
Pembungkaman Ekspresi Secara Terstruktur dari Belahan Dunia
Tidak hanya terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, kasus kriminalisasi kebebasan berpendapat secara terstruktur terjadi di belahan dunia. Mungkin kita generasi yang baru tumbuh beberapa dekade lalu melawatkannya. Kasus ini begitu populer dan terus benar-benar terjadi sehingga pantas kita perbincangkian kembali dan diskusikan untuk lebih memhami bagimana terstrukturnya pembungkaman bagi orang yang kritis kaerna melibatkan berbagai figur dan isu, baik secara historis maupun yang lebih kontemporer.
Julian Assange, pendiri WikiLeaks, adalah contoh profil tinggi dari seseorang yang dianggap banyak orang sebagai simbol perjuangan untuk kebebasan berpendapat dan transparansi. WikiLeaks, sebuah platform yang diluncurkannya, telah menerbitkan sejumlah besar dokumen rahasia pemerintah, yang menimbulkan kontroversi global. Assange sendiri telah menghadapi berbagai tuduhan hukum dan politik, termasuk spionase dan pelanggaran keamanan nasional, yang banyak dianggap oleh para pendukungnya sebagai upaya untuk mengkriminalisasi kegiatan penerbitan informasi penting.
Sejak itu, Assange menjadi target penyelidikan oleh pemerintah AS atas dugaan pelanggaran keamanan nasional. Pada tahun 2012, Assange mencari suaka politik di Kedutaan Besar Ekuador di London untuk menghindari ekstradisi ke AS. Dia tinggal di sana selama tujuh tahun, tetapi pada April 2019, dia ditangkap oleh polisi Inggris setelah Ekuador mencabut suaka politiknya. Selama masa tinggalnya di Kedutaan Ekuador, Assange menghadapi banyak kontroversi, termasuk tuduhan pelecehan seksual di Swedia, yang dia tolak. Dia juga mengalami tekanan diplomatik dan hukum dari pemerintah AS dan sekutunya. Pendukung Assange berpendapat bahwa dia adalah seorang aktivis hak asasi manusia yang berjuang untuk transparansi dan kebebasan berpendapat, sementara kritikus menganggapnya sebagai pencuri informasi dan pelanggar hukum yang membahayakan keamanan nasional.
Kasus Assange telah memicu debat global tentang batasan kekuasaan pemerintah dan hak individu dalam era digital. Saat ini, kasus Julian Assange masih berlangsung dengan banyak peristiwa yang mempengaruhi jalannya. Pada tahun 2019, setelah ditangkap oleh otoritas Inggris, dia diadili atas tuduhan pelanggaran keamanan nasional oleh pemerintah AS terkait rilis dokumen rahasia oleh WikiLeaks. Pemerintah AS menuntut ekstradisi Assange ke AS untuk diadili. Namun, proses ekstradisi telah dihadapi banyak kendala dan penundaan. Pada Januari 2021, pengadilan Inggris menolak permintaan ekstradisi AS atas dasar keprihatinan terhadap kesehatan mental dan risiko bunuh diri Assange jika dia diekstradisi. Meskipun keputusan ini dianggap sebagai kemenangan sementara bagi Assange dan pendukungnya, pemerintah AS mengajukan banding.
Pada Desember 2021, pengadilan tinggi Inggris memutuskan untuk mengizinkan banding atas keputusan penolakan ekstradisi. Persidangan banding dijadwalkan pada awal 2022. Di sisi lain, Assange juga menghadapi tantangan hukum lainnya terkait pengadilan Swedia terkait tuduhan pelecehan seksual yang dijatuhkan terhadapnya. Kondisi kesehatan Assange juga menjadi perhatian utama, dengan laporan-laporan yang menggambarkan kondisinya yang memburuk selama masa tahanan di penjara Belmarsh di Inggris. Para pendukungnya dan kelompok hak asasi manusia telah menyerukan pembebasan Assange atau setidaknya peningkatan kondisi tahanannya
Kasus Assange tetap menjadi fokus perdebatan global tentang kebebasan pers, transparansi pemerintah, hak individu, dan batasan kekuasaan pemerintah dalam dunia digital.
2. Kasus Raif Badawi di Arab Saudi
Raif Badawi, seorang blogger dari Arab Saudi, dihukum dengan tuduhan menghina Islam melalui tulisannya di internet yang mendorong diskusi tentang peran agama di Arab Saudi. Badawi dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan 1,000 cambukan, sebuah vonis yang memicu kecaman internasional dan dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat.
Raif Badawi dikenal karena kampanyenya untuk kebebasan berpendapat dan reformasi di Arab Saudi. Dia adalah pendiri situs web “Free Saudi Liberals”, di mana dia menulis artikel yang mengkritik pemerintah Saudi dan menyerukan reformasi sosial dan politik. Pada tahun 2012, Raif Badawi ditangkap oleh pihak berwenang Saudi atas tuduhan menyebarkan pemikiran yang bertentangan dengan Islam dan menyebarkan fitnah terhadap ulama Islam melalui blognya. Dia kemudian diadili dan dihukum oleh pengadilan Saudi. Pada tahun 2014, Raif Badawi dihukum dengan hukuman 10 tahun penjara, 1.000 cambukan, dan denda besar. Hukuman cambukannya dilaksanakan secara bertahap, dengan seratus cambukan pertama dilakukan di depan umum pada bulan Januari 2015. Namun, seratus cambukan berikutnya ditunda setelah adanya kecaman internasional yang luas atas perlakuan tersebut.
Kasus Raif Badawi telah menarik perhatian global terhadap isu kebebasan berpendapat di Arab Saudi dan sering menjadi titik fokus bagi organisasi hak asasi manusia dan pemerintah lainnya dalam menyerukan pembebasannya. Keluarga Badawi dan pendukungnya terus memperjuangkan kebebasannya, sementara pemerintah Saudi telah menegaskan bahwa kasusnya merupakan urusan internal dan menolak tekanan internasional untuk membebaskannya. Kasus Raif Badawi menyoroti tantangan besar yang dihadapi para pembela hak asasi manusia di Arab Saudi dan juga memperkuat pentingnya terus memperjuangkan kebebasan berpendapat di seluruh dunia.
Kematian Jamal Khashoggi adalah sebuah kasus yang mengguncang dunia dan menimbulkan kecaman luas terhadap Arab Saudi. Jamal Khashoggi adalah seorang jurnalis Arab Saudi yang menjadi kritikus keras rezim Saudi dan terkenal karena tulisannya yang kritis terhadap kebijakan pemerintah Saudi, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat. Pada Oktober 2018, Khashoggi memasuki Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, untuk mendapatkan dokumen yang dibutuhkan untuk pernikahannya. Namun, dia tidak pernah keluar dari konsulat tersebut. Setelah investigasi yang dilakukan oleh pihak berwenang Turki, terungkap bahwa Khashoggi telah dibunuh di dalam konsulat oleh sebuah tim pembunuhan yang dikirim oleh Arab Saudi.
Pemerintah Saudi awalnya membantah keterlibatan mereka dalam pembunuhan tersebut, tetapi setelah tekanan internasional yang besar, termasuk dari sekutu mereka, mereka akhirnya mengakui bahwa Khashoggi tewas dalam “perkelahian fisik” di dalam konsulat. Namun, banyak pihak meragukan versi resmi tersebut dan mendesak untuk dilakukan penyelidikan yang transparan dan adil. Kematian Khashoggi memicu kemarahan di seluruh dunia dan menimbulkan kekhawatiran serius tentang kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di Arab Saudi. Kasus ini juga menyoroti hubungan yang rumit antara Arab Saudi dan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, yang dianggap sebagai sekutu utama Arab Saudi.
Peristiwa ini juga memperkuat pentingnya perlindungan jurnalis dan pembela hak asasi manusia di seluruh dunia, serta menimbulkan pertanyaan tentang keterlibatan negara dalam membungkam kritikus dan lawan politik mereka. Meskipun ada upaya untuk mengusut kasus ini lebih lanjut, banyak yang percaya bahwa kebenaran penuh tentang apa yang terjadi pada Jamal Khashoggi mungkin tidak pernah terungkap sepenuhnya.
Edward Snowden adalah seorang mantan kontraktor CIA dan mantan karyawan kontraktor NSA yang dikenal karena membocorkan informasi rahasia tentang program pengawasan massal yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat kepada media pada tahun 2013. Tindakan Snowden memunculkan debat global tentang privasi, kebebasan berpendapat, dan kewajiban warga negara untuk mengungkap pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.
Pada tahun 2013, Snowden mengungkapkan rincian tentang program pengawasan yang dilakukan oleh NSA, termasuk program rahasia yang disebut PRISM yang memungkinkan pemerintah AS untuk mengumpulkan data komunikasi secara massal dari perusahaan teknologi besar seperti Google, Facebook, dan Apple. Pengungkapan Snowden juga mencakup informasi tentang program pengumpulan metadata telepon oleh NSA, yang memicu kekhawatiran tentang privasi dan kebebasan sipil. Setelah mengungkapkan informasi tersebut kepada media, Snowden melarikan diri ke Hong Kong, dan kemudian ke Rusia, di mana ia diberikan suaka sementara. Pemerintah AS menuduh Snowden melanggar Undang-Undang Espionage dan menyebabkan kerugian besar terhadap keamanan nasional AS.
Meskipun dianggap sebagai pengkhianat oleh pemerintah AS, Snowden mendapatkan dukungan luas dari banyak kalangan yang menganggap tindakannya sebagai tindakan kewajiban moral untuk mengungkap pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah. Namun, pendapat tentang tindakan Snowden terbagi, dengan beberapa menganggapnya sebagai pahlawan dan pembela kebebasan berpendapat, sementara yang lain menganggapnya sebagai pengkhianat.
Saat ini, Snowden masih tinggal di Rusia dan dianggap sebagai buronan oleh pemerintah AS. Namun, dampak dari pengungkapan informasi yang dilakukan oleh Snowden masih terasa, dengan munculnya perubahan kebijakan dan perdebatan tentang batas kekuasaan pemerintah dalam mengawasi warga negara dan mengumpulkan data pribadi. Kasus Edward Snowden menyoroti pentingnya perlindungan whistleblower dan kebebasan berpendapat dalam masyarakat yang demokratis.
Alexei Navalny adalah seorang politikus oposisi utama di Rusia dan aktivis anti-korupsi yang dikenal karena kampanyenya melawan pemerintah Putin dan partai Rusia Bersatu. Navalny telah lama menjadi kritikus keras rezim Putin dan sering kali menjadi sasaran penindasan politik dan hukum di Rusia.
Pada tahun 2020, Navalny jatuh sakit secara misterius selama penerbangan di Rusia dan dilarikan ke Jerman untuk perawatan medis. Pihak berwenang Rusia menolak untuk menyelidiki penyebab penyakitnya yang diduga sebagai keracunan. Namun, pemerintah Jerman dan negara-negara Barat lainnya menyatakan bahwa Navalny diracun dengan agen saraf Novichok, senjata kimia yang dikembangkan oleh Rusia. Setelah pulih dari keracunan, Navalny kembali ke Rusia pada Januari 2021, di mana dia ditangkap oleh pihak berwenang setibanya di bandara. Dia kemudian diadili dan dihukum penjara atas tuduhan penggelapan dana yang dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya politik untuk membungkamnya.
Kasus Navalny telah menyoroti keterbatasan kebebasan berpendapat di Rusia dan penindasan politik terhadap oposisi. Meskipun dihadapkan pada risiko penangkapan, Navalny terus memimpin kampanye melawan korupsi dan otoritarianisme di Rusia melalui media sosial dan platform lainnya. Saat ini, Navalny masih dipenjara di Rusia, sementara kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Barat terus menyerukan pembebasannya. Kasus Navalny juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap aktivis hak asasi manusia dan pembela kebebasan berpendapat di seluruh dunia.
Antitesa dari Orang Muda untuk Orang Muda
Maknailah bahwa kebebasan berpendapat dalam mengekspresikan ide dan pendapat sangatlah vital. Dalam menghadapi tantangan kriminalisasi seperti yang dialami oleh Daniel First Maurits Tangkilisan dan banyak aktivis lainnya, orang muda perlu memahami bahwa kebebasan berpendapat adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi dan dipertahankan. Kasus-kasus seperti Julian Assange, Raif Badawi, kematian Jamal Khashoggi, Edward Snowden, dan Alexei Navalny menjadi contoh betapa pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan hak untuk menyuarakan pendapat tanpa takut akan kriminalisasi atau pembungkaman. Dari perspektif spiral kekhawatiran (Spiral of Sillience), orang muda perlu mengatasi ketakutan akan isolasi sosial dan memilih untuk berbicara demi memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Memahami konsep Harm Principle oleh John Stuart Mill, bahwa pembatasan kebebasan berpendapat hanya dapat dilakukan untuk mencegah kerugian terhadap orang lain, menjadi landasan penting dalam memperjuangkan kebebasan berpendapat. Selain itu, argumen dari Oliver Wendell Holmes Jr. tentang Marketplace of Ideas dan Immanuel Kant tentang Autonomi Individu juga memperkuat pentingnya kebebasan berpendapat sebagai prinsip moral yang fundamental. Dalam konteks global, orang muda perlu menyadari bahwa tantangan terhadap kebebasan berpendapat tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Kasus-kasus seperti kriminalisasi aktivis, pembungkaman jurnalis, dan penindasan politik terhadap oposisi menjadi peringatan bahwa perjuangan untuk kebebasan berpendapat masih jauh dari kata selesai.
Dengan memahami dan menginternalisasi nilai-nilai kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia, orang muda dapat bebas menyuarakan ide-ide mereka demi perubahan yang lebih baik dalam meruang ditatanan masyarakat dan dunia.
Ilustrasi: A nutshell
Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!