengaja mengabaikan suara rakyat karena mereka -semuanya itu- telah dipilih oleh rakyat. Tak mungkin rakyat keliru memilih wakilnya apalagi khilaf memilih pemimpinnya. Maka percayalah kalau komisioner KPK yang sudah ditetapkan itu adalah pilihan paling baik dari rakyat melalui wakilnya.
Katanya kalau ingin pemimpin KPK yang ideal carilah di surga. Itu yang dikatakan orang di istana. Sungguh ini peryataan yang mulia dan luar biasa. Perkataan yang jujur dan menyejukkan. Berarti memang kita sekarang tinggal di neraka. Karena hanya nerakalah lokasi yang berlawanan dengan surga. Bijak orang istana mengatakan itu karena mereka pasti mengerti suasana yang ada di lingkungannya. Rakyat diajari untuk memahami di mana mereka berada dan rakyat diminta mengerti mengapa keadaan seringkali tak sesuai dengan yang mereka harap.
Kita harus memuji langkah Dewan yang akan merevisi UU KPK. Biarlah lembaga ini diawasi, dikendalikan, dan tidak main tangkap sebagaimana yang dulu mereka kerjakan. KPK katanya harus konsisten di pencegahan. Cegahlah semua gejala sehingga tak muncul penyakitnya tiba-tiba. Ambillah contoh demam berdarah yang mana pencegahanya dimulai dari kuras kamar mandi, awasi genangan air, dan jangan ada tumpukan baju kotor di mana-mana.
Maka cegahlah korupsi sejak dini. Korupsi itu dimulai dari budaya. Seperti korupsi waktu contohnya. Janji datang jam sekian ternyata molor datangnya. Maka tugas KPK sekarang ini adalah membasmi budaya korupsi. Itu bisa dimulai di mana saja. Seperti menangkap anak sekolah yang datang terlambat atau menasehati mereka agar tidak membuang-buang waktu. Itu semua adalah budaya korupsi yang musti dibasmi. Pasti banyak orang tua gembira kalau KPK menjadi garda terdepan keluarga bahagia. Cegah korupsi dari lingkungan keluarga. Luar biasa kalau itu terjadi!
Bahkan kalau perlu, para koruptor yang sudah ditangkap itu dibebaskan saja. Terutama mereka yang berasal dari wakil rakyat, pejabat negara, atau lingkungan istana. Tak mungkin mereka korupsi karena mereka itu sudah banyak jasanya: ada yang sudah duduk di jabatan tinggi negara dan bahkan ada yang jadi ketua partai segala. Berikan penghargaan pada mereka karena telah berkorban untuk partainya, sejawatnya, hingga keluarganya. Berikan gelar pahlawan untuk mereka karena berhasil mengharumkan nama institusi dan partainya. Yang dilakukan kemaren itu bukan korupsi, tapi perbuatan terpuji yang berguna bagi kepentingan diri, keluarga, dan koleganya.
Jika mungkin, di UU KPK yang baru disebut juga kalau KPK tak berwenang menangkap pejabat negara di tingkat mana saja. Biarkan pejabat negara melakukan apa saja karena memang itulah tugas utama pejabat: berpikir dan bertindak sesuai keinginannya. Berkaca dengan pengalaman yang lalu, katanya KPK membuat takut pejabat untuk mengambil keputusan. Sekarang tugas KPK bukan membuat takut, tapi membawa rasa gembira pada pejabatnya. Terciptalah nanti hubungan yang saling menguntungkan antara KPK dengan pejabat negara: KPK suka dengan semua pejabat negara dan pejabat negara tak lagi kuatir kalau ketemu KPK.
Alangkah gembiranya rakyat kalau melihat keadaan seperti itu. Komisioner KPK bisa akrab dengan pejabat mana saja. Yang jadi Bupati tak lagi takut untuk menggunakan uang negara, yang jadi hakim tak lagi kuatir kalau mainkan perkara, dan yang jadi petugas hukum tak perlu malu lagi kalau punya kekayaan luar biasa. Pejabat bahagia menjalankan tugasnya dan KPK tak lagi disibukkan oleh kegiatan yang buat ramai media. Tentu keadaan ini akan membuat pembangunan bisa lancar, mulus, dan tak ada gangguan dari mana-mana.
KPK kalau perlu tak lagi menangkapi tapi menasehati. Tak usah menghukum tapi mengayomi. Motonya ‘tak harus berani tapi sabar menanti’. Sehingga yang kita inginkan KPK akan berisi para pegawai yang sabar, bijak, dan hati-hati. Wadah pegawai KPK yang progresif, radikal, dan militan perlu diubah jadi himpunan pegawai negeri yang patuh, taat, dan memahami arti menjadi bawahan. Singkatnya, KPK tak lagi berpolitik sebagaimana yang dikutuk oleh salah satu wakil rakyat tapi berbahagia karena telah mendapatkan pemimpin yang dulu ingin dihukum. Kelak tugas KPK tak lagi menghukum tapi memaafkan.
Jika itu terjadi sungguh luar biasa. Itu pasti menggembirakan bagi pejabat siapa saja. KPK akan dikenang sebagai lembaga yang menegakkan hukum, bukan hukuman. KPK nanti akan tumbuh menjadi lembaga yang tak lagi memberantas korupsi tapi mencegah korupsi. KPK tak lagi mengawasi tapi diawasi. KPK bukan Komisi Pemberantas Korupsi tapi Komisi Pencegah Korupsi. Tugasnya tak lagi menangkapi tapi sosialisasi. Ke mana-mana KPK akan katakan bahwa, “Korupsi itu bahaya, karena itu, biarkan saja nanti Tuhan di akhirat yang akan mengadili.” Betapa bijak, arif, dan agungnya KPK, menyerahkan semua urusan ke alam baka.
Atas semua ini,
Kita harus terimakasih pada wakil rakyat yang bisa menciptakan lembaga KPK seperti ini. Paling penting kita harus katakan terimakasih pada Presiden yang seia sekata dengan wakil rakyatnya. Harmonis sekali hubungan kepala negara dengan wakil dan rakyatnya sekarang ini. Wakil rakyat mau revisi UU KPK maka Presidennya menyetujui. Romantis sekali jika keinginan wakil rakyat atas KPK bisa sama dengan keinginan kepala negara. Sungguh luar biasa kita bisa melahirkan sejarah yang tak pernah diduga sama sekali: KPK jadi lembaga yang sesuai dengan keinginan para elitenya.
TAPI BENARKAH KITA SEMUA MENGINGINKAN YANG SEPERTI INI?!!(*)