Selamat Jalan Peter Kasenda

Ia tak akan pernah bicara lagi meskipun banyak yang ingin mendengar pikiran-pikiranya yang cemerlang dengan bobot kearifan (Peter Kasenda, Cendekiawan dalam Arus Sejarah, 2018)

Saya tak mengenalnya dekat. Tapi selama lima tahun SMI berdiri pak Peter kerap datang. Mula-mula ia mengajar di kelas politik kami. Seingat saya bercerita tentang Soeharto. Kebetulan ia menulis tentang penguasa diktator itu. Semuanya dijelaskan sesuai dengan gayanya: lembut, tenang dan detail.

Saya ingat pak Peter kami bawa ke Solo. Kami ajak diskusi dengan mahasiswa di sana. Dalam suasana yang hangat dengan ditemani beberapa mahasiswa. Ia selalu berkata: hidupnya didekasikan untuk bertemu dengan masa depan. Peter menyukai anak-anak muda karena merekalah pemilik masa depan. Bagi mahasiswa, bung Peter seperti saksi kehidupan dari banyak tokoh yang mereka hanya lihat gambarnya.

Saya sering bicara bersamanya. Kenangan indah ketika di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) saat diskusi buku Hari-hari terakhir Soekarno. Tulisanya benar-benar meyentuh, terutama saat Soekarno bertemu dengan Hatta. Saya membaca tulisanya utuh di hadapan mahasiswa saat detik pertemuan yang mengharukan itu. Saya menyaksikan beberapa mahasiswa berkaca-kaca matanya. Peter menuliskanya dengan sendu dan memikat.

Diskusi Buku Sarwo Edhie dan Tragedi 65, salah satu pemantiknya Peter Kasenda | LPRIS

Diskusi Buku Sarwo Edhie dan Tragedi 65, salah satu pemantiknya Peter Kasenda | LPRIS

Itulah bung Peter: pria yang perawakanya gempal tapi hatinya lembut. Saya suka kalau ia cerita tentang tokoh masa lalu: kalimatnya selalu hidup seolah sang tokoh itu berada di sampingnya. Hal paling mengaggumkan darinya adalah hidupnya yang sederhana. Tiap kali habis diskusi kami mengajaknya makan di warung pinggir jalan. Ia selalu memesan minuman yang sama: jeruk nipis hangat.

Ia tak pernah mau kami carikan penginapan yang layak. Tidak pernah minta dijemput tiap datang ke Yogyakarta. Kalau mau undang diskusi hanya menyebut tempat dan jam. Bung Peter nanti akan datang sendiri pada jam yang persis sama. Ia selalu menjawab semua pertanyaan dengan hangat. Melki AS -teman SMI- selalu bilang ia seperti buku ensiklopedia yang berjalan ke sana-ke mari.

Peter Kasenda saa mengisi di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa | Dokumentasi pribadi Peter Kasenda

Peter Kasenda saat mengisi di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa | Dokumentasi pribadi Peter Kasenda

Biasanya, kami habis diskusi akan nongkrong dan ngobrol ke sana-ke mari. Bung Peter selalu menjawab semua pertanyaan sederhana kami. Bagaimana dulu Bung Karno habiskan hari-harinya atau mengapa Soekarno menyukai wanita atau bagaimana Hatta bisa tahan berjuang bersama Soekarno. Para tokoh itu seperti teman kehidupanya. Ia tak ingat waktu kalau sudah cerita: kami pernah menemaninya sampai hampir fajar.

Bung Peter punya hal yang istimewa: tokoh sejarah yang diceritakanya selalu hidup dengan keyakinanya. Sebuah keyakinan yang inspiratif. Saya ternganga saat membaca siksaan yang dialami Amir Sjariffoedin oleh Jepang, justru ketika sudah kalah oleh sekutu. Amir benar-benar radikal dan militan. Jepang menyiksa sambil mempertanyakan soal keyakinanya, yang dijawab oleh Amir dengan teguh, bahwa ia tetap memegang teguh prinsipnya.

Begitulah bung Peter. Ia membawa kita ke masa lalu dengan cara masa kini. Tiap tokoh diceritakanya dengan ringan, meyentuh sekaligus bertenaga. Misalnya Amir yang uangnya habis untuk membiayai partai. Atau TB Simatupang yang berani mengingatkan bung Karno agar tak suka pakai baju kebesaran militer. Sejarah yang dituturkan dengan unik dalam suasana yang meyentuh.

Setiap kisah muncul dalam semangat yang gigih dan dituangkan dalam bahasa yang ringan. Gaya penulisan yang tak mudah mengingat sumber bacaan yang dirujuk dan dipilah amat banyak. Maka dalam tiap kisah dirinya selalu menyimpan pesan masa depan. Seperti ketika berkisah TB Simatupang yang mengingatkan dilema TNI antara menjadi pejuang yang punya sifat mulia atau mempertahankan diri menjadi militer yang profesional.

Peter Kasenda dalam Bedah Buku & Diskusi Terbuka Memoar Pulau Buru | Himmah Online

Peter Kasenda dalam Bedah Buku & Diskusi Terbuka Memoar Pulau Buru | Himmah Online

Bung Peter menyimpan tenaga raksasa untuk menulis dengan spartan. Setidaknya ada lebih sepuluh buku telah ditulisnya dengan durasi yang tak lama. Tokoh yang dikupasnya komplit: Aidit, Soekarno, Sultan Hamengkubuwono IX, Soe Hok Gie hingga Soeharto. Baginya, tokoh-tokoh yang mengisi belantika Republik itu penting untuk dikenal gagasanya, garis hidupnya dan apa yang dilawannya.

Saya kadang membayangkan ketika dirinya menulis. Tubuhnya berada di atas kursi dengan dikelilingi tumpukan buku. Baju Peter selalu sama: kemeja sederhana yang katanya dibeli dengan harga paling mahal seratus ribu. JJ Rizal bercerita kalau Peter paling boros soal buku dan jarang beli baju. Hidupnya melawan arus masa kini: Peter tak suka penampilan tapi suka memperagakan pikiran.

Kini pria yang berjalan perlahan itu pergi. Buku yang ditulisnya itu jadi saksi. Bahwa ia telah menunaikan janji pada masa depan. Bahwa tulisan itu seperti sebuah kawanan. Datang untuk mencoba tinggal dalam ingatan serta penulis hanya perantara. Peter serupa orang suci: hidupnya tak banyak harta tapi jejaknya tinggal dalam ingatan banyak pembaca.

Saya membayangkan Bung Peter pamit pada kita semua. Persis seperti yang saya kenal: Peter datang tiba-tiba lalu pergi seperti biasa. Tiba-tiba saja ia tidak bersama lagi. Ingatan saya tiap kali mengantarkannya ke penginapan: ia mengucapkan terimakasih dan pergi sambil bersalaman. Sesekali ia masih lambaikan tangan pada kami. Dulu saya yakin akan bertemu lagi esoknya. Kini ia pergi selamanya.

Saya yakin bung Peter berada bersama orang-orang yang ditulisnya. Di sana saya yakin bung Karno akan menyambutnya. Melalui tulisan Peter saya kenal Soekarno bukan hanya sebagai Pemimpin Revolusi tapi manusia yang kadang dicengkram kesedihan, menyimpan harapan dan kerinduan pada orang-orang yang dulu dikenalnya.

Peter Kasenda saat di Social Movement Institute | Dokumentasi pribadi Peter Kasenda

Peter Kasenda saat di Social Movement Institute | Dokumentasi pribadi Peter Kasenda

Saya ingin memanjat doa untuknya. Tuhan beri bung Peter tempat bersama orang-orang yang ditulisnya. Berikan kesempatan pada mereka untuk menyatakan terimakasih padanya. Karena melalui Peter Kasenda hidup di Republik ini ada hikmahnya. Dari tangannya kita mengenal tokoh-tokoh besar yang mencoba mendirikan mimpi dan menegakkan harapan negeri ini.

Bung terimakasih ya, telah menemani banyak anak-anak muda sehingga mereka bisa menghormati sejarah, masa lalu dan menerima kenyataan dengan kesangsian serta kesadaran baru. Makasih ya, bung, karena bung sajalah kami bisa menghormati sejarah.

Selamat jalan, selamat beristirahat, dalam damai, dalam pelukan indah bersama mereka yang telah bung tuliskan. Tuhan titip bung Peter ya.….. Jangan biarkan ia melangkah sendiri lagi….. Amin.

Buku Terakhir Peter Kasenda | Dokumentasi pribadi SMI

Buku Terakhir Peter Kasenda | Dokumentasi pribadi SMI

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0