Hukum Babi Buta, Nelayan Jadi Tersangka (KEPITING MEMBAWA PETAKA 2)

Laporan Melki AS dan Ahmad Rifai

***

Sambil menunjukkan beberapa kertas yang sudah agak lusuh, Tri Mulyadi, tersangka penangkapan dan penjualan kepiting yang dilarang undang-undang menceritakan bahwa kasus yang dialaminya sangatlah aneh. Hal itu karena beberapa hal, mulai dari tidak adanya sosialisasi awal kalau hal tersebut tidak boleh dilakukan. Lalu ada juga keanehan lainnya dimana ia ditersangkakan oleh Ditpolair Polda DIY dengan tidak menunjukkan bukti-bukti langsung, hanya bukti dari tengkulak atau pengepul yang tidak jelas juntrungannya. Karena justru kepiting kecil yang dipermasalahkan tersebut bukanlah dari tangkapannya. Selain itu, semua kepiting tangkapannya hanya seberat 2,7 kilogram, akan tetapi di pengepul kepiting, malah ada 6 kilogram lebih yang isinya kepiting kecil-kecil dibawah standar tangkapan. Tapi hanya karena berdasarkan ‘omongan’ pengepul yang bernama Supri tersebut, bahwa itu adalah hasil tangkapan dan penjual dari nelayan Tri, maka hal itu menjadi pembenaran bagi penyidik Ditpolair Polda DIY untuk membuat berkas pen-tersangka-an.

dok. smi

‘Saya ini orang kecil mas, buta hukum, jadinya takut sama polisi. Trus saya ada foto tentang penjualan kepiting itu. Tadinya polisi bilang saya tangkap dan jual kepiting kecil. Seperti semua yang ditunjukkan oleh pengepul. Di foto itu saya perlihatkan foto kepiting yang saya jual. Di foto tersebut terlihat besar-besar. Tapi ada satu yang kecil. Lalu penyidiknya bilang lha itu ada yang kecil satu. Padahal tadi penyidik bilang semua yang saya jual kecil. Sekarang cari alasan karena ada satu yang kecil’ ujar Tri menceritakan proses pemanggilannya oleh Ditpolair Polda DIY. Saat itu ia dipanggil sebagai saksi sebelum akhirnya statusnya dinaikkan jadi tersangka dan harus laporan setian senin dan kamis.

Tri menceritakan bahwa dirinya sangat terkejut ketika tanggal 21 agustus 2018 beliau dapat surat panggilan untuk menghadap Ditpolair Polda DIY. Isinya antara lain mengatakan bahwa Dedek alias Pencek, yang merupakan panggilan Tri Mulyadi, diharuskan hadir dan menghadap Kompol Fajar Pamudji SH atau Bripka Anton Sujarwo SH untuk diambil keterangannya sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana tentang perikanan peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan RI tentang pelarangan penangkapan dan atau pengeluaran kepiting jenis Scylla SPP dari wilayan Negara Republik Indonesia.

dok. smi

Karena merasa dipanggil pihak aparat, Tri hadir ke Kantor Ditpolair tersebut. Saat itu tidak ada pikiran apa-apa. Karena memang selama ini hubungan warga masyarakat nelayan Samas tersebut dengan pihak Kepolisian dan TNI terbilang baik. Bahkan setiap ada apapun, pihak masyarakat selalu melaporkan ke pihak berwenang, dalam arti disini ialah Ditpolair. Berbekal panggilan, Tri akhirnya datang dan mencoba menjawab semua pertanyaan yang diajukan penyidik. Saat itu penyidiknya ialah Bripka Anton.

Berkali-kali ditanya jawaban Tri sama saja. bahwa ia tidak menjual kepiting ukuran kecil yang dituduhkan tersebut. Disamping juga belum mengetahu sama sekali kalau ada jenis kepiting dan ukuran tertentu yang belum boleh ditangkap dan atau di jual. Tetapi menurut Tri, penyidik selalu ‘ngotot’ menyatakan bahwa barang bukti yang ditemukan petugas di pengepul serta berdasarkan omongan pengepul, bahwa bukti tersebut adalah hasil penjualannya.

‘Udah mas (Tri) terima saja. Mas saya naikkan sebagai tersangka. Barang bukti sudah kuat untuk penetapan sebagai tersangka’ Tri menirukan apa yang dikatakatan penyidik. Penetapan tersangka ini dua hari setelah pemeriksaannya sebagai saksi. Yaitu tanggal 23 Agustus 2018. Sebelum di jadikan tersangka, Tri disuruh membawa alat tangkap yang digunakannya. Setelah ia membawanya, kemudian oleh petugas di foto dan langsung ditetapkan tersangka. ‘Padahal alat yang digunakan adalah sah dan tidak ilegal berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Saya tanya alasannya, tetap saja jawabannya bahwa saya menangkap kepiting kecil-kecil. Tapi saya tidak pernah di kasih tahu dan dikasih lihat kepitingnya. Secara omongan saja. Saya sudah coba minta menunjukkan tetap saja jawaban penyidiknya hanya ngomong saja kalau saya yang menagkap kepiting kecil. Penyidik tidak pernah menunjukkan sama sekali buiktinya, baik secara langsung atau pun foto-fotonya’ ujar Tri lagi.

Status tersangka yang kini disandang Tri Mulyadi, seorang nelayan pantai Samas, Srigading, Sanden, Bantul Yogyakarta tentunya mengguncang seluruh kehidupan nelayan. Tidak hanya di Samas, bahkan sampai ke beberapa wilayah nelayan yang ada. Hal tersebut sangat disesalkan mengingat bahwa kejadian seperti ini sebelumnya tidak pernah terjadi. Para nelayan menangkap kepiting adalah hal biasa yang dilakukan ketika mereka tidak bisa melaut karena cuaca buruk dan sebagainya. Dan ini telah dilakukan dari dulu. Tapi sekarang kemudian aktvitas yang dimaksudkan untuk menyambung hidup sehari-hari tersebut memakan korban. Padahal sosialisasi baru saja dilakukan setelah penetapan Tri sebagai tersangka. Sebelumnya belum pernah ada sosialisasi apapun yang dilakukan aparat pemerintah baik dari dinas atau instansi terkait ataupun pihak kepolisian. Sampai saat ini, kami belum sempat mendapatkan klarifikasi atau tanggapan dari pihak Ditpolair. Sempat mendatangi kantornya di pantai Depok, (19/09/2018), akan tetapi penyidik dan beberapa pihak lainnya sedang keluar. Hal itu disampaikan anggota Ditpolair yang sedang berjaga. Sementara petugas yang ada tidak berani memberikan tanggapan karena harus  terlebih dahulu mendapatkan ijin dari pimpinan.

Selain menunjukkan surat-surat pemanggilan dan penetapan sebagai tersangka, Tri juga menunjukkan surat yang harus ia tandatangani saat membuat laporan. Ia harus melapor setiap senin dan kamis pada pukul 09.00. tampak sudah delapan kali ia membubuhkan tanda tangan. Artinya sudah sebulan ini ia menyandang status tersangka pelanggaran peraturan menteri kelautan dan perikanan. Ia jadi tersangka pertama kali bagi nelayan karena ketidaktahuan dan belum di sosialisasikannya aturan terkait. Tri hanya bisa memandang lesu beberapa kertas lusuh tersebut. Sebelum akhirnya ia melipatnya kembali dan mengembalikan ke kamarnya. Ia telah coba untuk melaut kembali, akan tetapi karena perasaannya yang tidak tenang membuat ia kurang bersemangat. Tetapi hal tersebut harus dilakukannya demi menghidupi keluarganya dan membayar hutang-hutang yang telah menumpuk di warung-warung yang ada.

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0