“Perubahan bisa terjadi bukan melalui rencana, tapi lewat imaginasi!”
***
Namanya HERB. Robot ini mampu menjadi pelayan orang defabel dan lansia. Ia dapat melihat, mengetahui, dan menangani semua benda.
Sistem penglihatanya terdiri atas kamera video dan gawai navigasi laser. Lenganya terbuat dari kabel yang mirip tendon manusia.
Robot ini mampu membantu lansia tanpa harus mendorongnya terlalu keras jika butuh ke kamar mandi.
Ia juga disusun dengan keinginan meniru perangai manusia. Canggih, unit, tapi juga banyak yang kuatir.
Amerika Serikat sedang berusaha mengembangkanya lebih jauh. Usaha yang baru-baru dilakukan adalah membuat robot yang lebih menarik.
Mereka ingin ada robot yang mampu memasak, melipat cucian, hingga jadi pengasuh segala hal.
Kini, kita ingin memasuki era baru. Era ini ingin manusia cuma punya peran minimum.
Keunggulan pengetahuan telah mencipta alat yang membantu kerja manusia. Sebutlah Hiroshi Ishiguro, seorang perancang yang telah banyak mendesain robot hingga mencipta robot kembaran dirinya.
Labnya di Kyoto telah melahirkan banyak robot yang canggih dan punya kemampuan serupa manusia. Ia buat robot serupa dirinya karena memudahkan komunikasi dengan ibunya saat dirinya sibuk.
Hiroshi memerankan diri seperti pencipta yang ingin memuluskan jalan pengetahuan.
Di sini jika mau berandai-andai, kita mungkin dapat memesan robot yang berperan sebagai pejabat.
Robot pejabat ini nantinya betul-betul mengurus kepentingan rakyat dengan pertimbangan sederhana: mendahulukan keadilan dan kesejahteraan.
Sedari awal akan disusun mesin tangguh serta desain optimal yang hanya peduli pada kepentingan orang miskin.
Hal ini tentu tak mustahil.
Ronald Arkin dari Atlanta merancang robot beretika. Robot ini dipandu oleh ‘pengatur etika’ sehingga jika mewujud dalam rupa tentara: ia tak menembak atau memukul seenaknya.
Bahkan Ronald juga membuat komponen yang disebut ‘penyesuai etika’ yang dapat membatasi berbagai pilihan.
Jikalau berbentuk Gurbenur, pastilah robot itu akan mempertimbangkan: mau menggusur, memberi kredit rumah dengan tanpa uang muka, atau langsung beri 1 milliar per RT.
Sungguh canggih sekali robot yang mampu memerankan diri sehingga kita tak perlu protes, demo apalagi menuntut ke pengadilan sebuah keputusan publik.
Robot aparat akan memudahkan kita untuk memastikan bahwa urusan publik diurus dengan benar, tak banyak ribut, dan hasilnya sesuai dengan yang kita ingin.
Andaikan para pejabat itu berasal dari robot, kita sebagai rakyat lebih aman, tenang, dan terjamin.
Robot itu tidak akan tersinggung jika kena serangan hoax. Robot itu juga tak mungkin selingkuh karena nafsunya sudah diredam oleh mesin. Robot itu juga tak perlu dikawal sebab tahan tembakan, tidak perlu dipukul apalagi ditabrak apa saja karena kebal.
Unggulnya robot pejabat, kita tak perlu menggajinya: robot itu tak punya keluarga, tak ada ambisi, dan tak punya akal licik.
Lebih menyenangkan lagi, robot itu juga tak harus mencalonkan diri jika mesinya sudah habis, tak usah kampanye yang membuat jalanan macet, dan kalau janji pasti akan dipenuhi.
Robot pejabat tak perlu pula saling adu mulut di antara mereka karena mereka sama-sama robot.
Kita juga akan menghapus banyak kosa kata yang tak perlu: SARA, Politik Rekayasa, apalagi Survai Politik.
Sebab, semuanya sejak awal telah disusun dalam bahasa mesin dengan prediksi dan tujuan yang pasti.
Betapa kita dapat berhemat banyak jika robot pejabat tercipta.
Paling tidak, tak ada Pemilu apalagi Pilkada. Semua pejabat sudah diciptakan lebih dulu dengan tugas yang rinci.
Juga, kita tak perlu partai politik malah kita memperbanyak laboratrium: mendesain robot, mencipta robot yang baru dan membuat banyak inovasi.
Kita tak butuh ketua partai, tapi ilmuwan pintar.
Bahkan lebih hemat lagi, kita tak perlu buat acara seperti Mukermas, Rakernas, hingga Rapimnas.
Tak ada perpecahan parpol karena semua robot pasti bersatu dalam pilihan.
Ringkasnya, kita kemudian dapat menggunakan dana hanya untuk bikin robot, membuat desain robot, dan memberi tambahan fungsi untuk mereka.
Jujur, robot pejabat bisa membereskan semua soal yang kita ributkan hingga saat ini.
Saya yakin itu bisa jika kita mulai mempertimbangkannya.
Atau, jangan-jangan di kemudian hari sang ilmuan juga ingin ada robot yang brengsek?