Aparat Tidak Transparan,
Kematian Golfrid Siregar Akan Terus Menghantui Mereka
Sudah menjadi rahasia umum bahwa penyampaian pendapat maupun perilaku yang dianggap dapat mengancam kepentingan pribadi akan di musnahkan tanpa pandang bulu. Kita sudah ‘khatam’ mendengar kasus- kasus kematian maupun di hilangkan paksa terhadap para pejuang HAM kita oleh negara hanya demi eksistensi suatu populasi yang merajai segala hal tanpa adanya rasa kemanusiaan yang pekat. Rasa kemanusiaan yang telah termakan oleh nikmatnya materi melimpah, menjadikan segala perbuatan dianggap ‘halal’. Tidak diragukan kembali bahwa perjuangan fakta- fakta intimidasi maupun kriminalisasi yang telah tersaji dengan benar melalui perjuangan yang sangat menggebu akan dianggap sebelah mata oleh pemerintah. Seakan- akan mereka tidak peduli dengan kebenaran dan mendewakan kesimpangan.
Pada tanggal 3 Oktober 2019 menjadi bukti nyata kembali bahwa pemerintah tetap menomor-satukan kepentingan pribadi dengan ditemukannya Golfrid Siregar sang Pejuang Lingkungan Hidup dan HAM (Manager Hukum di WALHI Sumatera Utara) dengan keadaan yang kritis dan kemudian di tanggal 6 Oktober 2019, beliau menghembuskan nafas perjuangan terakhirnya di dunia ini. Semasa hidupnya, Golfrid mendedikasikan dirinya bagi kerja-kerja advokasi lingkungan hidup dan kemanusiaan, khususnya di Sumatera Utara diantaranya, mendampingi masyarakat terdampak aktivitas perusahaan PT. Mitra Beton di Siantar sampai dengan yang terakhir menjadi Kuasa Hukum WALHI untuk gugatan terhadap Gubernur Sumatera Utara yang memberikan izin lingkungan, dengan tergugat intervensi PT. NSHE, serta pelaporan perwira polisi di Polda Sumut yang menghentikan penyelidikan dalam kasus pemalsuan tanda tangan ahli dalam kasus PLTA Batang Toru ke Mabes Polri.
Kenapa ini menjadi bukti nyata kembali? Karena, terdapat banyak kejanggalan dalam kasus tersebut. Semula keluarga memperoleh keterangan aparat keamanan, bahwa TKP di flyover Jamin Ginting. Namun TKP kemudian berubah ke underpass Titik Kuning. Sekitar 10 hari, Aparat Kepolisian Polda Sumatera Utara hanya memberikan surat kematian yang menyatakan bahwa alm. meninggal karena Laka Lantas Tunggal yang diduga bertabrakan dengan mobil pick up (00.00 WIB). Namun, terdapat banyak kejanggalan yang ditemukan oleh WALHI dan koalisi masyarakat sipil yaitu, motor dalam kondisi bagus, cuaca dan lintasan tidak licin, adanya luka memar ditubuhnya, di bagian dalam tempurung kepala hancur dengan tidak adanya lecet di bagian itu, dan masih banyak lagi. Fakta yang ditemukan sangatlah menyimpang dari surat pernyataan kematian yang di lontarkan aparat. Maka dari itu, Walhi Sumatera Utara dan rekan akan terus memperjuangkan pengungkapan penyebab meninggalnya Golfrid Siregar sebagai Pejuang HAM dan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara.
Atas nama kemanusiaan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), Aksi Kamisan Yogyakarta, bersikap:
Kamis, 12 Februari 2020
Atas Nama
Aksi Kamisan Yogyakarta