Tuhu Hermawan – [Pegiat Social Movement Institute]
***
Pagi di langit Desa Wirowijayan nampak begitu cerah. Birunya langit pagi bertabur awan-awan putih kelabu menggumpal-gumpal bergerak melamban.
Matahari pagi pun mulai merangkak naik. Semakin tinggi semakin terasa pula sengatan panasnya.
Sejak pagi, jalan besar yang membelah Desa Wirowijayan sudah riuh ramai dipenuhi lalu lalang kendaran. Berbagai macam kendaraan bermotor menyesaki jalan yang lebarnya tak lebih dari lima meter itu.
Pantat-pantat kendaraan beramai-ramai memuntahkan asap hingga menyelimuti hampir sepanjang jalan.
Tak jarang pula walau pagi nampak cerah namun terasa begitu menyesakkan rongga pernafasan. Lantaran udara pagi sudah tercampuri kepulan-kepulan asap kelabu berbau.
Diantara gumpalan-gumpalan asap kendaraan, dari arah utara terdengar deru suara mobil BMW seri 640i Gran Coupe bergerak melamban memasuki kantor Polsek Wirowijayan. Mobil keluaran terbaru yang harganya mencapai Rp 1,678 M itu berhenti tepat diparkiran yang sengaja difungsikan untuk parkiran mobil.
Kedatangan si mobil mewah telah mengusik para polisi-polisi yang kebetulan melintas diparkiran. Mereka tak henti-hentinya memandang penuh kagum dan takjub dengan mobil buatan Jerman itu. Seorang polisi muda sampai melongo dan geleng-geleng saat bersitatap dengan mobil itu.
Wajar jikalau mereka sampai terpesona dengan kehadiran mobil mewah berwarna hitam mengkilat bagaikan malam gulita di kantor Polsek yang kantornya sangat amat mengenaskan itu.
Seumur-umur mereka mendekam di kantor Polsek Wirowijayan tak pernah ada seorang pun pejabat polisi yang membawa mobil mewah macam itu. Paling mentok mobil miliknya seorang pejabat polisi tua yang punya mobil cukup mahal. Belinya dicicil bertahun-tahun lamanya.
Dari dalam mobil BMW keluarlah empat orang dengan dandanan yang serasi dengan mewahnya mobil yang ditungangi.
Salah seorang dari mereka ialah sosok laki-laki berperawakan tinggi kurus berkacamata hitam namun tak berkumis, apalagi berjenggot. Laki-laki itu mengenakan seragam polisi lengkap dengan semua atribut yang menempel dan bergelantungan disekujur pakaiannya. Termasuk topi yang selalu ia bawa kemanapun ia berada.
Laki-laki itu ialah Komandan Tedjo Kesuma Tirtawibisana. Pejabat polisi yang dihormati dengan berbagai prestasinya. Salah satunya ialah sukses besarnya menggilas orang-orang yang menolak berdirinya pabrik semen di Desa Pringgomartani.
Tak heran pula kalau banyak perusahaan mendekati dan menempel ketat Komandan Tedjo Kesuma. Salah satu perusahaan yang jadi langganan Komandan Tedjo ialah PT SEMEN PANCEN MAKMUR.
Dimata para petinggi perusahaan semen itu, Komandan Tedjo macam juru selamat bagi pihak semen untuk memuluskan semua rencana membangunan pabrik.
Tiga orang yang bersama Komandan Tedjo tak lain kalau bukan orang-orang PT SEMEN PANCEN MAKMUR. Pagi itu mereka bertiga bersama Komandan Tedjo sengaja datang ke kantor Polsek Wirowijayan lantaran hendak melihat perkembangan terbaru soal daerah baru yang akan dibangun pabrik semen unit kedua.
“Komandan Tedjo. Urusan di Desa Condormanik sudah beres kan? Tidak ada penolakan dari warga,” tanya Sheny Larasati Maheswari saat mereka tengah berada di depan pintu masuk kantor polsek.
Perempuan berparas cantik keturunan Aceh-Jawa itu ialah kepala proyek pembangunan pabrik semen. Bisa dibilang dialah otak dari semua mega proyek PT SEMEN PANCEN MAKMUR.
Selain terkenal lantaran kecantikan dan kepintarannya, Sheny punya ambisi yang mengerikan. Ia hendak membangun lima pabrik semen dalam kurun dua tahun. Tiga pabrik di jawa tengah bagian barat sedang dua pabrik akan dibangun diperbatasan Jateng-Jatim.
Untuk memuluskan ambisinya, Sheny tidak segan-segan melawan semua rintangan yang hendak mengacaukan mega proyeknya.
“Tenang saja Bu Sheny. Urusan macam itu mudah bagi kami. Tidak akan ada penolakan dari warga. Pasukan kami yang dipimpin Komandan Gebol sudah mengurus semuanya. Pokoknya semuanya aman terkendali,” terang Komandan Tedjo penuh keyakinan, sambil melirik Sheny.
Komandan Tedjo ingin membuat koleganya terkesan dengan kinerjanya. Diam-diam, Komandan Tedjo pun terpikat hatinya dengan Sheny. Muda, cantik, pintar dan ambisius. Yang tak kalah penting ia belum menikah. Laki-laki mana yang tak jatuh hati dengannya.
“Aku harap apa yang Komandan katakan itu benar adanya. Saya tidak mau tahu apapun alasannya. Hari ini sudah beres,” ujar Sheny dengan tegas. “Apalagi saya sudah membawa dua konsultan ahli perusahan kami yang baru pulang dari Jerman. Mereka berdua yang mau melihat langsung lokasi baru.”
Komandan Tedjo sekilas melayangkan pandangannya pada dua orang pria muda yang berdiri disamping Sheny. Dua-duanya berkacamata, dengan raut muka serius. menandakan mereka memang orang-orang pintar kepercayaan perusahaan.
“Peganglah hati saya kalau saya berdusta Bu Sheny.”
“Maksudnya?”
“Oh maaf, maksudnya pegang ucapan saya jikalau saya berdusta,” ucap Komandan Tedjo cengar-cengir. Ia memang selalu menyempatkan untuk menggoda Sheny.
Baru dua langkah mereka melewati pintu masuk kantor Polsek Wirowijayan, Dimas dan Pradewo berjalan terdopoh-gopoh menghampiri mereka.
Wajah mereka berdua nampak tegang dan ketakutan. Macam lihat sundel bolong di siang bolong.
Melihat Komandan Tedjo bersama Sheny dan orang-orang PT Semen, Dimas dan Pradewo urung untuk menyampaikan sesuatu pada atasannya. Mereka berdua tidak ingin orang-orang PT SEMEN PANCEN MAKMUR tahu apa yang tengah terjadi. Bakalan terjadi bencana jikalau mereka sampai tahu.
Saking tegang dan takutnya, Dimas dan Pradewo mengucapkan salam dengan belepotan tak karuan. Komandan Tedjo mulai mengendus adanya ketidak beresan dari anak buahnya. Sadar akan hal itu ia pun segera mengambil keputusan.
Komandan Tedjo segera membawa Sheny dan dua konsultan ahli perusahaan semen itu ke ruangan yang dikhususkan untuk tamu-tamu penting.
Sheny pun curiga dengan gelagat polisi-polisi itu.
“Ada masalah apa Komandan?” tanya Sheny penuh kecurigaan. Ia menatap tajam Komandan Tedjo. Yang ditatap langsung gelagapan. Bola matanya bergerak-gerak tak beraturan.
Komandan Tedjo pun masih diliputi kebingungan, ia belum tahu apa yang terjadi.
“Oh tidak ada Bu Sheny. Tidak ada masalah. Tenang saja,” terang Komandan Tedjo mencoba untuk menutupi rasa gelisah di hatinya. “Bu Sheny dan bapak-bapak konsultan mohon maaf saya tinggal dulu sebentar. Saya harus menemui anak buah saya. Nampaknya ada kabar gembira yang hendak disampaikan.”
Sheny hanya mengangguk pelan sembari berseru dalam hatinya. Dasar laki-laki pembohong.
Komandan Tedjo berjalan tergesa-gesa diikuti dua anak buahnya menuju ruang kerjanya.
“Apa yang mau kalian laporkan?” tanya Komandan Tedjo sambil duduk di kursi empuk kesayangannya. Dimas dan Pradewo malah tidak langsung menjawab. Mereka berdua saling pandang penuh kegelisahan.
“Anu komandan, ini soal pengamanan daerah yang mau dibangun pabrik unit kedua,” ujar Pradewo memberanikan diri menyampaikan laporannya. Tubuhnya gemetaran saking takutnya.
“Kenapa dengan pengaman daerah itu? Ada masalah?” seru Komandan Tedjo. Air mukanya nampak kesal. “Yang jelas dan tuntas kalau memberi laporan.”
“Benar Komandan, ada masalah gawat,” ucap Dimas menambahi.
“Terus masalahnya apa? Yang gawat apa? Kalian berdua semakin membuat aku murka,” bentak Komandan Tedjo. Mukanya memerah padam macam batu bara yang membara.
Dimaas dan Pradewo semakin mengkeret nyalinya. Terdunduk pula wajah mereka melihat murkanya Komandan Tedjo. Itupun sebab mereka tak jelas memberi laporan.
“Mohon maaf sudah membuat Komandan Tedjo marah, sebenar….”
Belum selesai Pradewo berucap Komandan Tedjo dengan tak sabar memotong bicaranya.
“Sudah! tak usah banyak alasan Pradewo, cepat ngomong yang sebenarnya. Aku tak punya banyak waktu. Kalian tahu aku sedang membawa kepala proyek. Kalian mau membuat aku malu dihadapan mereka?” seru Komandan Tedjo geregetan
“Komandan Gebol kabur dari tugasnya Komandan,” terang Pradewo.
“Apa? Gebol kabur?” teriak Komandan Tedjo dengan suara keras tak tertahan. “Maksudmu Gebol kabar apa?”
“Sudah tiga hari Komandan Gebol tidak masuk ke kantor. Tugasnya mengamankan daerah baru yang mau dibuat pabrik unit kedua pun akhirnya gagal terlaksanan lantaran Komandan Gebol tidak ada.”
“Apa? Jadi sejak tiga hari kemarin Gebol sama sekali tidak turun ke lapangan membereskan daerah itu?” seru Komandan Tedjo. Mulutnya menganga, bibirnya bergetar karena murkanya.
“Be..be..nar Komandan. Kami juga tidak tahu apa sebab Komandan Gebol menghilang begitu saja,” ungkap Dimas dengan suara terbata-bata.
“Berbagai cara kami sudah lakukan untuk menghubunginya. Namun tidak ada hasil. Sampai sekarang,” tambah Pradewo.
Brakkkkkkkkkkkkkkkk
Komandan Tedjo menggebrak meja dengan keras. Dimas dan Pradewo tersentak kaget dibuatnya. Kaki mereka gemetaran sampai sekujur tubuh.
“BANGSAT si Gebol. Berani-berainya dia kabur,” maki Komandan Tedjo. Tanganya mengepal-ngepal. Nafasnya naik turun seirama dengan gemuruh amarahnya yang membuncah-buncah. “Pekerjaan kita terancam gara-gara ulah Gebol.”
Dimas dan Pradewo terpaku membisu. Menatap Komandan Tedjo pun mereka tak sanggup.
“Kalian berdua, cari sampai ketemu itu orang. Kalau kalian tak bisa menyelesaikan urusan ini. Kalian berdua tak jadikan patung polisi. Ngerti?” bentak Komandan Tedjo.
Wajah Pradewo dan Dimas langsung pucat pasi. Ancaman Komandan Tedjo membuat lemas lunglai tubuh mereka.
“Siiii…aaappp Komandan. Laksanakan,” seru keduanya berbarengan.
Mereka berdua bergegas keluar ruangan dengan berbagai macam rasa yang berkecamuk. Sampai di luar ruang, mereka berdua saling pandang sambil memaki pelan.
“Brengsek si Komandan Kopyor.”