Waktunya Tuan Presiden Punya Kawan Baru!

“DEMOKRASI HARUS DICEGAH KARENA SISTEM INI MEMBERI KEMUNGKINAN BAHWA SUATU NEGARA AKAN DIPERINTAH OLEH ORANG-ORANG DUNGU YANG KEBETULAN MENDAPAT BANYAK SUARA DARI PENDUKUNGNYA” -Socrates

Bapak Jokowi,

Sudah berminggu-minggu kulihat Anda bertemu dengan banyak orang. Waktu demonstrasi meledak, Anda bertemu dengan banyak tokoh dan pemikir. Saat demo usai, Anda bertemu dengan ketua partai. Hingga dalam jangka waktu yang dekat, Anda bertemu dengan para penguasa senayan yang baru. Kulihat wajah Anda senang, banyak tersenyum, dan mungkin percaya diri. Sebentar lagi -jika tak ada aral melintang- Anda akan dilantik sebagai Presiden.

Sesekali Anda perlu mendengar informasi terbaru. Tentang Presiden Ethiopia yang mendapat hadiah Nobel perdamaian. Namanya Abiy Ahmed dan usianya masih sangat muda. Pendidikannya memang tinggi, tapi bukan itu modalnya. Dirinya meringkus banyak pejabat korup, menghukum para pelanggar HAM, dan memilih mengajukan proposal perdamaian pada negara sekitarnya. Tak hanya itu, Abiy Ahmed membebaskan semua tahanan politik.

Terenyuh, bangga, dan kagum. Menyaksikan seorang pemimpin muda yang asalnya dari negeri miskin dan meraih Nobel perdamaian. Abey Ahmed dengan berani menolak bahkan mengecam tindakan kekerasan yang dialami oleh tahanan politik dan dirinya juga mengajak semua eksil politik untuk pulang diajak bicara bagaimana baiknya membangun Ethopia. Malah saat pengumuman ketika dirinya memperoleh hadiah Nobel, panitia juatru tak bisa menghubunginya.

Abey Ahmed mendahulukan yang penting dan prinsip. Jauhkan negeri dari kekerasan dan biarkan keadilan bicara dengan lebih terang. Investasi di Ethopia atau pertumbuhan ekonominnya pasti tak sehebat Indonesia, tapi saya yakin rakyatnya bangga karena Presidennya jadi peraih Nobel perdamaian dunia. Negeri miskin, tapi Presidenya punya kehormatan karena anugerah mulia dari dunia. Itu yang namanya miskin tapi punya martabat. Martabat yang pasti akan berpengaruh pada investasi.

Saingan Abey Ahmad adalah remaja populer yang suka demonstrasi. Namanya Greta Thunberg. Gadis kecil itu bolos sekolah tiap hari Kumat dan memilih berdiri sendiri dengan membawa payung, mirip Aksi Kamisan di Indonesia. Remaja pemberani itu mengecam pemimpin negara yang tak peduli pada soal lingkungan. Dunia gemetar menyaksikan keberaniannya dan mengilhami banyak remaja untuk ikut protes seperti dirinya. Greta mengingatkan semua pemimpin untuk peduli pada soal yang disuarakannya.

Greta tak dihukum oleh kepala sekolahnya, apalagi dikecam oleh menterinya. Untung, Greta tak hidup di sini yang soal demo pelajar saja menyulut hukuman dan kematian. Mula-mula, Greta bertindak sendiri dan lama kelamaan tindakannya mengilhami remaja di seluruh dunia. Tak hanya itu, para pemimpin negara maju mulai dituntutnya karena tak mengindahkan sama sekali bahaya dari perubahan iklim yang membuat bumi bisa lebih cepat menuju kiamat.

Dua sosok tangguh itu mempengaruhi dunia hari ini yang masih berkabut persoalan. Satunya seorang Presiden yang berani melampaui kepentingan tahtanya dan satunya warga kecil yang menentang kebijakan ekonomi para pemimpin dunia. Kesamaan keduanya adalah pikiran besar yang didasarkan oleh keprihatinan mendalam pada nasib sekitarnya. Yang satu berusaha untuk menanggalkan kekerasan dan satunya mengajak pemimpin dunia untuk bertanggung jawab soal keamanan.

Apa kaitanya dengan Anda, Pak Jokowi?

Saatnya Anda lebih banyak membaca. Terutama para pemimpin dunia yang bisa mengilhami dunia dengan caranya yang sederhana. Khususnya warga berdaya yang berani melakukan protes atas ketidakadilan yang terjadi. Biasakanlah Anda untuk bertemu dengan pikiran-pikiran besar sehingga ucapan dan tindakan yang dilakukan bisa memberi pengaruh mendalam.

Saatnya Anda bertemu dengan orang baru. Para peraih Nobel itu undanglah, bicaralah dengan mereka, dan belajarlah dari sana. Sudahi perjumpaan dengan ketua partai atau politisi senayan yang lebih banyak mudharatnya. Kalau perlu, datangkanlah para pejuang lingkungan atau pejuang kemanusiaan yang ada di tanah air dan dengarlah petuahnya.

Saatnya Anda lebih banyak mendengar pikiran idealis ketimbang ditawan oleh kepentingan oppurtunis. Bukan yang utama mempertahankan kekuasaan, tapi bagaimana membuat kekuasaan itu punya kemampuan melayani dan melindungi yang lemah. Tak lagi menciptakan mesin kekuasaan yang bisa menekan yang berbeda, tapi bagaimana mengadili kejahatan kemanusiaan yang sudah terlalu lama dibiarkan saja.

Saatnya Anda tak berfikir kerja, kerja, kerja, tapi harusnya berpikir, baca, lalu kerja. Sebab memang itulah urutan normal perbuatan manusia, apalagi seorang pemimpin negara yang kini tengah didera oleh banyak soal yang diciptakan oleh diri dan sekitarnya. Kini sebaiknya Anda berhitung bukan berapa lama berkuasa lagi, tapi bagaimana mengawali kekuasaan yang kini tinggal satu periode saja.

Kerjakan apa yang selama ini jadi tuntutan rakyat di jalanan: terbitkan Perppu KPK, adili pelanggaran HAM, dan jauhi kekerasan dalam setiap penanganan persoalan. Andai saja Anda mendengar suara mereka dan lebih memilih bicara dengan mereka, saya rasa ada banyak soal yang tak diributkan sekaligus tak di demo berulang-ulang.

Pak Jokowi

Sejarah memilih Anda untuk memimpin hari ini. Memang demokrasi itu penuh keributan. Pasti muncul banyak suara bersahutan. Tapi Anda bisa memilih mana yang pantas didengarkan dan mana yang tak usah dipertimbangkan. Mulailah dengan mengubah kawan Anda karena kata orang bijak nilai diri seseorang tergantung dengan siapa dirinya lebih banyak berteman. Pilihannya ada pada dirimu, tuan Presiden. Ingin menjadi seperti pemimpin yang bisa dapat hadiah Nobel segala atau jadi Presiden yang hanya berkuasa untuk sementara saja.(*)

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0