Bersikap baiklah terhadap mereka yang lemah, karena kau diberi rezeki dan pendukung saat kau lemah (Rasulullah SAW)
Jika kata-kata terucap berasal dari hati, mereka akan merasuk dalam hati. Tetapi jika hanya dari lidah, mereka hanya akan melewati telinga, tidak lebih (Al-Suhrawardi)
Kedermawanan terbaik adalah membantu mereka yang tertindas (Imam Al-Kazim)
***
Sungguh berat rasanya saya menulis surat ini. Bukan karena saya tak bisa menuliskanya tapi saya malu karena saya bukan siapa-siapa. Hanya jamaah yang kerapkali kagum mendengar ceramah ustadz. Yang selalu lugas, jelas dan kerapkali lucu. Rasanya kita bukan hanya diingatkan tapi juga diberikan kabar gembira. Tentang kebaikan orang beriman serta penyesalan jika orang tidak mau patuh pada ketentuan Tuhan.
Sayang sekali mereka yang tidak tersentuh pada apa yang ustadz sampaikan. Sangat jelas, begitu benderang dan didasarkan isi kitab suci. Mungkin itu yang membuat ustadz dikenal dimana-mana dan banyak kalangan berlomba untuk mengundang. Mereka tak hanya ingin mendengar tapi juga memerlukan jawaban. Tiap jamaah bertanya ustadz bisa jawab dengan cerdas, pintar dan meyakinkan.
Tapi tak semua pertanyaan cukup dijawab dengan peryataan. Tak semua masalah bisa dijawab hanya dengan kata. Seperti masalah keadilan dan kemiskinan. Soal yang Qur’an sendiri menyatakanya berulang kali serta menuntut orang Islam untuk ikut terlibat memecahkanya. Rasanya tak perlu saya bercerita tentang kepedulian serta pengorbanan Rasulullah untuk orang miskin. Ustadz pasti lebih mengetahuinya. Hanya saya mungkin mau mengatakan kalau kemiskinan itu kian sulit diatasi belakangan ini.
Tidak karena rendahnya kesadaran berbagi tapi tiadanya pembatasan kekayaan. Seolah kekayaan seseorang yang luar biasa adalah halal baginya. Pastilah ustadz pernah melihat bagaimana jutawan-jutawan yang punya harta luar biasa dengan mudah membangun apa saja. Bisa mereka bangun tempat ibadah sekaligus kediaman yang megah. Bahkan mereka dengan ringan dapat penghasilan luar biasa tanpa sadar telah menganiaya.
Bukan karena nafsu kerakusan semata tapi kemiskinan diantarkan oleh situasi. Situasi yang membuat orang miskin kesulitan untuk mengakses pekerjaan, tempat tinggal layak dan tak punya asset berharga. Sawah-sawah itu dilipat jadi pabrik dan pekerjaan yang tersisa tinggal jadi buruh. Sedangkan harga-harga bahan pokok terus naik hingga mereka tak bisa memenuhi kehidupan dasarnya. Hanya belas kasih saja yang ditunggu.
Pandanglah sejenak jalanan yang pasti ustadz sering lewati. Rumah-rumah kumuh yang illegal itu bersanding dengan bangunan megah. Para pengemis jalanan musti mengetuk jendela mobil para jutawan. Bahkan di masjid kita menyaksikan pengemis berjejer meminta sedekah pada siapa saja yang habis sholat jamaah. Mereka mengais rejeki dengan cara menyerahkan harga diri. Beruntung mereka diberi ketabahan dalam hal sabar.
Begitu pula dengan keadilan. Perlu sesekali ustadz bertandang ke penjara bertanya pada napi yang tua, miskin dan mencuri karena kebutuhan. Mampirlah sesekali pada orang tua yang protes tiap kamis di depan istana: meminta anak mereka kembali dan menuntut agar penculik anak mereka diadili. Jenguklah mereka yang jadi pengungsi hanya karena dituduh punya aliran sesat. Pastilah Rasulullah sedih menyaksikan umatnya mengais keadilan tanpa sedikitpun ulama yang peduli.
Kalau bisa bertanyalah ustadz pada para TKI yang masih didera musibah. Ada yang jadi korban kekerasan, ada yang terancam dihukum mati bahkan ada yang tidak digaji sama sekali. Di tanah suci dimana Islam dulu lahir, tumbuh dan berkembang masih ada kawanan Abu Jahal yang keji pada TKI. Mungkin waktunya ustadz tidak selalu menjawab tapi mulai bertanya apa yang mereka alami dan apa yang bisa ustadz bantu.
Sehingga agama dan ulama tidak dibajak begitu saja. Mengatasnamakan ulama tapi menganiaya atau beragama tapi tidak bisa menerima yang berbeda. Karena sepengetahuan saya Islam dulu dikenal tidak karena banyaknya tapi kualitas ummatnya. Berkali-kali kita diberitahukan bagaimana Islam ditegakkan oleh pengetahuan dan kesadaran sosial pemeluknya. Tak ada yang miskin tapi juga tak ada yang kaya secara berlebihan.
Maafkan jika saya berlebihan. Menuntut apa yang mungkin bukan hal utama atau meminta sesuatu pada orang yang punya tugas berbeda. Hanya ketika seorang dipanggil ustadz rasanya kita seperti punya petugas kemanusiaan. Yang akan membela mereka yang teraniaya, yang dengan mudah meyantuni siapa yang membutuhkanya dan melindungi siapapun orang beriman. Kita rindu ustadz yang turun ke lapangan untuk mengerjakan itu semua.
Sebab sudah banyak ceramah diberikan. Hampir tiap stasiun televisi punya acara keagamaan dari pagi hingga malam. Radio begitu pula, terutama yang dipunyai oleh organisasi agama. Tak terkecuali masjid yang kini menempatkan ustadz sebagai idolanya. Pengajian itu tak ada musimnya: muncul tiap saat, tiap waktu dan tiap kali. Harusnya negeri ini bebas dari kejahatan apa saja karena anjuran kebaikan ditebar berulang-kali.
Sayang situasinya tak seperti itu. Pengajian berjalan begitu rupa tapi uang rakyat dicuri juga. Begitu pula ceramah dikatakan dimana-mana tapi ketidak-adilan muncul di sana sini. Jembatan penghubung antara apa yang dikatakan dan apa yang jadi persoalan telah terkubur begitu lama. Jika situasi itu dibiarkan begitu rupa kita kuatir orang gampang salah gunakan agama.
Agama jadi jualan politik atau agama disalahgunakan untuk mengail laba. Tak jarang agama dibajak untuk melakukan kekerasan. Persis sebagaimana agama diperagakan untuk memanipulasi kenyataan atau agama dikendalikan oleh segelintir orang yang mengaku paling memahaminya. Agama yang semacam inilah yang bisa menghantui hidup bangsa ini di masa depan.
Ustadz Abdul Somad
Pendidikan tinggi yang ustadz sudah dapatkan kini bawa keberuntungan. Pujian pada ustadz sungguh luar biasa. Meski ada kritik tapi itu sedikit dan pasti dibalas dengan sengit. Hingga muncul fatwa agar ustadz dicalonkan jadi penguasa. Tahu diri ustadz menolak tawaran sehingga kita semua bangga karena pilihan itu.
Lebih bangga lagi jika ustadz tak hanya berada di mimbar: ikut berada bersama mereka yang menuntut keadilan, mendengar apa yang jadi keluhan rakyat kecil atau mengingatkan pejabat yang bertindak ingkar. Bagi kami ustadz adalah wakil kebenaran yang suaranya pasti didengar yang pendapatnya niscaya dipertimbangkan. Saatnya mimbar itu tak berisi pujian pada penguasa tapi peringatan untuk siapa saja yang menghina nilai keadilan.
Posisi ustadz sangat tepat: guru mengaji dan mendidik mereka yang pantas dididik. Hanya melalui cara seperti itulah ustadz akan menghidupkan firman Allah melalui perbuatan. Masyarakat dapat ditanya tentang kesulitanya hari-hari ini dan pejabat dimintai tanggapan atas semua yang dikatakan oleh masyarakat. Kalau pengajian berlangsung seperti ini ustadz yang pertama kalinya mengawali.
Pengajian yang tak hanya berisi tawa atau tangis tapi kesaksian. Kalau keadilan bisa ditegak di rumah Tuhan dan tiap orang yang terluka hatinya dapat disembuhkan disana. Bukankah dulu keadilan juga tegak di rumah ibadah: disana penjahat diadili dengan disaksikan oleh para jamaah. Kini keadilan berantakan karena rumah Tuhan tidak lagi mengambil peran.
Pejabat erat dengan masyarakat bukan karena satu jamaah tapi juga karena ada soal yang memerlukan pertanggung jawaban. Tiap pengajian yang terjadi tidak basa basi sambutan tapi apa yang sudah dipecahkan dan bagaimana masyarakat turut terlibat menanganinya. Ustadz bisa mengutip bahan dari apa yang terjadi di sekitar sambil menuntun itu semua dengan landasan kitab suci. Kita bukan memahami ajaran tapi juga mengamalkanya.
Jamaah akan dilatih untuk memahami agama tidak dari penjelasan atau fatwa. Agama itu mengubah kenyataan agar sesuai dengan yang diidealkan. Agama itu mengkritik situasi untuk memahami apa saja yang keliru dan salah. Agama itu memberikan kesadaran bahwa manusia itu ciptaan terbaik maka dari dirinya diharapkan muncul potensi yang terbaik. Agama itu memahami bukan sekedar menggurui.
Ustadz Abdul Somad
Sekali lagi maaf jika surat ini keterlaluan dan kurang sopan. Saya meyakini apa yang saya tulis merupakan cara saya untuk menghormati ustadz. Begitu pula apa yang disampaikan itu hanya cerminan dari persoalan yang saya ketahui. Semoga saja ustadz berkenan dan mungkin bisa menerima saran.
Alkhamdulillah saya ucapkan karena Allah telah memberi ummat pemberi nasehat. Semoga Allah selalu melindungi ustadz, dijauhkan dari kesombongan, dijauhkan dari sikap merasa benar sendiri dan tetap teguh berpegang pada kerendahan hati. Semoga Allah memberi petunjuk dan perlindungan pada kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Jamaahmu