“Bila kita menggunakan kecerdasan dan pengetahuan kita untuk melayani manusia, kemanusiaan jadi punya harapan. Kitalah harapan itu, kita adalah masa depan” -Fabio Rosa, aktivis Brazil
Kawan,
Harus kami bilang apa kepadamu kalau tiap kali yang kami dengar berita tentangmu adalah kepedihan. Teraniaya, disiksa, hingga dituduh melawan negara. Harus kami katakan apa lagi kalau setiap tindakanmu selalu dianggap bahaya dan melawan penguasa.
Mustinya kami mengatakan terimakasih sebesar-besarnya karena memberi kami segalanya. Alam yang elok beserta kekayaan yang ada di dalamnya. Di sana ada tambang apa saja: emas hingga minyak, ikan hingga binatang ternak, hutan hingga obat-obatan, bahkan hewan yang beraneka jenisnya.
Mustinya kami menyambutmu di Jawa dengan hangat. Sebab banyak yang merantau ke Papua mendapat kerja dan gaji luar biasa. Yang di sana bekerja di tambang pulang pasti bawa hasil melimpah. Yang bekerja jadi pedagang mampu biayai anak hingga kuliah. Yang jadi penguasa punya peluang naik kedudukannya.
Mustinya kami menghormatimu. Tidak mengatakan hal buruk tentangmu. Tidak menjuluki dirimu dengan kata yang tak pantas sama sekali. Tidak mencurigaimu dengan cara yang menghina harga dirimu. Karena kalian juga hormati saudara kami yang di sana dan melindungi mereka untuk tinggal di sana.
Mustinya sejak lama kami memberi kebebasan pada Papua. Menentukan nasibnya sendiri, menentukan kebijakanya sendiri, dan menentukan kedaulatanya. Sebab sejarah bergabungnya Papua bukan cerita yang mulus dan kisah yang bahagia.
Ingatan atas Papua hanya singkat saja: wilayah Indonesia yang jauh letaknya dari Jawa. Dihuni oleh orang Papua yang berbeda dengan Jawa. Memiliki keyakinan, kebiasaan, serta adat yang berbeda sekali dengan yang ada di Jawa. Berbeda, itulah yang selalu kami gariskan.
Namun yang beda tak harus dipaksa untuk sama. Yang beda bukan berarti lebih rendah dari kita. Yang beda bukan berarti boleh diperlakukan seenaknya. Yang beda tidak boleh dihina begitu saja. Yang beda itu musti dihormati, dilindungi, dan diberi hak untuk setara.
Kawan,
Kurasa mengatakan maaf tak cukup. Basa-basi ini hanya cara untuk menutup kesalahan yang sudah terlanjur dilakukan. Luncuran kata maaf itu baru berarti jika kami memberi kepastian perlindungan dan pemenuhan keadilan. Terutama pada kawan-kawan Papua yang berada di mana saja.
Melindungi orang Papua pada segala usia di mana saja. Yang mahasiswa berikan kesempatan untuk belajar, mengembangkan organisasi, dan menghidupkan pikiran kritis. Yang belajar biarkan mencari informasi tentang sejarah negerinya dan bagaimana berjuang untuknya.
Memenuhi rasa keadilan orang Papua tak hanya dengan membangun sarana fisiknya, tapi mengadili siapa saja yang pernah menganiaya orang Papua, menghina orang Papua, dan mendeskreditkan orang Papua. Kalau kita mengatakan setara, harusnya mereka juga diberi keadilan yang sama.
Baiknya kita menghormati orang Papua dalam menentukan sikap politiknya, pandangannya, hingga caranya mengatur dirinya. Sudah terlampau lama kita jajah kekayaan alamnya, merampas haknya, dan tak memberikan apa yang pantas untuk mereka. Kesejahteraan, pendidikan, hingga kesetaraan.
Gunanya apa terus-menerus melakukan kekerasan untuk setiap soal yang diangkat orang Papua? Sejak masa penjajahan hingga Orba senjata tak pernah mampu selesaikan masalah. Peluru hanya menghasilkan dendam, perseteruan, dan pertikaian yang tak habis habis.
Senjata bukan alat yang pantas untuk berkomunikasi. Senjata bisa menghentikan sejenak sebuah tuntutan tapi tak mampu membinasakan sebuah harapan. Senjata hanya keputusan yang dangkal dan cerminan dari peradaban yang suram.
Hukum bukan untuk menghukum orang yang kita curigai. Hukum tak diperlakukan dengan cara seenaknya. Hukum mustahil ditegakkan dengan cara semena-mena. Hukum jika masih ada, seharusnya menghukum yang sudah jelas salahnya dan sudah terang perbuatannya.
Kawan,
Semoga kalian percaya pada kami yang juga tak pernah setuju pada kekerasan yang dilakukan oleh siapa saja. Apapun alasanya dan untuk tujuan apa saja, kekerasan bukanlah metode yang bisa membereskan persoalan. Kita hadapi masalah sama, yakni kekerasan yang bertahan begitu lama.
Semoga kita tetap bisa bergandeng tangan melawan bentuk penindasan. Baik yang sasaranya adalah mahasiswa, kaum miskin kota, maupun petani yang mempertahankan haknya. Baik bentuknya ujaran kebencian, penghinaan, maupun segala bentuk rasisme yang merendahkan dan menghina martabat kemanusian.
Semoga kita tetap setia mempertahankan hak sebagai rakyat berdaulat dan manusia yang punya martabat. Karena hanya dengan keyakinan itu kita mampu menaklukan imperialisme yang kini menyerupai komplotan liar yang melakukan apapun dengan tujuan mempertahankan laba.
Semoga kita tetap saling percaya satu sama lain di tengah keadaan gelap yang bisa mencemari harapan dan meracuni perjuangan. Karena kita berdiri tegak untuk menolak lupa, kita sama sama berdiri melawan oligarki, dan kita disatukan oleh korban pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Semoga kita tetap waspada pada hasutan, tekanan, maupun upaya sadis yang bisa memusnahkan tujuan. Hadirnya masyarakat yang adil, dihormati haknya, dan dilindungi hidupnya. Utopia itulah yang kami rasa menyatukan di antara kita selama ini: kami yang ada di sini dan kalian yang ada di sana.
Semoga kita tetap setia untuk saling membela jika ada yang dilukai kemanusiaanya, tetap menuntut sama-sama pada ketidakadilan yang terjadi, serta berani untuk mempertahankan hak kita sebagai manusia yang merdeka, bebas, dan punya kehormatan.
Kawan,
Bicara tak banyak gunanya ketika hanya luapan retorika. Janji tak pernah ada gunanya kalau tak ditepati. Komitmen tak banyak dampaknya kalau kita tak tahu apa prioritas yang penting untuk ditangani. Biarlah kata, retorika, dan janji itu bertebaran di mana-mana, tapi yang penting kita tetap setia dengan proyek kita bersama:
“Suatu proyek hanya masuk akal bagi saya kalau proyek itu ternyata berguna untuk membuat orang lain lebih bahagia dan lingkungan lebih dihormati, dan bilamana itu memberikan harapan bagi masa depan yang lebih baik” -Fabio Rosa
Salam(*)