Oleh Zain N. Haiqal
Kejadian Yang Mungkin Anda Lupa
Peningkatan suhu laut belakangan ini disebabkan akibat perubahan iklim dan kenaikan suhu cukup ekstreem. Krisis ini telah membuat kekeringan di wilayah Horn of Africa. Horn of Africa ialah wilayah yang terdiri dari negara-negara Djibouti, Eritrea, Ethiopia, dan Somalia yang diakui secara internasional. Secara geografis bentuknya sangat menonjol yang menyerupai “Tanduk” ini terdiri dari “Semenanjung Somalia” dan Ethiopia bagian timur. Kekeringan parah pada tahun 2011, 2017, dan 2019 dengan terus-menerusnya telah memusnahkan tanaman dan ternak. Kekeringan telah meninggalkan 15 juta orang di Ethiopia,
Afghanistan sedang mengalami kekeringan terburuk dalam 27 tahun terakhir, sementara banjir besar di beberapa bagian negara itu telah mengurangi produksi pangan dan membuat orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Konflik selama tiga dekade di Afghanistan, krisis ekonomi dan perubahan iklim, telah menyebabkan krisis yang mengakar dan menyebabkan 29,2 juta orang di Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Sementara Kenya dan Somalia membutuhkan bantuan, namun upaya bantuan baru di danai 35 persen saja. Di Kenya dan Somalia, orang-orang dibiarkan tanpa sarana untuk mendapatkan makanan di meja mereka, dan terpaksa meninggalkan rumah mereka. Jutaan orang menghadapi kekurangan makanan dan air akut. Banjir bandang pada Maret 2023 berdampak pada 460.000 orang di Somalia dan menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi. Hal ini memperburuk tantangan kekeringan dan kerawanan pangan ekstrem. Ketidakstabilan politik di negara ini mempersulit upaya mengatasi krisis iklim dan melindungi masyarakat yang rentan. Republik Demokratik Kongo (DRC) terus mengalami konflik, tantangan ekonomi, dan wabah penyakit. Lebih dari 100 kelompok bersenjata berjuang untuk menguasai Kongo timur, seringkali menargetkan warga sipil. Wabah penyakit berupa campak, malaria dan Ebola – selalu menjadi ancaman terhadap lemahnya sistem layanan kesehatan, dan membahayakan banyak nyawa. Faktor-faktor ini telah membawa mereka dalam banjir panjang dan meningkatnya kerawanan pangan. Frekuensi curah hujan deras di Kongo pun meningkat selama sepuluh tahun terakhir. Pada bulan Mei 2023, bencana ini menyebabkan banjir besar dan tanah longsor di Kivu Selatan, menyapu bersih seluruh desa, berdampak pada lebih dari 15.000 orang, dan secara tragis merenggut lebih dari 500 nyawa.
Pada bulan Maret 2019, Siklon Idai merenggut nyawa lebih dari 1000 orang di Zimbabwe, Malawi, dan Mozambik di Afrika Selatan, dan merusak jutaan orang lain yang terlantar tanpa makanan atau layanan dasar. Ini adalah salah satu siklon tropis terburuk yang melanda belahan bumi selatan, menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa. Topan tersebut membawa angin kencang, hujan deras, dan banjir besar, yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur, perumahan, dan pertanian secara luas. Ribuan orang tewas, dan banyak lagi yang mengungsi dari rumah mereka. Tanah longsor mematikan menghancurkan rumah dan merusak tanah, tanaman, dan infrastruktur. Respons kemanusiaan terhadap Topan Idai sangat signifikan, dengan organisasi bantuan dan pemerintah memberikan bantuan kepada mereka yang terkena dampak bencana tersebut. Topan Idai menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respons terhadap bencana di wilayah rentan yang rentan terhadap kejadian cuaca ekstrem. Siklon Kenneth tiba hanya enam minggu kemudian, melanda bagian utara Mozambik, menerjang daerah di mana tidak pernah terjadi siklon tropis sejak era satelit. Awal tahun 2020, Australia mengalami musim kebakaran hutan terburuk sepanjang sejarahnya – menyusul dari tahun terpanas yang pernah tercatat. Catatan ini, akibat kebakaran meninggalkan tanah dan sumber daya menjadi sangat kering. Api dari keebakaran ini telah melahap lebih dari 10 juta hektar, menewaskan setidaknya 28 orang, meratakan seluruh komunitas keanekaragaman hayati yang ada, merampas rumah ribuan keluarga, dan meninggalkan dampak pada jutaan orang terpengaruh oleh kabut asap berbahaya. Lebih dari satu miliar hewan asli Australia telah terbunuh, dan beberapa spesies dan ekosistem mungkin tidak akan pulih.
Selama tahun 2021, kita menyaksikan banjir besar melanda berbagai negara di berbagai benua. Yang paling ekstrem terjadi di Eropa Barat setidaknya melanda delapan negara meliputi Jerman, Luksemburg, Belanda, Belgia, Prancis, Swiss, Italia, dan Inggris. Saat air meluap akibat kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer semakin tinggi dan membuat suhu rata-rata global meningkat drastis. Selama 2022-2023, banjir dan tanah longsor yang mematikan telah memaksa 12 juta orang mengungsi dari rumah mereka di India, Nepal, dan Bangladesh. Dua tahun yang lalu, hujan monsun yang sangat deras dan banjir besar menghancurkan, membunuh, dan merenggut banyak nyawa di negara yang sama. Di tempat ini, banjir yang datang merupakan yang terburuk selama hampir 30 tahun terakhir, sepertiga wilayah Bangladesh terendam air. Meskipun banjir diperkirakan akan terjadi selama musim hujan, para ilmuwan mengatakan hujan musim hujan di kawasan ini semakin intensif karena meningkatnya suhu permukaan laut di Asia Selatan.
Perang selama lebih dari satu dekade di Suriah telah mengikis kemampuan negara itu dalam merespons krisis. Konflik dan krisis ekonomi yang hebat telah memaksa 90% warga Suriah berada di bawah garis kemiskinan. Kekeringan ekstrim dan gempa bumi pada bulan Februari 2023 di dekat perbatasan Suriah-Turki, yang berdampak pada ratusan ribu warga Suriah dan Turki, telah menyoroti tantangan yang terkait dengan respons keadaan darurat di negara yang menghadapi tingkat kerapuhan yang tinggi.
Prahara-prahara Itu
Saat ini, saat tulisan ini dibuat, gejolak terbesar dalam sejarah yang pernah tercatat dalam jumlah karbon dioksida yang ada di atmosfer bumi. Konsentrasi rata-rata global karbon dioksida pada bulan Maret tahun ini adalah 4,7 bagian per juta (atau ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Maret tahun lalu, yang merupakan rekor peningkatan kadar CO2 selama periode 12 bulan. Menurut para ilmuwan, peningkatan ini dipicu oleh peristiwa iklim El Nino yang terjadi secara periodik, yang kini telah berkurang, serta jumlah gas rumah kaca yang terus meningkat dan terus dilepaskan ke atmosfer akibat pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan. Hal ini akan bertanggung jawab atas bencana katastropik seperti bencana banjir tak dapat terbendung dan menenggelamkan beberapa pulau kecil di dunia termasuk ancaman nyata untuk Indonesia. Tentunya setiap fenomena tidak kita hargai nilainya akan membuat kita membayar harganya jutaan kali lipat dari yang kita bayangkan. Semakin besar nilai yang nilainya tidak kita akui, semakin besar pula harga yang harus kita bayar karena terus mengkhianati-nya dan menjadi sangat munafik.
Keyakinan, Masih Ada?
Seberapa besar anda akan menilai alam. Seberapa berharga alam bagi anda? Apakah selama ini anda tidak menyadari pentingnya alam? Beginikah cara anda hidup di alam dan berkembangbiak selama ini melangsungkan keturunan? Bagaimana mungkin anda telah menjadi musuh dan penghianat bagi alam serta bertanggung jawab atas ekspolitasi gila-gilaan bagi lautan, hutan, tanah, dan udara yang telah menghidupkan anda? Dan bagaimana mungkin alam yang sama, yang merupakan tempat kelahiran anda, akan berubah menjadi api yang menghujani anda, menjadi banjir, dan menjadi racun yang memuntahkan racun kepada anda sendiri?
Bukankah kehidupan masih berada di tangan alam, sama seperti kematian. Namun, sejak kapan dan mengapa alam mulai membuktikan kepada anak-anaknya sendiri, yang mampu memrenggut kehidupan, kemampuannya untuk berbalas dendam untuk banyak mahluk hidup? Apakah alam memiliki pikiran yang mengolok-olok pikiran anda yang menganggap dirinya sebagai yang tertinggi di antara “ciptaan Tuhan yang tertinggi”?bukankah jiwa anda akan menciptakan bencana, ketika anda disakiti. Dan itu adalah bagian yang berasal dari alam ini. Jadi mungkin, ketika anda menyakiti jiwa alam ini, ia akan membalas dendam dengan menghancurkan! Tapi mengapa? Dan bagaimana caranya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dihindari oleh manusia yang hidup di dunia ini. Memahami di mana, kapan dan bagaimana kerusakan ini dan proses yang dihasilkan dari keharusan membayar harga untuk itu, telah dimulai, harus menjadi tanggung jawab setiap manusia yang ingin hidup dalam kebebasan. Jadi untuk memahami masalah ini, mari kita mulai dari akarnya.
Dalam banyak etika dalam agama yang berkembang saat ini, prinsip utamanya adalah menjaga harmoni dengan lingkungan dan kekuatan alam, yang merupakan tradisi yang sangat dihargai dan dijunjung tinggi. Masyarakat agamis dan spiritual sudah seharusnya memiliki kesadaran ekologis yang kuat, di mana setiap tindakan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini tidak diizinkan dan bisa berakibat pada kehancuran masyarakat.
Namun perlu diingat-ingat, bagaimana masyarakat alamiah pada zaman dahulu memiliki pemahaman yang sangat dalam tentang alam. Mereka percaya bahwa setiap bagian dari alam memiliki roh, yang diyakini sebagai aspek penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlangsungan kehidupan. Dalam kepercayaannya, upaya besar dilakukan untuk selaras hidup dengan roh-roh alam, karena mereka percaya bahwa tidak merespons panggilan alam ini bisa berakibat pada kehancuran. Masyarakat itu sangat memahami pentingnya harmoni dengan alam dan meyakini bahwa keberadaan manusia harus selaras dengan kekuatan alam. Masyarakat alamiah ini memiliki keterlibatan organik yang kuat dalam kehidupan bersama, di mana setiap individu dianggap sebagai bagian integral dari keseluruhan masyarakat. Dalam masyarakat tersebut, kejujuran dan kepercayaan dihargai sebagai prinsip mendasar, sementara manipulasi dan penyalahgunaan alam dianggap sebagai dosa besar. Prinsip-prinsip ekologi dan keberpihakan terhadap alam menjadi pusat dalam ajaran dan perilaku etika masyarakat tersebut. Kesimpulannya, masyarakat alamiah ini menjunjung tinggi keharmonisan dengan alam sebagai fondasi utama bagi kehidupan berkelompok mereka.
Namun, umat manusia semakin kehilangan kontak dengan pemahaman etis ini. Kebangkitan masyarakat negarawan yang menjadi budak kapitalistik ini, merupakan pemutusan hubungan yang mendasar dengan prinsip vital. Perkembangan pertanyaan lingkungan dan ekologi bersama dengan arah khusus yang diambil masyarakat ini secara fundamental terkait dengan awal peradaban. Peradaban masyarakat kelas menuyebabkan masyarakat yang berkonflik dengan alam. Alasan utama dari pertanyaan fenomenal ini berkaitan dengan paradigma mentalitas perbudakan yang kontrarevolusioner dari masyarakat baru ini.
Tentunya, alam yang nilainya tidak kita hargai, alam sebagai tempat dimana kita dilahirkan, harga ini akan berubah ketika krisis iklim global telah membakar kita, akan menjadi kebakaran hutan dan memanggang kita, akan menjadi banjir dan menenggelamkan kita, akan menjadi es dan membekukan kita, akan menjadi kontaminasi dan meracuni kita. Dan untuk setiap hari kita mengabaikan panggilan alam untuk menyelesaikan masalah, percayalah kematian akan menghantam kita lebih keras lagi.
Ilustrasi: A nutshell
Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!