Ancaman terhadap Kebebasan Akademik diperguruan tinggi semakin hari semakin mengkhawatirkan. Kebebasan Akademik harusnya menjadi sesuatu yang diutamakan dalam dunia pendidikan terutama dalam ranah perguruan tinggi akan tetapi sepelekan bahkan di langgar. Hal ini menjadi miris ketika masih ada perguruan tinggi hari ini yang melanggar kebebasan akademik yang bisa berdampak bukan hanya pada mahasiswa, tetapi dosen dan juga karyawan.
Polemik berawal dari sikap kritis Senat Universitas Proklamasi 45 yang mencoba mengkritisi sikap Rektor dan Yayasan terkait tata kelola Universitas, sekaligus transparansi anggaran, setelah sebelumnya muncul istilah “manajemen krisis” akibat dampak Covid-19. Atas dalih krisis tersebut, managemen Universitas (khususnya pihak Rektorat), melakukan langkah-langkah rasionalisasi dengan melakukan PHK sepihak, hingga pemotongan gaji dosen dan karyawan. Puncak dari sikap kritis tersebut adalah mengajukan “Mosi Tidak Percaya” yang ditunjukan kepada pihak rektorat. Surat “Mosi Tidak Percaya” tersebut kemudian dikirimkan kepada Yayasan, sebagai Pembina Universitas agar diproses sebagaimana mestinya.
Ironisnya, “Mosi Tidak Percaya” yang dikirimkan kepada Yayasan, justru dibalas dengan tidakan intimidatif. Para anggota Senat Universitas Proklamasi 45 mendapatkan surat teguran, sekaligus diminta tanda tangan untuk mengakui tindakan yang dilakukan adalah menyalahi peraturan, sekaligus salah secara administrasi. Mereka pun diminta melepas jabatan yang embannya. Jika tidak mau mendatangi dan melakukan tanda tangan, semua anggota Senat yang dipanggil dinyatakan sudah mengundurkan diri dengan sendirinya. Tentu saja, situasi ini justru mendapatkan respon solidaritas dari komponen dosen dan karyawan. Sebanyak 98 dosen dan karyawan pun serentak menyatakan penolakan atas keputusan Yayasan. Alasannya sederhana, jika itu dilakukan, maka proses kegiatan belajar mengajar (KBM) bisa tersendat. Mengingat, anggota senat juga berprofesi sebagai dosen di masing-masing prodi, sekaligus mengampu mata kuliah.
Situasi semakin kompleks, ketika secara sepihak Yayasan mengembalikan bapak Drs.Teguh Budi Prassetyo, M.Si dan bapak Sukirno, S.H.MH kepada LL Dikti sebagai dosen DPK. Dalam surat ditulis bahwa Yayasan sudah gagal membina kedua dosen tersebut. Sontak kondisi ini semakin membuat panas situasi. Mahasiswa Universitas Proklamasi 45 yang tergabung dalam ALIANSI MAHASISWA UP45 pun menilai kondisi ini janggal. Mereka menilai situasi ini adalah tindakan intimidatif, sekaligus tidak mencerminkan budaya dialog sebagai representasi dari iklim akademis.
Atas nama kemanusiaan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), Aksi Kamisan
Yogyakarta & Aliansi Mahasiswa UP 45 bersikap:
1. Mendesak LLDIKTI wilayah V Yogyakarta dan/atau KEMENDIKBUD untuk menyelesaikan permasalahan terkait pengelolahan sistem birokrasi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
2. Mendesak pihak yayasan untuk mengembalikan bapak Drs.Teguh Budi Prassetyo, M.Si dan bapak Sukirno, S.H.M.H., sebagai tenaga pengajar di Universitas Proklamasi
45 Yogyakarta.
3. Mendesak pihak yayasan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta untuk mencabut surat peringatan dan/atau pemberhentian 25 dosen (senat) / potensi PHK terhadap dosen lainnya, beserta karyawan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta lainnya yang tergabung dalam Serikat Dosen dan Karyawan UP45.
4. Mendesak pihak Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta untuk segera mengaktifkan proses perkuliahan di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, tanpa mengganti dosen mata kuliah yang sudah tercantum dalam Forlab Dikti.
5. Mengembalikan hak demokrasi mahasiswa Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
(memberanguskan BEM) yang sudah beberapa tahun ini tidak difungsikan perannya.
Kamis, 01 Oktober 2020
Atas Nama
Aksi Kamisan Yogyakarta & Aliansi Mahasiswa Up45