Jika Pemilu Kita Ganti Dengan Permainan Bola

Sesungguhnya kebenaran itu berat dan sehat, sedang kebatilan itu ringan dan menular (Ali bin Abu Thalib)

Di sepak bola kebutaan terburuk adalah jika hanya melihat bola (Nelson Falcao Rodriques)

Bola itu bulat, permainanya sembilan puluh menit, dan lainnya hanya teori (Jossef Herberger)

Mimpi bukanlah sesuatu yang kita lihat dalam tidur. Tapi mimpi adalah hal yang sulit membuat kita tertidur (Christiano Ronaldo)

***

Permainan bola selalu punya keunggulan: melatih kerja sama, mengasah kepedulian dan menekankan ketangkasan. Para bintang bola tidak ditentukan dari keturunan tapi kepintaran menggiring bola. Bintang bola ditemukan tidak karena kemahiran bicara tapi kecekatan dalam bekerja-sama serta kecerdikan mainkan bola. Lapangan bola itu demokratis: panjang lapangan harus berukuran 90 hingga 120 meter (100 hingga 110 meter untuk pertandingan International) dan lebar lapangan antara 45 hingga 90 meter (64 dan 75 meter untuk pertandingan resmi International)

Ukuran itu semua sama: di negara manapun dan kota mana saja. Bayangkan permainan yang adil secara tempat. Maka permainan itu tak bisa diakali apalagi mengakali dengan curang. Keberhasilanya ditentukan oleh pikiran dan latihan. Bill Shanky bilang: ‘Banyak kesuksesan sepak bola ada di pikiran. Anda harus percaya bahwa Anda adalah yang terbaik dan kemudian memastikannya’.

gbr-google.com

Bermain bola itu menyenangkan karena tiap pemain punya modal yang seragam. Punya dua kaki dengan tim yang jumlahnya sama. Tiap kecurangan dengan mudah diketahui karena permainan ini dimonitor oleh wasit serta penonton. Wasit akan tiup peliut ketika ada pelanggaran. Disebut melanggar karena unsur-unsurnya disepakati bersama.

Bola itu bentuk dan ukuranya semua sama. Tak ada yang lonjong apalagi kotak. Karena bundar maka tiap pemain bisa menyepaknya dan bundar itu yang membuat bola mudah dioper kesana kemari. Di samping itu menyenangkan kalau diperebutkan. Bayangkan saja kalau bola itu kotak: menyepaknya akan terasa sakit dan mengumpankan ke gawang bisa buat kiper terluka.

Maka kesebelasan bola jumlahnya hanya 11 saja. Kecil, lincah dan mudah kerja sama. Ukuran lapangan seimbang dengan jumlah pemain. Sehingga tiap orang punya fungsi yang sepadan: penyerang, kiper hingga penjaga gawang. Tak ada yang merasa dikalahkan dan tak ada yang merasa diri lebih unggul. Lapangan membuat tiap pemain dapat berkontribusi mengikuti kemampuanya sendiri.

Sekarang kalau kita ubah pemilu dengan permaian bola tentu akan menyenangkan. Yang kita hemat pertama kali adalah kriteria yang terpilih. Pada masa pemilu kita dipadati oleh kampanye yang hiruk pikuk dimana kita sendiri sulit memastikan mana yang memang ‘beneran’ perjuangkan kepentingan rakyat dan mana yang sekedar ‘menipu’ saja.

Partai kita sederhanakan jadi kesebelasan. Tiap partai punya kesempatan bertanding mirip piala dunia. Tim yang menang serta penampilanya menawan akan jadi wakil kita. Bahkan kapten yang memenangkan timnya bisa jadi kepala daerah hingga presiden.

Kalau itu diwujudkan dalam main bola kita akan mudah memilih. Misalnya kita akan memilih orang yang pintar mengumpan bola karena itu berarti sosok yang mudah bekerja sama. Ia tak ingin bekerja sendiri dan selalu mendahulukan kepentingan tim. Watak yang seperti ini sulit kita dapatkan kalau tak diuji dalam permainan bola: yang bisa mengumpan dan saling memberi umpan.

Hal yang sama kita berikan penghormatan pada mereka yang bisa membuat gol. Bukan hanya ia punya tembakan yang cermat tapi juga sosok yang mahir memanfaatkan peluang. Di samping juga mereka yang bisa membuat gol adalah orang yang selalu berusaha untuk mengharumkan nama tim. Watak patriotik itu dengan mudah diketahui melalui permainan bola.

Penjaga gawang bisa diibaratkan sebagai menteri keuangan yang selalu menjaga keamanan gawang agar tidak bobol. Apapun akan dilakukan agar gawang itu tidak jebol. Karena posisinya yang sendiri serta hidupnya hanya dipertaruhkan agar bola tak bersarang ke gawang maka kedudukanya mirip martir. Kalau kalah penjaga gawang yang disalahkan pertama kali tapi kalau menang belum tentu ucapan selamat diberikan padanya.

Kata Thibaut Courtois: ‘menjadi orang baik sama dengan menjadi seorang penjaga gawang. Tak peduli berapa banyak gol yang bisa Anda selamatkan, orang-orang hanya akan mengingat saat anda melakukan sebuah kesalahan’

Juga dengan permainan bola kita menghemat sekaligus menghibur. Tiap partai politik bisa bertanding dimana saja dengan penonton yang akan datang dari mana-mana. Bayangkan saja kalau partai politik itu jadi kesebelasan maka kita akan melihat kemampuan politisi dengan sederhana dan apa adanya: kemahiranya dalam berlari dan menggiring bola.

Partai juga akan diisi oleh anak-anak muda. Tak mungkin permainan bola diisi oleh orang yang berusia lebih dari 40 tahun atau bahkan 60 tahun: mereka pasti tak sanggup berlari panjang dan bisa jadi malah mati kalau nekat mencoba. Kaderisasi gampang dilakukan karena tiap pemain akan diukur dari usia sekaligus daya tahan fisiknya.

Lebih dari itu pemilu jadi makin sederhana: tiap partai tidak mempertaruhkan uang untuk menyuap para pemilih tapi mengandalkan keunggulan dalam bermain bola. Kriterianya lebih sehat dan saya rasa rakyat juga tidak keberatan karena menghemat dana yang bisa digunakan untuk kepentingan yang lebih berguna.

Keuntunganya bisa ganda dan dimana-mana: lapangan bola bisa dimanfaatkan optimal dan dibangun dimana-mana. Yang kita butuhkan bukan lagi KPU tapi wasit yang bisa sewa untuk sekali pertandingan. Lapangan bola bisa dimanfaatkan kalau tak ada pemilu. Sekarang semua bisa mubadzir: kotak suara tak bisa digunakan apalagi kartu suara. Kalau pakai permainan bola semua bisa dimanfaatkan. Mulai dari bola hingga lapanganya.

Lagi pula partai juga lebih mudah mengurusnya. Hanya butuh 22 orang di tiap daerah kemudian ketentuanya pasti tidak nepotis karena yang bisa jadi pengurus yang bisa main bola. Kalau itu lima tahun sekali dilakukan kita bisa membuat kejuaraan piala dunia dikalahkan popularitasnya. Sebab dengan terus terang kita ubah politik jadi sebuah permainan yang menggembirakan.

Pasti ada keruwetan administrasi atau perubahan aturan. Tapi semua itu tak ada artinya kalau kita pertimbangkan manfaatnya: pertama kita menggunakan krieteria paling fair dalam merebut suara, kedua kita mendapatkan politisi yang muda sekaligus sehat, ketiga terhindar kita dari politik yang berbau keluarga dan terakhir kita melibatkan langsung rakyat sebagai penonton yang merasakan ‘pesta demokrasi’ dalam makna yang sebenarnya.

Debat politik kita jadi produktif. Tak ada lagi unsur SARA apalagi tuduhan PKI karena semua hanya tergantung pada permainan bola. Rakyat bisa ikut andil untuk kasih pandangan karena yang dipertarungkan adalah permainan bola dan lembaga survai tak usah dipakai lagi karena semua ditentukan dengan permainan bola. Sungguh kalau ini terjadi banyak kemudharatan lenyap seketika!

Paling tidak partai politik dipaksa untuk belajar dari filosofi bola dan pemain bola. Pasti kita nanti akan dapat tamu Ronaldo, Meisi, Mohammad Salah hingga Maradonna. Bayangkan Ronaldo datang ke kantor Golkar lalu melatih ketuanya untuk berlari, giring bola dan mengumpan. Politisi kita pasti akan ramping, lincah dan tidak buncit.

Yang lebih beruntung lagi politisi kita tidak akan merokok sama makan seenaknya. Bola itu butuh pemain yang sehat: badanya terutama dan pikiranya. Lagipula kegagalan dalam bermain bola itu memberi pelajaran ketimbang gagal karena tidak dipilih tanda gambarnya. Mia Hamm katakan: ‘Kegagalan terjadi setiap hari dalam latihan. Apa yang membuat anda lebih baik adalah bagaimana anda bereaksi terhadapnya’

Ringkasnya:

Kita akan ubah gambar di baliho. Setidaknya foto politisi di baliho akan berujud politisi yang tampil giring bola, pakai kaos olah raga dan berada di lapangan bola. Sebuah tampilan yang tampak segar, sehat dan produktif. Kita tak lagi malu karena tak bisa ikut piala dunia karena bola tak hanya jadi pertandingan olah raga tapi jadi cara untuk memilih pemimpin bangsa.

Benarlah kata Albert Camus: ‘Semua yang saya ketahui tentang moralitas dan kewajiban manusia, saya berutang pada sepak bola’

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0