“Segala apa yang dilakukan kaum tertindas adalah benar” (George Orwell)
Hari ini kita semua menjadi saksi dari gagalnya demokrasi yang jadi pedoman penguasa jalankan negeri ini. Presiden yang kita sangka akan lebih serius urusi nyawa rakyat malah buat perkara. Membiarkan begitu saja UU Cipta Kerja yang kandunganya menindas banyak hak buruh. Parlemen yang dipilih oleh rakyat malah mengesahkan UU dengan cara pengecut: tanpa melibatkan rakyat, dikerjakan dengan kilat dan diputuskan buru-buru. Semua itu ditambah dengan komentar pada pendukung rezim yang dungu dan tidak masuk akal. Seolah UU Cipta Kerja bisa mengantarkan pada kemakmuran dan kesejahteraan para pekerja.
Hari ini kita semua menjadi saksi dari negara yang memalukan. 35 investor global malah menuding Presiden mengeluarkan UU Cipta Kerja yang membahayakan segalanya. Bukan hanya para pekerja tapi lingkungan. Berkat UU Cipta Kerja maka proses perijinan dipermudah sehingga perusahaan apa saja bisa datang tanpa harus memastikan lebih dulu dampak lingkunganya. Nyaris UU ini diputuskan bukan dengan pertimbangan akal sehat tapi nafsu mengeruk laba sebanyak-banyaknya. Para jutawan yang terdidik merasa heran dengan keputusan itu dan menganggap Presiden membahayakan bukan saja kesejahteraan buruh tapi masa depan lingkungan.
Hari ini kita semua menyaksikan tanda dari gagalnya sebuah pemerintahan. Bukanya mengatasi masalah pendemi yang belum mereda malah menciptakan persoalan baru. Tanpa prioritas pemerintah seperti kehilangan pedoman dan tanpa memahami masalah pemerintah seperti kehilangan panduan. Diombang-ambingkan oleh mimpinya sendiri pemerintah dan parlemen bekerja seperti kawanan pemabuk. Mengambil keputusan politik sesukanya dan komentar sesuai dengan apa yang diinginkanya. UU Cipta Kerja salah satu dari manifestasi dari sebuah keputusan busuk yang bau bacinya menguap kemana-mana. Buruh, rakyat dan mahasiswa seperti tersentak karena UU ini bukan hanya mengancam pekerja tapi masa depan negeri ini.
Hari ini kita menyaksikan juga kemarahan para pekerja yang merasa kepentinganya tidak dihiraukan. Mereka kehilangan pelindung karena pemerintah dan wakil rakyat berbalik melindungi kepentingan pengusaha. Melalui UU Cipta Kerja pemerintah bersama parlemen mulai menciptkan iklim bisnis yang membahayakan siapa saja kecuali para pemilik modal. Buruh dan lingkungan dipertaruhkan untuk memenuhi kepentingan akumulasi laba sehingga kita bisa menyaksikan di masa depan ekonomi akan tumbuh di atas penindasan para pekerja. Sungguh situasi yang lebih mirip dengan kehidupan awal mula kapitalisme, dimana pekerja berada dalam suasana tertindas.
Hari ini kita juga menjadi saksi bangkitnya suara mahasiswa yang tidak ingin negara dikuasai oleh para penyamun. Mereka yang mempertahankan keyakinan busuknya dengan mengatasnamakan konstitusi tapi keputusan politiknya menginjak-injak nilai keadilan. Politisi bersama pemerintah yang bersekongkol melahirkan kesepakatan keji telah membawa negeri ini menuju misinya yang kotor: membelokkan tujuan kebangsaan dari melindungi seluruh rakyat Indonesia menjadi memperjual-belikan tenaga rakyat dengan harga semurah-murahnya. Predikat yang pantas diberikan untuk penguasa dan parlemen adalah TIRANI. Tirani membuat mahasiswa bangkit lalu kembali menuntaskan perjuangan yang dulu tidak tamat.
Dikatakan tidak tamat karena parlemen juga dipadati oleh mantan aktivis yang dulu ingin menghidupkan api demokrasi. Sebagian diantara mereka duduk sebagai elite politik dengan agenda mirip dengan Orba. Memasung kebebasan sipil lalu kini menindas hak-hak buruhnya. Sungguh perbuatan tercela yang dulu dihujat bersama itu kini digantikan peranya oleh mereka sendiri yang di masa mudanya pernah jadi para pembangkang. Beranjak dari pengalaman busuk itulah kini mahasiswa menyalakan api perjuanganya lagi. Mereka ingin waktu dikembalikan lagi sebagaimana dulu mimpi tentang masa depan Republik itu dibangun: keadilan bagi semua rakyat dan perlakuan manusiawi pada semua rakyat petani serta pekerja. Bersama ide kolektif itulah maka mahasiswa tidak hanya ingin mencabut UU Cipta Kerja tapi melangkah maju lagu ingin mencabut mandat penguasa.
Titik balik sejarah negeri ini sedang berusaha diputar balik. Buruh, mahasiswa dan rakyat sedang meluapkan protes. Mereka berkali kali merasa dikibuli oleh Presiden dan Parlemen. Janji tidak pernah ditepati dan apa yang diperbuat dengan apa yang dikatakan selalu berlawanan. Tiap kali keputusan kontroversial yang muncul dan diiringi dengan protes selalu dibalas dalam kalimat singkat: jika tidak setuju silahkan gugat saja ke MK. Seakan proses penerbitan UU lalu gugatan ke MK seperti sebuah perjalanan yang gampang dengan hasil yang sesuai dengan keinginan. Semua tahu baru saja ada RUU MK yang diproses di parlemen yang menyenangkan hati para hakim. MK diberi kenikmatan soal masa usia pensiun yang diperpanjang. Servis yang pastinya membuat gembira para hakim MK dan bisa pengaruhi putusanya.
Kini massa mulai bergerak menggugat mandat pemerintah. Sebagian yang lain menggugat kandungan isi UU Cipta Kerja. Tapi lebih banyak yang memilih turun ke jalan dan mencaci maki parlemen di media sosial. Gelombang perlawanan ini seperti ombak yang ingin menghempas kekuatan apa saja yang dianggap mengingkari mandat. Daya energi kekuatan aksi ini sangat tergantung pada bagaimana massa setia untuk memperjuangkan tuntutan meski ada resiko bentrokan atau penangkapan. Di balik praktek perlawanan Reformasi Dikorupsi tahun lalu ada pelajaran yang pantas untuk dipetik: kekuatan massa sangat dipengaruhi oleh keyakinan ideologis terhadap apa yang diperjuangkan, bagaimana mereka bereaksi pada tekanan represif yang dilakukan oleh aparat dan seberapa banyak pengalaman mereka dalam demonstrasi.
Tapi apapun itu semua kita merasa pantas untuk protes. Baik itu karena landasan kemanusiaan, keberpihakan maupun keyakinan kalau sistem seperti sekarang ini bahaya jika diterus-teruskan. Kini buruh, mahasiswa dan rakyat bersatu untuk memastikan kalau kekuasaan yang tidak bertindak mengikuti suara rakyat pantas untuk dicabut mandatnya. Kaum pekerja yang kini masih menderita mustahil bisa hidup sejahtera jika parlemenya bertindak ugal-ugalan dan pemimpinya tidak bisa diberi saran sama sekali. Bersatulah bersama buruh, mahasiswa dan massa tertindas hari ini di mana saja! (EP)
Ilustrator: Hisam