Na’udzu Billah min Syururi Anfusina wa min Sayyi’ati A’malina (Kami memohon perlindungan Allah dari keburukan diri Kami dan dari kejelekan perbuatan kami)
Pastilah ia merasa senang dan bangga. Mungkin ia ingin mengatakan, “Inilah kebenaran yang ditunggu-tunggu,” atau, “Tiap doa orang yang ditindas niscaya akan dikabulkan,” atau, “Bagi kami apa yang kami minta pastilah didengar.” Singkatnya, Neno Warisman akan makin percaya kalau dirinya manusia beriman yang pantas dikabulkan semua permintaannya.
Neno Warisman pasti akan laris baca doa. Di mana ada acara yang diakhiri dengan doa, pastilah dirinya yang membacakannya. Sebab semua yakin kalau doanya dijamin akan dikabulkan. Pastilah acara apa pun akan mendatangkan dirinya.
Bayangkan, hampir semua acara publik akan berakhir dengan doa. Melalui terkabulnya doa Neno Warisman maka semua acara yang penting bukan kegiatan, tapi doanya.
Neno Warisman lebih yakin kalau kita memang sedang berada di zaman perang. Kalau Pilpres ibarat Perang Badar, maka pilihan bupati, wali kota, hingga lurah serupa juga dengan perang di zaman Rasulullah; bahwa golongan Neno Warisman selalu meyakini kalau kelompoknya adalah ‘pemegang mandat’ satu-satunya kebenaran.
Bagi Neno Warisman, ‘perang’ merupakan analogi yang cocok untuk pertarungan politik saat ini. Sehingga ketika golongannya menang, yang dilakukan bisa ‘mengampuni’ seteru tapi pindah pada keyakinan politik mereka, atau ‘menghukumnya’.
Sebagaimana Perang Badar maka yang kalah musti diambil semua harta kekayaannya sekaligus diminta untuk pindah pada golongan politiknya. Paras politik negeri ini akan berubah total karena yang dipertarungkan bukan suara, tapi nyawa dan kehormatan.
Neno Warisman serta pendukungnya bukan lagi melawan Jokowi serta pendukungnya, tapi Abu Jahal bersama kaum kafir yang ‘diimajinasikan’ olehnya takkan mungkin menyembah Tuhan.
Saya sulit membayangkan bagaimana Abu Jahal, Abu Lahab, serta Hindun dibayangkan oleh Neno Warisman ada di kelompok yang sekarang menjadi lawannya; himpunan manusia bejat yang pasti masuk neraka itu tiba-tiba berdiri berseberangan dengan kaum Neno Warisman.
Neno Warisman akan lebih antusias untuk meyakini semua kegiatan politik sebagai cerminan apa yang terjadi di Zaman Nabi. Kalau Pilpres saja ibarat perang, apalagi kebijakan politik apa pun pasti akan dinisbahkan pada kejadian di masa silam. Waktunya semua orang musti baca sirah untuk memahami apa yang terjadi pada hari ini. Pertimbangan keputusan politik adalah apa yang terjadi masa lalu ketimbang apa yang menjadi soal di masa depan.
Neno Warisman tak perlu berkomentar atas apa yang ia lakukan. Sebagaimana hukum doa, maka apa pun yang dimintakan pada Tuhan itu tak perlu dipertanyakan. Doa adalah dunia privat antara manusia dengan Tuhan. Sehingga dilarang untuk bertanya atas isi doa apalagi bertanya mengapa doanya semacam itu. Wajar kalau kemudian media sulit bertanya tentang apa yang dilakukan Neno Warisman hari itu.
Jaminan kehidupan pers yang bebas akan terancam. Bukan karena dikabulkannya doa, melainkan tiap tindakan politik menjadi bermakna agama. Tak boleh dipertanyakan apalagi disangsikan tujuannya. Pokoknya yang diketahui semua itu untuk kebaikan, terutama dunia, maupun alam baka. Sulit memang nalar untuk memahami, tapi itulah yang akan terjadi karena semua itu tinggal diyakini saja.
Jaminan sirkulasi elite politik tak harus melalui Pemilu. Kalaupun mekanismenya Pemilu, tapi semangatnya adalah bertempur. Pasukan dikerahkan, doa dinyatakan, dan peperangan dinyalakan. Mengerikan memang, tapi ini keyakinan yang pertaruhannya adalah keyakinan, hidup mati, bahkan keselamatan akhirat. Masa depannya adalah bertahan tidaknya kepercayaan untuk ‘menyembah’ Tuhan.
Kalau nanti semua itu terjadi seperti yang diharapkan Neno Warisman, maka apa yang bisa kita perbuat? Mari kita berdoa untuk Neno Warisman saja: semoga diberikan hidayah untuk kembali ke jalan akal sehat, dimuliakan hatinya untuk bisa menerima perbedaan dengan sabar, dan selalu meyakini bahwa rasa sombong itu takkan membuat seseorang menghirup baunya surga.
Semoga Neno Warisman lebih baik lagi dalam memahami Sirah, memahami agama, dan mempelajari kehidupan luar biasa Rasulullah.
Ya Allah, saya titip Neno Warisman, semoga mendapat petunjukMu yang sebenar-benarnya dan ampunanmu. . . . Amin!(*)