***
Aku sekali lagi membaca manifesto Engels dan Marx.
Lenin memuji dengan gayanya: ‘brosur kecil ini sama nilainya dengan berjilid-jilid buku tebal utuh. Sampai saat ini semangatnya mengilhami dan menggerakkan proletariat yang terorganisasi dan berjuang di seluruh dunia yang beradab’
Tapi aku takjub dengan ramalan manifesto di lembar pertama,
Ada hantu berkeliaran di Eropa- hantu komunisme. Tak saja di Eropa tapi disini. Ratusan tahun setelah manifesto itu ditulis. Kalimat pembuka itu seperti prediksi. Daya ramalnya mencengkram hingga hari ini, terutama pada mereka yang terancam kehilangan hak miliknya.
Komunis ditakuti, dijadikan sasaran bahkan pengikutnya dibuang, dipenjara dan dianiaya. Tiap tindakan kritis disebut komunis. Tiap upaya progresif dianggap cara komunis. Bahkan yang menolak penggusuran pun disebut sebagai pengikut komunis.
Tulisan di manifesto itu seperti sebuah potret
Tetapi zaman kita, zaman borjuasi, mempunyai ciri bahwa ia telah meyederhanakan pertentangan-pertentangan kelas. Seluruh masyarakat semakin lama semakin terpecah menjadi dua kubus besar yang langsung berhadapan satu dengan yang lain: borjuasi dan proletariat.
Siapakah dirimu yang sesungguhnya?
Himpunan proletariat yang terancam oleh pemutusan hubungan kerja atau mereka yang sedang antri berbaris dalam pasaran kerja. Atau jangan-jangan dirimu adalah borjuis yang memperoleh kemudahan dalam mendapat penghasilan, bisa menindas mereka yang kalah bayaran serta menikmati hari dengan pelipatgandaan keuntungan.
Manifesto ini seperti bunyi kitab suci
Borjuasi telah merenggut selubung perasaan yang memilukan dari hubungan keluarga dan telah memerosotkanya menjadi hubungan uang belaka
Bayangkan hubungan kemanusiaan itu pudar bahkan musnah
Uang telah menjadi alat ukur kehidupan. Sampai ada pendapat: uang tak penting tapi apapun yang penting-penting itu butuh uang. Sekolah, sehat, jodoh hingga ibadah semua perlu uang. Uang telah menjelma jadi berhala untuk semua manusia yang miskin atau kaya. Uang meniupkan harapan sekaligus mampu menghempaskan rasa kecewa.
Itu sebabnya Manifesto ini semacam suluh yang mengiris perasaan manusiawi kita
Segala yang teguh dan tegap menguap, segala yang suci dinodai, dan akhirnya manusia dipaksa menghadapi kedudukan dalam kehidupanya dan saling hubunganya satu sama lain dengan kepala dingin
Lihatlah kehidupan sosial kita hari ini: meluncur jadi saling bermusuhan, kurang percaya satu sama lain dan memusuhi dengan cara membabi buta. Politik berjalan dengan nista karena tiap orang bukan berdebat tentang arah terbaik bangsa tapi bagaimana menaklukkan yang lain dengan cara apa saja
Manifesto itu meramal dunia kerja hari ini
…seiring dengan itu berkembang pulalah ploretariat, kelas buruh modern, yang hanya hidup selama mereka mendapat pekerjaan, dan hanya mendapat pekerjaan selama kerja mereka memperbesar kapital…
Tanyalah pada para pekerja hari ini tentang kegiatan yang dilakukan, waktu yang dihabiskan dan pengurbanan yang diberikan. Gojek dan Gocar telah jadi miniatur bagaimana pekerjaan itu merampas banyak waktu serta memeras tenaga. Lama kelamaan pekerjaan itu jadi beban bukan kegiatan yang menantang serta memberi pendapatan yang lumayan
Bahkan manifesto itu seakan tahu pekerjaan apa yang kini dilakukan
….dan daripadanya hanya menuntut gerak tangan yang paling sederhana, paling menjemukan dan paling mudah dipelajari
Itulah pekerjaan kita hari ini: mudah digantikan oleh yang lain, gampang untuk dipelajari dan bosan kita dalam mengerjakanya. Mungkin sia-sia rasanya tapi mau bagaimana kita mengatasinya. Kita hidup dari pekerjaan itu dan kita mungkin mati dengan pengalaman bekerja seperti itu.
Manifesto mengajak atasi masalah itu semua:
Proletariat akan menggunakan kekuasaan politiknya untuk selangkah demi selangkah merebut semua kapital dari borjuasi, memusatkan semua perkakas produksi ke dalam tangan negara, yaitu proletariat yang terorganisasi sebagai kelas yang berkuasa, dan secepat mungkin meningkatkan jumlah semua tenaga-tenaga produktif
November 1847 manifesto itu dicetuskan. Harapan agar proletariat merebut kekuasaan politik seperti kemustahilan. Sedang proletariat masih mengenaskan nasibnya: miskin, ditindas dan tertinggal. Tentu mereka masih berjuang dengan gigih: mempertahankan tanah, minta kenaikan upah hingga jaminan hidup yang lebih baik.
Tak pernah tahu sampai kapan mereka mampu merebut kekuasaan tapi manifesto Marx dan Engels selalu meniupkan keyakinanya:
Tetapi mereka tak pernah berhenti barang sekejap pun untuk bekerja menanam kesadaran yang sejelas mungkin pada kaum buruh tentang pertentangan yang bersifat bermusuhan antara borjuasi dengan proletariat….Kaum proletar tidak akan kehilangan apa pun kecuali belenggu mereka. Mereka punya satu dunia untuk dimenangkan: Kaum proletar semua negeri, bersatulah!