Laporan Melki AS dan Ahmad Rifai
***
Balai-balai tempat duduk yang ada di depan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pantai Samas, Srigading, Sanden, Bantul, DIY itu terbuat dari bambu. Ukurannya tidaklah begitu besar. Dan balai-balai itu bersandar pada pohon cemara sebagai tiang pengikatnya. Di balai-balai tersebut tampak beberapa orang berpakaian seragam putih-putih dan ada beberapa orang lagi yang berpakaian kaos dan bercelana pendek. Singkat cerita, orang-orang yang berbaju putih tersebut adalah pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan DIY. Sementara 3 orang yang ikut bersamanyanya adalah ketua kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) Mino Samudro, Sadino, Ketua Nelayan Sigit dan anggotanya Tri Jarwanto. Menurut Sadino, kedatangan DKP DIY tersebut untuk survei terhadap fasilitas nelayan yang sudah tidak baik lagi. Hanya itu saja. Tidak sekali pun membicarakan kasus yang menimpa seorang nelayan Samas yang terlanjur di kriminalisasikan, Tri Mulyadi, karena menangkap kepiting. ‘Mereka DKP yang bagian lain, yang mengurus bidang lainnya’ ujar Sadino.
Usai tim DKP DIY beranjak pulang, SP (Suluh Pergeakan) mencoba berbincang-bincang dengan Ketua Pokmaswas Mino Samudro terkait kasus yang menjerat anggotanya yang merupakan nelayan Pantai Samas. Pak Dino (panggilan Sadino) memberikan keterangan yang hampir serupa dengan yang disampaikan oleh Tri Mulyadi. Hanya saja menurut Pak Dino, seharusnya kasus seperti ini tidak terjadi kalau sebelumnya sudah ada sosialisasi terhadap pelarangan penangkapan kepiting serta jenis-jenis kepiting mana saja yang tidak boleh di tangkap atau diperjualbelikan.
Yang juga seharusnya tidak perlu terjadi ialah penetapan Tri sebagai tersangka. Karena selama ini kelompok masyarakat nelayan Samas berhubungan baik dengan Ditpolair Polda DIY tersebut. Bahkan hubungan kerjasama baik ini sudah dilakukan dari dahulu banget, bukan baru sekarang. Beberapa informasi selalu dilaporkan bila ada hal yang mencurigakan. Seperti misalnya adanya para imigran gelap yang datang ke Samas, kelompok nelayan melaporkan hal tersebut. Dan kemudian hal tersebut ditindaklanjuti.
‘Kami sudah lama berkerjasama dengan Ditpolair maupun Tni AL disini. Ada apa-apa kami langsung lapor. Bahkan kami diberi atribut seperti kaos dan semacamnya dari mereka. Tapi kini dengan adanya kasus tersebut, maka kami memutuskan untuk mengembalikan semua hal tersebut. Kerjasama kami putuskan. Sekarang kalau ada apa-apa silahkan mereka cari tahu sendiri’ ungkap Pak Dino.
Terkait keterlanjuran Tri Mulyadi sebagai tersangka, Sadino menyesalkan adanya tebang pilih dalam kasus ini. Menurutnya selain belum ada sosialisasi terhadap pelarangan tersebut, seharusnya pihak pengepul atau tengkulaknya itu juga kena kasus juga. Karena itu sama saja seperti penadah. ‘Masalahnya, permasalahan seperti ini kok jadi lebar. Mbok harusnya tengkulaknya yang ditangkap. Sekarang tengkulaknya (Supri) malah lengggang-lenggang kangkung, malah pencarinya (Tri) yang disangka pencuri. Sampai sekarag pengepulnya itu bebas lenggang lenggang kangkung’
Sementara itu, Tri Jarwanto, anggota kelompk nelayan Samas, mengatakan bahwa tindakan yang menjadikan kepiting itu kasus adalah gegabah. Selain belum sosialisasi, juga karena jenis-jenis kepiting itu banyak. ‘Kita kan belum tahu kepiting jenis apa yang tidak boleh diambil atau di tangkap. Karena memang kita belum pernah di sosialisasikan tentang itu. Nah iniyang membuat kami bingung sekaligus khawatir dengan adanya kasus ini. Masa dinas (DKP-red) belum ngerti tentang apa yang dilarang tersebut, tapi Polair nya sudah tahu duluan. Harusnya yang tahu tentang pelarangan itu ya dinas dulu. Baru kemudian petugas. Nanti dari dinas memberikan pembinaan. Kan kami ini legal, kami ini juga binaan dari DKP itu sendiri’ ujar Tri Jarwanto.Hal senada juga disampaikan Ketua Nelayan Pantai Samas, Sigit, yang menyayangkan adanya kasus ini. ‘Saya juga bertanya-tanya. Kan dari dinas belum ada sosialisasi sebelumnya, tapi kemudian kenapa (Tri Mulyadi) kok langsung ditangkap’ ujarnya.
Bebasnya Supri selaku tengkulak yang melaporkan Tri Mulyadi juga mengherankan seluruh masyarakat nelayan pantai Samas. Menurut pak Dino, Gubernur DIY pun juga heran dengan kasus seperti ini. ‘Masa tengkulaknya lenggang kangkung. Malah yang heboh ialah yang mencari. Padahal pak Gubernur sendiri sempat marah dengan adanya kasus ini. Pak Gubernur malah heran ada kasus yang tidak jelas seperti ini.
Protes terhadap tebang pilih dan timpangnya putusan hukum terhadap Tri Mulyadi, disampaikan juga oleh perwakilan nelayan saat sosialisasi dari Kementrian, Dinas dan Ditpolair. Disini pun masyarakat nelayan lebih dibuat heran lagi. Karena jawaban dari Kementrian dan Ditpolair ternyata berbeda. Bahkan Kementrian menurut Pak Dino, malah memperbolehkan masyarakat menangkap kepiting.
‘Malah kalau direktur dari Kementrian Kelautan dan Perikanan yang datang dari Jakarta saat sosialisasi disini pasca penetapan kasus Tri Mulyadi,mereka bilang bahwa penangkapan kepiting itu semuanya (besar kecil) boleh. Yang besar di jual sementara yang kecil di konsumsi. Karena punya kandungan (gizi) yang bagus. Bisa buat anak cerdas’ papar pak Dino.
Sementara ketika ditanyakan tentang kasusnya, Ditpolair menurut pak Dino seperti sengaja lari dari isu yang dibahas. Hal itu terlihat dari perwakilan yang datang ialah penyidik yang lain, bukan yang ada saat menetapkan Tri Mulyadi sebagai tersangka. Lalu jawaban penyidik yang datang tersebut tidak sesuai harapan karena terkesan mencari pembenaran.
‘Ditpolair yang datang saat sosialisasi, malah membuat contoh yang sifatnya lari dari isu sesungguhnya tentang pelarangan penangkapan kepiting. Di acara tersebut ia membuat contoh-contoh yang nggak jelas. Dia menggambarkan dengan pencurian susu untuk anak. Seolah ini sama dengan kasus kepiting disini. Ini kan menggelikan. Ia mencontohkan sesuatu yang orang sudah tahu itu dilarang, sementara kasus disini belum tahu apakah itu dilarang atau tidak karena belum ada sosialisasi. Aneh kan. Tapi ya mereka begitu-begitu saja’.
Mengenai adanya tebang pilih kasus ini, SP mencoba mencari klarifikasi ke Ditpolair Polda DIY. Tapi sampai disana, SP hanya berhasil bertemu dengan anggota yang sedang berjaga saja. Dan tak berapa lama kemudian seorang petugas mengatakan bahwa yang berwenang menjawab kasus ini adalah Humas Polda DIY. Sementara itu, Dinas Pertanian Pangan, Kelautan dan Perikanan saat SP kekantornya di komplek perkantoran Pemda Bantul, terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang. Dan ketika mengutarakan maksud untuk interview, seorang staf mengatakan bahwa hanya kepala dinas yang bisa menjawab. Dan sementara ini kepala dinas sedang tidak ada di kantor dan keluar kota. Staf, Humas dan bagian yang lainnya tidak ada yang bisa dan berani menjawab persoalan yang menimpa Tri Mulyadi ini.