Penumpang Gelap Demokrasi

Penulis: Zain N. Haiqal

Kalau bicara soal demokrasi di negeri ini,  Indonesia, ya terkhusus membicarakan generasi muda yakni generasi milenial dan Gen Z lah. Generasi ini yang seringkali dipandang sebagai generasi yang selalu dicap apatis. Nggak sedikit yang bilang bahwa kita tuh seolah nggak peduli dengan perkembangan politik dan demokrasi negeri ini. 

Bahkan, ada kesan angkuh dan nggak peduli dengan isu-isu demokrasi yang sebenarnya lagi bermasalah di negara ini. Fenomena ini bisa dibilang sebagai “penumpang gelap demokrasi” atau “stowaway of democracy”. Istilah ini ngebahas tentang ancaman tersembunyi yang bisa ngerusak demokrasi, kayak populisme, otoritarianisme, hingga ketidaksetaraan sistemik. Fenomena ini nggak cuma terjadi di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia. Apa yang terjadi?

Saat ini banyak negara yang mengalami penurunan demokrasi akibat gerakan populis dengan ketidakpuasan atas sistem demokrasi  di kalangan masyarakat. Kita dapat melihatnya seperti Hungaria, Polandia, dan Venezuela, di mana pemimpin mereka secara perlahan mengkonsolidasikan kekuasaan, sembari menggunakan demokrasi hanya sebagai kedok saja. 

Nah, masalahnya, banyak dari kita, generasi milenial dan Gen Z, yang nggak sadar bahwa fenomena serupa sedang terjadi di Indonesia. Banyak dari kita tengah menjadi individualis, yang hanya fokus ke masalah-masalah personal seperti karir, sosialita, trend fashion kini, what’s trending topic,  atau sekadar hiburan tanpa melihat sedang terjadi ancaman serius di dunia politik kita.

Gerakan populisme sering hadir dengan janji-janji yang kelihatan keren di awal. Namun, di balik janji itu, ada agenda untuk memusatkan kekuasaan, yang justru membahayakan hak-hak kebebasan kita. Seringkali pemimpin populis menggunakan retorika demokratis untuk ngeraih simpati publik, tapi begitu mereka dapet kekuasaan, prinsip-prinsip demokrasi justru mereka abaikan. Ini adalah bahaya penumpang gelap demokrasi. Tapi apakah kita peduli? Sebagian besar dari kita mungkin bahkan nggak sadar bahwa ini terjadi.

Poin penting faktor yang bikin demokrasi terancam ialah ketidaksetaraan ekonomi. Di Indonesia, ketimpangan ekonomi masih jadi masalah serius. Kalau dipikir-pikir, gimana caranya orang yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari bisa peduli soal hak-hak demokrasi? Banyak dari kita yang mungkin belum benar-benar merasakan dampaknya, karena kita punya akses ke teknologi, pendidikan, dan kemudahan lainnya sebagai privilege. Ketidaksetaraan ini dapat memicu ketidakpuasan dan keterasingan di tengah masyarakat.

Karena ketidaksetaraan ini bukan cuma masalah ekonomi, tapi juga bisa berdampak ke politik. Ketika masyarakat merasa nggak diwakili atau diabaikan oleh sistem, mereka cenderung beralih ke gerakan populis yang menjanjikan perubahan instan. 

Akhirnya, hal ini memperkuat tren populisme yang mengancam norma-norma demokrasi. Tapi lagi-lagi, banyak dari kita yang memilih untuk diam. Kita nggak ngelihat bahwa ketidaksetaraan ini adalah bom waktu yang siap meledak kapan aja.

Kita bisa melihat bagaimana demokrasi di Amerika Serikat mulai goyah karena adanya penolakan hasil pemilu. Peristiwa ini memperlihatkan betapa rapuhnya demokrasi ketika kepercayaan terhadap prosesnya mulai hilang. Di Indonesia sendiri, meski nggak se-extreme itu, erosi kepercayaan terhadap demokrasi juga mulai terasa. Banyak yang merasa bahwa suara mereka nggak berpengaruh, atau pemimpin yang terpilih nggak beda jauh satu sama lain. Generasi milenial dan Gen Z sering merasa bahwa proses politik itu ribet dan membosankan, sehingga memilih untuk nggak terlibat.

Ketika kepercayaan terhadap proses demokrasi ini memudar, kita jadi lebih rentan terhadap otoritarianisme. Pemimpin yang seolah-olah bisa “membereskan” semua masalah tanpa melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan jadi terlihat menarik. Tapi ini jelas bahaya, karena sekali kita menyerahkan kekuasaan tanpa pengawasan, kita bisa kehilangan kebebasan sipil yang selama ini kita anggap remeh.

Satu lagi masalah yang sering muncul dalam demokrasi adalah aturan mayoritas yang bisa mengabaikan hak-hak minoritas. Demokrasi memang sering didefinisikan sebagai “pemerintahan oleh mayoritas,” tapi itu nggak berarti kepentingan minoritas bisa diabaikan begitu aja. Sayangnya, di banyak negara, termasuk Indonesia, sering kali terjadi perpecahan sosial yang disebabkan oleh pengabaian hak-hak minoritas. Ini adalah perangkap demokrasi yang sering nggak kita sadari.

Generasi kita mungkin merasa bahwa isu-isu minoritas bukanlah masalah besar, terutama kalau kita sendiri bukan bagian dari kelompok minoritas tersebut. Tapi ini justru bikin kita jadi penumpang gelap demokrasi—menggunakan keuntungan dari sistem demokrasi tanpa peduli bahwa hak-hak minoritas sering kali terpinggirkan. Ketika ketidakadilan ini dibiarkan, kita secara nggak sadar memperkuat potensi kerusuhan sosial yang bisa merusak demokrasi itu sendiri.

Para pemimpin sering menggunakan retorika demokrasi untuk meraih kekuasaan, tapi di balik itu, mereka justru merusak prinsip-prinsip demokrasi. Ini bisa kita lihat dari banyaknya pemimpin di berbagai negara yang menggunakan taktik ini untuk memanipulasi masyarakat. Sama seperti yang terjadi di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Mereka berbicara tentang kebebasan, keadilan, dan hak rakyat, tapi ketika sudah berada di puncak kekuasaan, mereka justru membatasi kebebasan sipil dan merusak hak-hak politik. 

Generasi milenial dan Gen Z di Indonesia seringkali nggak peka terhadap hal ini. Kita merasa bahwa selama pemimpin itu bisa memberikan apa yang kita inginkan, nggak masalah kalau dia sedikit “melanggar” aturan. Padahal ini adalah salah satu bentuk penumpang gelap demokrasi yang paling berbahaya. Ketika norma-norma demokrasi dimanipulasi, kita bisa kehilangan banyak hak tanpa kita sadari.

Kita sebagai generasi milenial dan Gen Z harus mulai membuka mata dan peduli. Salah satu hal yang paling penting adalah mengedukasi diri sendiri tentang isu-isu politik dan demokrasi. Jangan sampai kita cuma jadi penonton yang apatis, atau lebih parah lagi, jadi penumpang gelap demokrasi yang memanfaatkan sistem tanpa mau peduli terhadap masa depan sistem itu sendiri.

Selain itu, kita juga harus lebih aktif terlibat dalam proses demokrasi. Jangan cuma pasif nonton dari jauh, tapi mulai ambil bagian, meskipun itu cuma dengan ikut pemilu atau berdiskusi soal politik dengan teman-teman atau menshare isu terkini yang bertentangan dengan demokrasi sipil. Yang lebih penting lagi, kita harus berhenti melihat politik sebagai sesuatu yang membosankan atau nggak penting. Karena bagaimanapun juga, masa depan kita sebagai generasi muda sangat tergantung pada apa yang kita putuskan hari ini. 

Generasi milenial dan Gen Z punya peran besar untuk memastikan bahwa demokrasi tetap hidup dan berfungsi dengan baik. Tapi semua itu nggak akan terjadi kalau kita terus apatis dan angkuh terhadap isu-isu demokrasi.

Saatnya kita bangun dari tempat tidur dan mulai peduli, karena masa depan demokrasi Indonesia ada ditangan kita.


Ilustrasi: A nutshell

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0