MOCO SIK ATAU NGGUYU SIK?

 

Bagiku hidup itu seperti buku yang baik. Semakin jauh kita memasukinya, semakin mulai masuk akal (Harold Kushner)

Seni masa depan selalu menjungkalkan situasi atau itu bukanlah seni (Guy Debor, Anarkho)

***

Kira2 Tulus manggungnya jam berapa? @mocosikfestival. Kira-kira Tulus manggung jam brp ya kak? Aku jauh2 dr smrg mau ke festival ini biar ketemu Tulus.

Ini kegiatan luar biasa. Tajuknya: Merayakan buku & Musik. Di hamparan poster ada banyak acara memikat. Mulai dari talk show Sapardi hingga konser Tulus. Surga bagi pembaca buku dan penggemar musik.

Paduan yang menawan. Yang suka musik akan ketemu dengan yang suka baca. Penggemar Kahitna akan bertemu dengan penyuka puisi. Malah siapa tahu ada pembaca yang sekaligus juga musisi. Pintu untuk acara ini dibandrol 75 ribu.

Lokasinya sangat luas: JEC. Tempat yang biasa digunakan untuk pameran komputer dan halamanya dapat digunakan untuk senam massal. Kalau dipandu dari mana saja terasa dekat. Tak jauh dari bandara, cukup lumayan dari stasiun dan dekat dengan terminal.

Begitu sempurna acara ini sehingga kita wajib untuk mendatanginya. Yang punya penerbit dinyatakan gratis. Tanpa harus share untung. Begitu terpuji panitianya sehingga mau beramal secara maksimal. Penonton harus bayar itu normal karena mereka bukan penerbit.

Kita lupakan perkara budaya baca, nasib penulis atau bagaimana perlindungan untuk penerbit buku kecil. Yang penting ini adalah pameran yang memasukan rasa penasaran, gembira dan senang. Diluar itu semua kita tak perlu sangsi  dan nikmati saja acaranya.

Lupakan saja soal penonton yang lebih ingin datang bukan karena buku. Tak apa mereka mau dengar Tulus. Siapa tahu Tulus akan ciptakan syair ‘gemarlah baca buku biar bisa nyanyi seperti aku’. Atau datang memang karena ingin melihat Slank. Nanti Slank pasti akan berucap kalimat yang ada kata bukunya.

Jangan curiga soal siapa yang diuntungkan dalam perhelatan ini. Karena panitia sudah bekerja keras, ikhlas dan luar biasa. Mampu merangkum semua orang yang selama ini hanya ditampung di media sosial. Ada Slank, ada Muhidin, ada Kahitna, ada Seno, ada Alia. Ibarat es campur ini rasanya komplit.

Tak usah ketawa karena acara ini pasti segar, lucu dan gembira. Penggemar Kahitna akan bertemu dengan buku motivasi, novel abad 19 hingga cerita bergambar anak. Yang di pameran akan menyaksikan bagaimana beda hidup musisi, penulis dan penerbit. Ketimpangan menyenangkan kalau itu dirayakan.

Kita selain terharu juga gembira karena kemampuan panitia mengolah semua rasa jadi satu: penasaran dengan judul buku akan berjumpa dengan penasaran akan ketemu penyanyi. Walau ini dua rasa yang beda tapi tak soal karena yang penting bukan membacanya tapi rasa gembiranya.

Biarlah harga tiket segitu karena yang ditawarkan aneka rupa. Tak ada perhelatan yang sulit dirumuskan dalam kata apalagi dibunyikan dalam bait puisi. Musisi cipta lagu belum tentu baca buku dan seorang menulis buku tak harus dengarkan musik lebih dulu. Tapi itu bukan urusan kita.

Kreatif kalimat yang pasti terlontar. Menciptakan adonan acara dengan menu aneka rupa. Di bayangan saya ada orang histeris mendengar Tulus beryanyi dan ada orang yang tak terganggu dalam membaca. Jika itu semua ada dalam kenyataan kita akan menemukan toko buku bercampur dengan toko musik.

Dampaknya pasti unik: baca buku sambil telinganya disumbat oleh musik. Niscaya perpustakaan akan dirawat bukan oleh pegawai perpus yang tua dan bijak, tapi seorang DJ yang gila akan hingar bingar. Acara ini menawarkan teori baru dalam menikmati buku.

Kalau saya datang pasti saya akan terkejut. Melihat fans Kahitna bertemu dengan fans Seno Gumira. Satu mengingat kisah cinta yang ada dalam bait lagu dan satunya akan mengenang cerpen pedih Seno yang termuat dalam karya Saksi Mata.

Pasar ini pasti akan gegap gempita. Sebab semua orang bertandang dengan tujuan beda-beda. Lebih pasti datang di acara kampanye karena kita pasti tak mendengar politisi pidato tapi hiburan yang tampil mengikutinya. Disini kita sulit menebak untuk apa mereka bertandang ke pameran: MOCO SIK atau KONSER SIK!

Maka di masa depan acara pameran buku tak harus seperti dulu lagi. Hanya tampilkan penulis, penerbit dan distributor saja. Ini spesies yang nasibnya belum berubah banyak. Lebih tepat jika meyandingkan mereka dengan musisi, pelawak, pemain film dan kalau perlu ustadz yang sedang naik pamornya.

Pameran buku akan datangkan banyak peminat. Dan buku tak hanya bisa dibaca, tapi juga dapat dipakai sebagai pendukung alat musik. Ditepukkan ke tangan, dipakai untuk petik gitar atau jadi landasan untuk drum. Sungguh perlakuan buku yang memikat dan menantang.

Lupakan bukunya tapi kita akan jadi saksi acaranya. Gembira, meriah dan lupa. Kita lupa kalau nasib penulis tak beranjak baik, kita lupa kalau buku itu menanam kesadaran kritis bukan buta dan kita lupa kalau budaya baca kita masih tertinggal dengan negara mana saja.

Insya Allah para musisi pasti akan menyeru kalimat: ayo baca buku, hidup buku, buku itu kesukaanku dari dulu, aku meyanyi sambil baca buku dan buku itu teman tidurku. Lalu para penulis mungkin akan berseru: musik dan buku tak bisa dipisah, musik itu jiwa buku dan entah apa lagi.

Maka datangilah acara ini karena begitu bersejarah. Tak pernah suatu massa bertemu dalam satu pesta penulis yang beda nasib dengan musisi, sekaligus musisi yang mungkin merasa beruntung tak jadi penulis. Dua nasib yang bertolak belakang ini mampu disatukan oleh panitia yang begitu bijak.

Yang penting Moco Sik, Ngguyu Sik, Lali sik dan jangan lupa; BAYAR SIK! Sebab yang kita butuhkan hari ini adalah kemeriahan, hingar bingar, ramai gegap gempita dan tak lupa akan disiarkan oleh media sosial dimana-mana.

Terimakasih panitia telah beramal luar biasa sehingga kita meyakini kalau buku itu bisa bersanding dengan apa saja. Buku memang patut dibaca tapi yang lebih tepat lagi kita buat pameranya dengan cara luar biasa!

Alkhamdulilllah, karena buku kita bisa lupa segalanya!!

 

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0