“Seluruh hidup kita sejauh memiliki bentuk yang pasti, hanyalah sekumpulan kebiasaan” -William James
Di samping berita tentang Papua dan ceramah u)Ustadz Abdul Somad, kita dapat kabar baik. Atta Halilintar jadi YouTuber yang penghasilanya paling tinggi se-Asia Tenggara. Langka sekali kita punya prestasi salah satu warganya punya pendapatan paling tinggi se-Asia Tenggara.
Setidaknya itu banyak mengobati kita hari-hari ini. Yang dikenal sistem pendidikannya kalah dibanding dengan Singapura dan Malaysia. Yang secara ekonomi juga mengalami pertumbuhan ekonomi lemah dibanding Singapura dan Malaysia. Yang warganya juga kalah dalam soal disiplin, kepatuhan, hingga perlindungan minoritas dibanding Singapura. Sekarang kita punya Atta Halilintar. Atta mengalahkan semua YouTuber di Malaysia dan Singapura!
Pemuda 24 tahun -yang rambutnya seperti api dengan kaca mata yang menutupi matanya itu- dilanggan lebih dari 18 juta orang. Pendapatannya mencapai 1,37 juta pounsterling atau setara dengan Rp 23,7 milliar per bulan. Artinya setiap jam l, uang Atta bertambah Rp 33 juta. Pendapatanya ini mengalahkan semua pimpinan BUMN bahkan berlipat-lipat banyaknya dari Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2019.
Tentu ‘katanya’ ada kerja keras yang sudah dilakukan Atta selama ini: usia 13 tahun yang harusnya Atta ikut bimbel malah jualan ponsel. Kemudian masih bocah sudah jualan mobil. Dan kini menjalankan usaha clothing line Atta Halilintar Habit (AHHA) dan AHHA Hijab, juga AHHA Publishing, hingga makanan Cake Masa Depan. Singkatnya, dalam semua urusan dijual Atta. Atta bahkan kini jadi barang jualan.
Sebagai Raja YouTube Asia Tenggara, Atta telah menyihir jutaan orang untuk menontonnya. Apa yang ditonton? Tiap tayangan hanya memperlihatkan Atta cuek, omong seenaknya, dan menemui artis dengan percaya diri. Kadang Atta beli mobil seperti beli krupuk dan tinggal di rumah bak istana yang punya segalanya.
Kalimat yang kini dikutip di mana-mana adalah ucapan Atta: AHSIAAAAPPP! Ucapan yang artinya tak ada, kecuali membuat orang keluar dari cengkaraman Orba yang militeristik yang selalu mengatakan: Siappp Graak! Di luar itu, sepertinya tak ada yang menarik dari Atta kecuali memang ia rajin sekali dalam mengunggah videonya.
Dan gilanya, banyak anak kecanduan. Anak saya contohnya: waktu belum banyak kenal buku, masih lugu, dan tak pernah diajak ketemu orang-orang alternatif, dia adalah penyuka Atta Halilintar. Buku tentang Atta dibelinya, ikut serta ketemu dengan Atta, dan yang tak dilakukanya hanya satu: beli baju AHHA. Selain itu, ia -dulunya- adalah ummat Atta Halilintar. Alkhamdulillah, sekarang anak saya murtad dari Atta Halilintar. Sialnya banyak anak tetangga masih jadi pemuja Atta? Kenapa?
Rasanya kita perlu kembali ke tahun 1900-an. Seorang milliuner paling kaya sedunia dan salesman paling mahir yang dikenang oleh semua tenaga pemasaran mungkin bisa menjawabnya. Claude C. Hopkins yang populer karena memperkenalkan kita dengan semua ritual mandi: ia pemasar pepsodent, ia pemasar sabun Palmolive yang disebutnya sebagai sabun mandi Cleopatra.
Dalam buku biografinya My Life Advertising, ia mengatakan betapa sulitnya menghabiskan sedemikian banyak uang. Saya rasa Atta mengalami hal yang sama untuk pendapatannya yang jumlahnya sangat raksasa itu. Hopkins punya kiat jitu dalam memasarkan semua produknya: ia menjanjikan hal yang istimewa. Saat memasarkan pepsodent dengan gigih, Hopkins menawarkan sesuatu yang tak masuk akal: gigi bisa cemerlang, wajah bisa rupawan, dan rasanya belum mandi jika tidak pakai pasta gigi. Ramuan iklan yang membentuk kebiasaan baru untuk memakai pepsodent dan palmolive.
Kelak, para psikolog melakukan penelitian atas kiat itu semua untuk memutuskan apa yang dinamai dengan kebiasaan. Katanya kebiasaan mengkonsumsi itu bisa muncul jika bisa memahami psikologi manusia dalam memahami produk yang terbentuk oleh dua unsur: pertama temukan tanda sederhana dan gamblang, serta kedua definisikan ganjaran yang jelas.
Atta diciptakan untuk memenuhi dua unsur itu. Hidup di belantara media sosial yang super gaduh. Tinggal di sebuah negeri yang sering gaduh. Lalu hidup di tengah keluarga yang jumlah anaknya saja bisa buat gaduh. Atta berada di pusat kegaduhan.
Atta mudah ditemukan: cukup buka YouTube, lalu cari channel-nya. Adegan yang dilakukanya biasa saja: ada adegan lomba makan ayam dengan Raffi Ahmad lalu ada pula bawa adiknya yang ketiduran untuk keluar. Pokoknya, semua tindakan usil, normal, dan tidak serius. Jarang adegan Atta baca buku apalagi Atta mengisi pengajian! Atta sepertinya jenis manusia pasca-literasi: tak butuh aksara apalagi buku.
Kalau kita melihatnya, apa yang bisa peroleh: rasa puas, rasa pingin, rasa sama, dan tentu rasa umum. Orang ada yang sudah melakukannya, ingin mengerjakannya, atau puas melihatnya. Ingin orang bisa hidup bak Atta Halilintar: mobilnya bagus, temanya artis l, dan setiap usil tak pernah ditangkap. Atta seperti manusia bebas yang hidup di negeri paling demokratis.
Atta ngeprank siapa saja. Atta seperti dapat mempermainkan siapapun yang ditemuinya: bisa ketemu orang gila, pengemis, hingga pejabat. Atta dapat ngomong apa saja bahkan mengangkat tayangan apapun: tas hilang, latihan nyetir, atau pamer mobil. Semua yang dilakukan Atta seperti orang kaya pada umumnya: enteng, gampang, dan senang.
Atta seperti harapan hidup kita sehari-hari: bisa habiskan waktu dengan ngobrol sana-sini, bisa ketemu orang yang kita pilih, bahkan dapat iklan apapun. Atta tak pernah sedih, Atta selalu tertawa, dan Atta hidup seperti mesin penghibur. Diam-diam, saya kadang bertanya apa benar Atta itu manusia dan Atta itu ada? Saya curiga memang YouTube menciptakan spesies seperti Atta Halilintar yang mampu membuat kita semua jadi pengikut fanatiknya!
Atta ucapannya jadi sihir yang dikatakan di mana-mana. Banyak produk sekarang memakai wajahnya. Banyak orang ingin berada di sekitarnya. Lalu lebih banyak lagi orang yang pasti ingin punya pendapatan seperti dirinya. Tapi jika semua warga Indonesia seperti Atta Halilintar, tentu kita takkan punya masalah sama sekali: tiap hari ngeprank aparat, tiap saat buat candaan tentang soal apa saja, dan menemui artis, pejabat, hingga orang gila bisa kapan saja.
Atta makmur bukan karena kerja kerasnya, bukan karena kepintarannya, dan bukan karena kegigihanya. Kita semua yang menjadikan Atta jutawan dan milliuner: mau-maunya menyaksikan kegiatan hariannya, bahkan ketagihan menyaksikannya. Entah apa kita harus bersyukur, kuatir, atau malu karena negeri ini mampu menciptakan makhluk seperti Atta Halilintar. Dan, -kita semua tahu- di Asia Tenggara hanya kita satu- satunya!
Sekian(*)