Hari ini, bagi kami tidak ada pilihan dalam Pemilu 2019. Sistem politik yang ada tidak memungkinkan munculnya pilihan yang berpihak pada Rakyat. Hanya mereka yang bermodal besar saja yang dapat menentukan pilihan. Mereka ini, para oligark, kongkalikong mengusung calon presiden dan wakil presiden juga Calon Anggota Legislatif dengan transaksi politik dan uang. Setelah berkuasa, mereka bagi-bagi kekuasaan. Pemilu 2019 bukan Pemilu Rakyat. Rakyat memilih tapi tidak pernah menentukan siapa yang dipilih.
Demikian yang disampaikan oleh Ali, salah satu anggota deklarasi #SayaGolputYogyakarta yang diadakan Selasa, 16 April 2019 bertempat di Hall Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa (STPMD) APMD Yogyakarta. Deklarasi ini sendiri digagas oleh kelompok Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta, Organ Pembebasan dan Perempuan Mahardika.
“Dalam Pilpres 2014, Jokowi terpilih setelah rakyat menghadang Prabowo yang memiliki catatan kejahatan HAM dan bagian dari orde baru. Jokowi diharapkan menjalankan agenda-agenda progresif dalam janji kampanyenya. Tapi, 5 tahun berkuasa, Jokowi ingkar janji. Jokowi justru jadi corong pemodal dalam agenda pembangunan yang dilaksanakan, tak sedikit korban nyawa melayang. Prabowo jelas bukan pilihan. Dia bagian dari dinasti orde baru, yang berkuasa 32 tahun penuh korupsi dan pelanggaran HAM. Memiliki rekam jejak pelanggaran HAM seperti penghilangan orang secara paksa. Kasusnya tidak pernah diusut oleh negara sehingga bebas mencalonkan diri sejak Pemilu 2009. Selama 5 tahun pemerintahan Jokowi–JK, Prabowo menunjukkan fungsi oposisi yang dijalankan bukan untuk rakyat” demikian ungkap Ali dalam konferensi Pers #SayaGolput Yogyakarta.
Masih menurutnya, Jokowi maupun Prabowo ialah dua kekuatan besar bagian dari mafia tambang, perkebunan, sumber daya alam, dan media. Oligark partai dan para jenderal penjahat HAM berada di kedua kubu. Keduanya sama-sama memakai hoax dan politik identitas demi meraih kekuasaan. Sentimen agama, etnis, suku, orientasi seksual, orientasi politik, ideologi, dipakai untuk memecah belah rakyat. Maka itu, Golput muncul karena kedua pilihan yang tersedia akibat sistem politik yang buruk melahirkan kebijakan-kebijakan anti-rakyat. Siapa pun yang menang, rakyat tetap kalah. Dengan adanya deklarasi gerakan golput ini, harapannya bisa mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat sesuai amanat UUD 1945. Lalu kemudian golput ini sendiri dimaksudkan sebagai gerakan protes atas sistem politik yang tidak berpihak pada rakyat, sebagai hukuman kepada mereka yang mengkhianati suara rakyat, sebagai gerakan oposisi rakyat berlandaskan politik warga, sebagai gerakan transformatif, mendengarkan dan bekerja dengan warga di akar rumput serta melakukan perubahan bersama dari bawah. Itu misinya dari gerakan deklarasi golput ini.
Dalam deklarasi #SayaGolputYogyakarta, tampak beberapa hal yang menjadi tinjauan serius mengapa kemudian dipilih langkah golput pada pilpres kali ini. Diantaranya ialah masih jauhnya kesejahteraan yang harus di dapatkan oleh rakyat. kemiskinan masih terbentang luas di negeri ini. Lalu masih banyak lagi persoalan-persoalan yang terjadi dan mendesak untuk dituntaskan bangsa ini, seperti masalah agraria, ruang hidup, dan lingkungan hidup, masalah buruh dan ketenagakerjaan, masalah anti korupsi, masalah militer dan politik militerisme, masalah pelanggaran HAM, masalah kelompok rentan dan minoritas, masalah Papua, masalah perbaikan sistem politik dan masalah reformasi hukum dan peradilan sebagai lembaga pemulihan yang efektif. Dan semua itu masih terus dan terus menunggu untuk dituntaskan.