Desa Sebagai Masa Depan Indonesia

Penulis: Jozerizal Aritd Hanief Titit

Secara umum desa dianggap sebagai daerah yang tertinggal dan daerah terbelakang. Desa sering dipandang sebagai daerah yang kecil dengan komunitas kecil dan populasi relatif rendah. Menurut Robert Redifield desa merupakan komunitas kecil dengan populasi yang relatif tetap, dan orang-orang saling mengenal satu sama lain dengan baik, memiliki tingkat keterkaitan sosial yang tinggi, dan terlibat dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Definisi ini menggambarkan bahwa desa merupakan suatu komunitas atau pemukiman kecil yang terdiri dari sejumlah penduduk yang tinggal dan hidup bersama dalam suatu wilayah yang lebih kecil dan masyarakatnya saling bergantungan satu sama lain.

Desa yang dianggap sebagai daerah terpencil dan tertinggal tentu memiliki nilai budaya yang masih sangat kuat. Hal ini dapat ditemukan dalam polarisasi hidup kekeluargaan, aliran kepercayaan, dan keterkaitan dalam pembangunan. Polarisasi ini terjadi di desa, sebab asas gotong royong masih sangat melekat pada ciri khas kearifan lokal budaya masyarakat di desa. Namun, perkembangan dan peradaban dunia sejauh ini mengalami perubahan yang sangat pesat. Desa terus mengalami gelombang dan arus perubahan, sehingga masyarakat desa yang pada umumnya masih sangat terbatas dan sederhana terus diseret oleh perubahan zaman modernisasi saat ini. 

Eksploitasi Terhadap Desa

Gejolak perubahan arus global memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap desa. Masuknya perkembangan digitalisasi dan pasar bebas pada seluruh dunia memberi dampak negatif terhadap kondisi desa baik kondisi kehidupan masyarakatnya dan juga sumber daya alamnya. Desa yang awalnya dipandang selebah mata kini disoroti sumber daya alamnya untuk dikeruk sebagai sumber produksi seluruh perusahan. 

Eksploitasi alam yang dilakukan tertuju pada desa sebagai modal bahan dasar bagi kebutuhan perusahan-perusahan besar di dunia. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan meningkatkan pendapatan perusahaan yang tentu akan dinikmati oleh sekelompok orang yang memiliki modal dan berinvestasi pada perusahan-perusahan tersebut.

Sebagaimana Indonesia yang dikenal sebagai sebuah negara kepulauan dengan sumber daya alam yang melimpah, sangat menarik perhatian seluruh dunia untuk berinvestasi di Indonesia. Di satu sisi, Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah memberi dampak positif bagi negara Indonesia, sebab dapat meningkatkan pendapatan negara dan membuka lapangan pekerjaan bagi warganya. Namun di sisi lain, desa sering kali menjadi korban sebab sumber daya alam serta flora dan fauna yang terkandung di dalamnya dikeruk habis-habisan dengan dalih pembangunan. 

Sumber daya alam yang menjadi sumber kehidupan masyarakat desa, kini dieksploitasi dan masyarakatnya hanya mendapatkan ampasnya saja. Indonesia sebagai negara berdaulat dan negara demokrasi yang berlandaskan Pancasila tentu kepentingan masyarakatnya menjadi tujuan utama dalam bernegara. Hal ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk menjaga dan melindungi hak masyarakat desa yang kaya akan sumber potensi alamnya. 

Rekognisi dan Subsidiaritas

Perubahan kebijakan terhadap desa dengan telah ditetapkannya dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 sebagai perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Beberapa poin mengalami perubahan, seperti perpanjangan masa jabatan kepala desa, kenaikan dana desa, tunjangan bagi perangkat desa, dan sebagainya. Akan tetapi secara umum, kedua undang-undang ini masih memiliki spirit atau nafas yang sama, termasuk mengatur asas rekognisi dan asas subsidiaritas terhadap desa. 

Asas rekognisi merupakan pengakuan terhadap desa oleh Negara serta memberikan mandat yang berdasarkan kepercayaan kepada desa untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri, sedangkan asas subsidiaritas yaitu pelimpahan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan berdasarkan prakarsa masyarakat setempat sehingga tidak dibenarkan jika pemerintah supra desa mengintervensi kewenangan desa. 

Asas rekognisi dan subsidiaritas yang sangat substansial ini mengakui keberadaan desa, sehingga desa tidak lagi dipandang sebagai objek, melainkan subjek.  Namun sejauh ini desa masih diintervensi demi kepentingan negara, hak asal usul meliputi hak wilayah dan tanah adat masih diatur oleh pemerintah di atasnya. Desa masih dijadikan sebagai dapur para investor untuk terus berinvestasi dan mengeksploitasi sumber daya alam. Desa akan terus tertinggal apabila hal ini terus terjadi.

Desa jika dikelola dengan baik dapat membebaskan Indonesia dari kemiskinan. Desa memiliki potensi alam yang melimpah. Desa harus diperhatikan dan dijaga dengan memberikan fokus pada pemberdayaan masyarakat desa agar dapat mandiri. Dengan adanya pemberdayaan masyarakat maka desa yang awalnya dikenal sebagaimana daerah tertinggal dapat bersaing dan maju dengan mengelola potensi alamnya sendiri. 

Dari hal ini maka Indonesia yang memiliki banyak desa yang penuh dengan potensi alam dapat berkembang dan maju sehingga masa depan Indonesia dapat diperhitungkan. Desa adalah masa depan Indonesia. Karena itu, sumber daya alam di desa harus dikelola oleh masyarakat desa itu sendiri untuk kepentingan mereka, sebaliknya bukan untuk dieksploitasi oleh segelintir orang. 

Desa mesti terus menerus diperjuangkan, seperti yang disampaikan Soekarno agar “Berdaulat secara politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan’’. Kemajuan desa adalah tonggak bagi kemajuan Negara. Sekian.


Ilustrasi: A nutshell

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0