Mortal Engines, Film yang Memanjakan Imajinasi

Apa fantasimu tentang sebuah kota? Tempat yang dihuni oleh warga dengan rumah, gedung serta tempat hiburan yang megah. Atau kawasan yang isinya kemacetan, polusi, dan kesibukan bercampur baur?

Tapi bagaimana kalau ada kota, penduduk, dan kesibukan itu sendiri berdiri di atas roda raksasa kemudian mencari mangsa kota-kota lainya? Jangan percaya kalau itu semua takkan mungkin terjadi.

Jika kita hidup di sebuah kota yang terus bergerak, pastilah kita bisa menghormati yang beda. Karena, kota itu akan bertemu dengan kota lainya yang punya tabiat berbeda. Kota itu bisa ‘memakan kota lain’ yang penghuninya pasti punya kultur yang berbeda. Mortal Engines membuat hidup hari ini jadi tampak menjemukan dan konyol.

Film ini membangun fantasi di atas keyakinan megah seperti itu. Kota London yang mewah dijalankan oleh walikota serta seorang ilmuwan yang sangat ambisius. Berjalan dengan roda raksasa melakukan perburuan pada kota-kota kecil tapi punya persediaan bahan bakar atau teknologi yang bisa dirampas.

Pada dasarnya memang itulah fungsi kota hari ini, memangsa siapa saja yang datang serta menguras semua potensi terbaik orang yang terjerembab di dalamnya.

Moral cerita ini terang: ambisi banyak kota raksasa yang ingin mengubah wajah kota-kota kecil. Saksikan saja bagaimana sekarang ini semua kota punya keseragaman bangunan: mall itu pasti, ruang yang dipenuhi oleh para penjual pinggir jalan, dan mengalirkan listrik dalam jumlah raksasa selama 24 jam ke semua tempat. Kota itu bukan hanya lapar konsumsi, tapi juga menginginkan kota lain untuk berparas sama.

Awal mulanya keinginan untuk memperkuat kota. Caranya dengan ekspansi. Arahnya ke Timur: tempat yang masih dinilai sebagai sumber apa saja. Sumber nilai etis, kekayaan alam yang luar biasa, dan bahan mentah. Bahan utama melakukan ekspansi adalah senjata; tapi senjata yang punya daya mematikan dan tak mungkin bisa dilawan. Guna merebut senjata itu musti ada korban.

Dendam berawal dari korban yang masih tersisa. Namanya Hester Shaw, gadis yang mukanya kena luka dan menutup mulut dengan sapu tangan warna merah. Ia mau menghabisi pria yang kini berkuasa di London. Seorang antropolog yang penampilanya menawan tapi punya kebengisan. Thadeus Valentine secara rakus ingin melakukan penaklukkan dan cara satu-satunya adalah mengarahkan kota London menuju ke timur dan yakin ada sumber kekayaan melimpah di sana.

Kalau anda tak suka dengan fantasi mungkin akan menganggap ini film mengada-ada. Bisnis hiburan yang didanai oleh Holywood dengan sasaran penonton seperti saya ini. Apalagi nalar anda sulit untuk menjangkau sebuah situasi dari apa yang kita pegang, hargai, dan hormati hari-hari ini hanya menjadi ornamen di museum. HP hingga minion di masa depan bernasib seperti Dinosaurus hari ini. Film ini memanjakan dunia fantasi yang mungkin pernah terbenam saat kita masih bocah.

Ketika pelajaran di sekolah tak bisa membuat pikiran kita terbang atau tak mampu mempertemukan kita dengan orang-orang unik, maka film ini menyajikan semua itu dengan meriah: kejar-kejaran di tengah traktor raksasa yang menggilas rumah, tembak-menembak di lapangan udara yang menggantung di langit, hingga antar kota saling kejar-mengejar.

Jika kamu tak takjub dengan peragaan sinema di film ini, pantas untuk segera memeriksakan diri ke psikiater. Pasti ada gangguan jiwa dalam diri Anda.

Pelajaran etisnya dalam film ini sederhana: berbuat baik itu jangan pernah merasa cukup, tiap dendam bisa dilawan dengan rasa empatik, dan ambisi tak selamanya berbuah kebaikan.

Kalau mau dibuat ringkas, pesan film ini singkat: jangan pernah takut melawan kejahatan meski itu parasnya megah. Itu sebabnya spirit film ini bukan tentang kebaikan yang selalu menang, tapi para pemberontak yang punya keyakinan akan kehidupan lain yang lebih baik.

Mereka yang tergabung dalam kelompok perlawanan serta yang dituduh sebagai pemberontak. Berasal dari dunia timur, mereka ingin menghentikan ambisi London yang hari itu dipimpin oleh penguasa tamak. Nekat, selalu percaya diri, dan curiga pada orang London apalagi dengan penampilan borjuisnya.

Beberapa adegan memancing rasa terkejut dan terpukau.

Memang semua itu dirakit oleh teknologi yang bisa melahirkan efek visual yang gila. Teknologi CGI memang ajaib: membuat apa yang masih kita bayangkan jadi apa yang nyata di layar, membuat apa yang baru kita rindu jadi wujud yang lebih konkrit, dan menciptakan adegan itu di luar hidup kita keseharian.

Tugas terindah film adalah mengeluarkan kita dari kenyataan yang sempit dan picik. Mortal Engines mengingatkan pada kita kalau hidup tak sebatas apa yang kita alami hari ini dan yang kita jalani pun kelak hanya menjadi kenangan saja.

Lalu, apa gunanya menonton film yang penuh fantasi ini? Saya tak pernah memikir soal kegunaan jika menonton film. Film itu memberi pengalaman yang unik, subyektif, dan karenanya sugestif.

Mortal Engines membuat kita percaya kalau menggerakkan petualangan butuh keberanian, kreativitas, dan musuh bersama. Didasarkan atas trilogi dari sebuah novel, film ini membuat kita percaya kalau hidup hari ini pantas dihargai karena ada harapan serta masa depan yang bisa kita buat indah tapi juga hancur.

Senjata pemusnah memang telah jadi modal kekuatan sebuah negara. Banyak negara berusaha membuatnya sambil percaya kalau ada aturan untuk pemakaianya. Tapi kita tahu senjata itu tergantung pada pemimpin yang bisa jadi dirasuki oleh ambisi, harapan konyol, dan mimpi gila. Kalau tiupan ambisi itu yang meluap, mungkin saja senjata itu akan mencari mangsanya. Mortal Engines menuturkan itu semua dengan cara sederhana.

Bagi kita dan terutama saya, film ini membuat kita bisa menghormati fantasi. Dunia tak bisa dibentuk hanya dengan pikiran rasional dan ambisi yang gila. Dunia dibangun oleh fantasi yang bisa memberikan panggung lebar untuk para pejuang, bagi pecundang, atau mereka yang bersolidaritas pada siapa saja yang dilemahkan.

Film ini dengan cara mengaggumkan membuat kita percaya bahwa manusia unggul bukan karena patuh pada otoritas atau pintar menyelesaikan masalah, tetapi karena fantasi yang menyala dalam dirinya.

Jika Anda menikmati film ini, berarti memang Anda orang yang menghormati keutamaan dunia imaginasi yang dibimbing oleh naluri fantasi. Semoga anda tidak takut untuk mencobanya!

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0