Penulis: Isma Maulana Ihsan
Kalian tahu, Soe Hok Gie itu kerap dijadikan simbol perlawanan dan pergerakan mahasiswa Indonesia, cita-citanya yang terlampau melangit serta idealismenya di dalam mempertahankan semangat kemahasiswaan Indonesia telah menjadi mitos sekaligus legenda kedigdayaan mahasiswa yang benar-benar dapat tumbuh dan menumbuhkan. Hingga kini, sosok seperti Soe tidak ada lagi, dan kita menanti sang fajar baru di ufuk pengharapan datang meski kerap kekecewaan merupakan hal niscaya pada suatu masa yang penuh penantian semu.
Ada hal menarik yang kemudian kerap disorot ketika kita memperbincangkan mahasiswa, terutama oleh Soe Hok Gie sendiri; bahwa masih banyak mahasiswa-mahasiswa yang bermental sok kuasa, merintih saat ditekan tetapi menindas saat berkuasa. Hal ini nampak pula dari bagaimana roda kelembagaan pemerintah kita dijalankan, rakyat hanya menjadi pasar atas suatu upaya meraih kursi semata, sesaat setelah kursi terduduki, rakyat hanya menjadi pengemis bagi mereka-mereka yang dulu dicoblosnya di bilik suara.
Di ranah mahasiswa, apalagi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tempat kalian berkuliah dan memantapkan pengetahuan serta keberpihakan hal itu juga nampak. Pada masa-masa awal kalian masuk semester tingkat pertama, banyak rakanda-rakanda, sahabat abangda dan lain semacamnya untuk melakukan “kaderisasi”, mereka-mereka ini melakukan doktrinasi pada kalian tentang pentingnya berorganisasi, pentingnya untuk melakukan peran dan fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan, agen sosial kontrol, penjaga moral dan lain sebagainya. Cita-cita yang mulia, yang keluar kerap meski tak semua dari mulut-mulut penuh hipokrit dan kemunafikan.
Percayalah, bahwa apa yang mereka katakan memang benar; kalian kaum terpelajar! sedang banyak rakyat kita, banyak masyarakat Indonesia belum bisa mendapatkan kesempatan duduk di perkuliahan, tidak dapat berkenalan dengan Karl Marx, dengan Marhaenisme, dengan Mahbub Junaidi, dengan Lafran Pane, Soe Hok Gie, Adam Smith, Aristoteles dan sederet orang hebat lainnya. Sebabnya, kalian yang terpelajar haruslah kemudian membuat rakyat kita, masyarakat Indonesia kita menjadi kaum terpelajar. Itulah peranan seorang sarjana, bukan duduk berpangku tangan, sambil olah-olah program.
Tetapi, sebagian besar mahasiswa Islam Indonesia, barangkali lupa, papa dan congkak atas segala dasar pengetahuan, pendalaman teoritis yang sudah dipelajarinya dari buku-buku, diskusi ke diskusi dan dari kelas ke kelas, mereka telah melupakan yang meratap tangis di pabrik-pabrik, mereka telah melupakan dengus nafas saudara kita yang tak berdaya, mahasiswa ini telah menistakan pengetahuan yang telah didapatnya dengan sikap-sikap hipokrit penuh kesombongan dan wajah-wajah munafik. Mereka sudah tidak adil, bahkan sejak di dalam pikirannya.
Beda Ucap Beda Lampah
Peran dan fungsi mahasiswa tidak hanya dapat dijalankan oleh mereka-mereka yang masuk organisasi kampus. Setiap yang disebut mahasiswa, maka pada dirinya telah disematkan suatu cita-cita untuk memajukan negara dan bangsa. Pada dirinya, telah ditetapkan satu titah sejarah untuk kembali mendudukan yang benar sebagai benar dan salah sebagai yang salah. Dia yang mendiamkan kesalahan adalah bagian dari kejahatan itu sendiri.
Kita harus kembali mengejawantahkan apa yang dimaksud mahasiswa sebenarnya, sebabnya dikotomi terhadap mahasiswa aktifis dan mahasiswa kupu-kupu harus dihapuskan. Percayalah, kalian yang tak berorganisasi kerap dipandang sebelah mata oleh mereka yang berorganisasi bahwa kalian tak mempunyai keberpihakan terhadap kaum yang tertindas, bahwa kalian hanya memikirkan nasib kalian sendiri.
Namun, tak semuanya ungkapan itu benar. Kalian lihat saja mereka-mereka mahasiswa UIN Bandung yang masuk organisasi intra atau ekstra kampus. Mereka semua juga sama saja dengan kalian yang tak berorganisasi; bahkan, barangkali, orang-orang yang masuk ekstra (tentunya ini subjektif) lebih ironis ketimbang kalian yang apatis atau mempunyai kepedulian dengan cara-cara tertentu.
Lihatlah perilaku sebagian ketua ekstra atau demisioner ketua ekstra kampus (tak semuanya, hanya oknum katanya) yang menipu sana-menipu sini, ambil barang sana ambil barang sini, dan penulis merupakan korban dari sifat hipokritisme mahasiswa tadi, mereka-mereka yang sok berkuasa, tetapi percayalah di dalam tingkah lampahnya sangat jauh dari apa yang diucap dan dilakukan, mereka-mereka ini pencuri yang andal, yang tak tahu malu dan sangat minim integritas.
Untuk Anda mahasiswa baru, bayangkan kalian masuk ke dalam organisasi ekstra kampus atau intra kampus atau organisasi apapun nama dan jenisnya, dan orang-orang di dalamnya adalah orang-orang yang tak punya integritas, yang tak punya malu dan sering mencuri barang orang. Bayangkan, apa yang akan mereka bentuk terhadap pola pikir kalian. Boleh saja Anda semua teriak-teriak lawan dan dengan penuh semangat melawan ketidakadilan. Tetapi, jika ketidakadilan itu tumbuh dari dirimu sendiri, apa yang harus kau lakukan?.
Jangan Salah Pilih dan Jika Perlu Keluar!
Tujuan didirikannya organisasi merupakan suatu langkah agar dapat memudahkan meraih tujuan bersama. Jika kemudian, banyak kader atau anggotanya tak sejalan dengan tujuan bersama organisasi atau tak lagi selaras dengan nilai perjuangannya, maka di sanalah letak kalian harus segera membenahi, tetapi jika yang terjadi ternyata banyak oknum yang penuh kemunafikan, berarti lingkungan racun tersebut harus segera kalian tinggalkan.
Percayalah, organisasi yang baik melahirkan orang-orang baik, dan orang-orang baik tidak mungkin datang ke tempat yang kurang baik. Di belahan organisasi UIN Bandung, banyak organisasi-organisasi yang akan membuat kalian berkembang, membuat kalian maju, relasi yang dalam dan penuh dengan semangat saling membesarkan. Senioritas yang ditanggalkan, dan rasa persamaan serta kesetaraan yang justru dikedepankan.
Tetapi, lihat pula ada sebagian organisasi yang juga memperlihatkan perilaku-perilaku dari anggotanya yang memuakan, barangkali memang bukan kesalahan organisasinya, tetapi selama orang bermasalah tersebut mempunyai pengaruh di organisasi tersebut maka yakinlah perilaku sebagian besar anggota kader lainnya tak akan jauh beda, sama-sama memuakan, bebal dan degil.
Sebut saja organisasi-organisasi yang selalu berorientasi meraih jabatan struktural tertentu tetapi tidak melakukan terobosan yang hebat, inovatif dan kreatif terhadap gerakan mahasiswa atau kepada masyarakat Indonesia sendiri, kegiatannya hanya itu-itu saja. Apalagi, jika di dalamnya terdapat orang-orang yang suka MENCURI, suka berbohong dan penuh dengan sifat kemunafikan.
Terlebih, jika ditambah dengan tak selarasnya pikiran, perkataan dan perbuatan, atau di dalamnya senioritas dikedepankan, maka kalian hanya mempunyai pilihan untuk tidak memasuki organisasi tersebut atau kalian keluar saja dari organisasi yang orang-orang di dalamnya SUKA MENGAMBIL HAK ORANG LAIN. Ingat, kalian adalah kaum terpelajar, maka kalian harus setia pada kata hati. Jangan mau dijadikan kacung senior, jangan mau menjadi domba-domba yang digiring dan diadu, kalian harus punya sikap, minimal sekali dalam seumur hidup kalian, kamu harus menentukan sikapmu sendiri pada keadilan dan kebenaran yang senyata-nyatanya. (*)
Ilustrasi: A nutshell
Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!