Jakarta, 25 Juni 2018 – Hari ini, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia meluncurkan hasil penelitiannya yang membuktikan bahwa konsumsi rokok pada orang tua mengakibatkan anak stunting, di Jakarta. Kejadian yang paling banyak ditemui di keluarga miskin ini merupakan temuan yang mengejutkan dan penting untuk segera ditindaklanjuti.
Perilaku merokok pada orangtua diperkirakan berpengaruh pada anak stunting dengan dua cara. Yang bertama, melalui asap rokok orang tua perokok yang memberi efek langsung pada tumbuh kembang anak. Seperti yang disebutkan oleh Ketua Satuan Tugas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH, “Asap rokok mengganggu penyerapan gizi pada anak, yang pada akhirnya akan mengganggu tumbuh kembangnya.” Pengaruh perilaku merokok yang kedua, dilihat dari sisi biaya belanja rokok, membuat orang tua mengurangi “jatah” biaya belanja makanan bergizi, biaya kesehatan, pendidikan dan seterusnya.
Tim Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) telah melaksanakan studi yang membuktikan efek konsumsi rokok terhadap kemiskinan dan kejadian stunting di Indonesia. Penelitian yang menggunakan dataset longitudinal (1997 – 2014) dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) ini membuktikan bahwa perilaku merokok telah berdampak pada kondisi stunting anak-anak mereka yang ditunjukkan pada tinggi dan berat badan.
Dalam penelitian ini diperlihatkan, konsumsi rokok sekitar 3,6% pada 1997 telah melonjak 5,6% pada 2014, sedangkan konsumsi lainnya menurun secara signifikan selama 1997-2014. Artinya, peningkatan konsumsi rokok sekitar dua persen telah digantikan oleh penurunan pengeluaran beras, protein, dan sumber lemak, serta pendidikan. Pengeluaran rumah tangga untuk daging dan ikan menurun sekitar 2,3 persen selama 1997 – 2014. Padahal, seperti yang ditunjukkan dalam banyak penelitian, jenis pengeluaran ini akan sangat mempengaruhi perkembangan masa depan anak-anak dalam hal berat badan, tinggi badan, dan kemampuan kognitif.
Seperti yang ditunjukkan oleh survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), sampai saat ini konsumsi rokok pada keluarga miskin masih sangat tinggi di Indonesia. Menurut Kasubdit Kerawanan Sosial BPS, Ahmad Avenzora, dilihat dari catatan statistik barang konsumsi di Indonesia, “Belanja makanan bergizi di bawah belanja rokok.”
Ini artinya, jika belanja rokok dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali, kesempatan keluarga miskin untuk belanja makanan bergizi akan jadi lebih besar, dan inilah syarat utama menghindari stunting. Dari sini terlihat tarik menarik yang kuat antara konsumsi rokok, kejadian stunting, dan kemiskinan.
Teguh Dartanto, PhD, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI sekaligus penanggung jawab penelitian tim riset PKJS menjelaskan lebih detil, “Kami mengamati berat badan dan tinggi anak-anak (<= 5 tahun) pada 2007 dan kemudian melacak mereka pada 2014 secara berurutan untuk mengamati dampak perilaku merokok orang tua dan konsumsi rokok pada stunting. Secara mengejutkan, ditemukan anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok kronis serta dengan perokok transien cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di rumah tangga tanpa orang tua perokok.” Teguh menambahkan, penelitian ini menegaskan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok akan tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0.34 cm lebih tinggi daripada mereka yang tinggal dengan orang tua perokok kronis. Ini menunjukkan bahwa perokok aktif/kronis cenderung memiliki probabilitas anak-anak pendek atau kerdil. Dengan memperhitungkan faktor genetik dan lingkungan dari anak, penelitian ini menegaskan adanya bukti kuat dan konsisten secara statistik bahwa anak yang memiliki orang tua perokok kronis memiliki probabilita mengalami stunting 5.5% lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orang tua bukan perokok. Selain itu, kondisi stunting ini akan menyebabkan penurunan kecerdasan/kognitif anak. Temuan menarik lainnya adalah peningkatan pengeluaran rokok sebesar 1% (butir persen/percentage point) akan meningkatkan probabilitas rumah tangga menjadi miskin naik sebesar 6%.
Temuan PKJS-UI ini memberikan bukti berharga bahwa mengendalikan konsumsi rokok tidak hanya akan mengurangi prevalensi perokok tetapi juga akan membuat masa depan Indonesia lebih baik dengan menekan stunting; menjaga anak-anak lahir dengan kondisi yang baik, fisik dan kognitif.
Guru Besar FKM UI, Prof. Hasbullah Thabrany mengemukanan, “Kejadian stunting adalah peristiwa penting yang harus segera ditangani pemerintah. Karena rokok menjadi salah satu penyebabnya, maka sangat penting pemerintah segera mengambil tindakan mendesak dalam pengendalian tembakau yang juga berfungsi untuk menekan stunting.” Hasbullah juga mengingatkan masyarakat dalam musim pemilihan pemimpin nanti untuk memilih pemimpin yang peduli pada masalah rokok kaitannya dengan stunting. “Mengingat pentingnya, sudah seharusnya stunting menjadi bagian dari agenda politik oleh setiap calon pemimpin dalam berkampanye,” tambahnya.
***
[Keterangan lebih lanjut, hubungi kantor Komnas Pengendalian Tembakau (021) 3917354 / sekretariat@komnaspt.or.id atau Kantor Yayasan Jantung Indonesia (021) 3909176]
Tentang Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS – UI) :
Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJSUI) menjadi salah satu pusat kajian akademik terbaik di Asia, dengan fokus pada penelitian, konsultasi, dan pelatihan tentang perlindungan sosial secara luas, untuk berkontribusi pada kesejahteraan rakyat di Asia. PKJSUI secara aktif memperkuat jaminan kesehatan melalui penelitian, konsultasi, dan pelatihan dalam bidang pengumpulan iuran, sistem pembayaran, penelitian dampak, perbaikan manajemen, dan berbagai hal terkait. PKJSUI juga secara aktif terlibat dalam meningkatkan dan memperkuat jaminan sosial di Indonesia melalui penelitian, konsultasi, dan pelatihan tentang jaminan pensiun, jaminan hari tua, pengentasan kemiskinan, dan berbagai program kesejahteraan. Info lebih lengkap: www.pkjs.pps.ui.ac.id.
Tentang Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT):
Komite Nasional Pengendalian Tembakau merupakan organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 21 organisasi dan perorangan, terdiri dari organisasi profesi, LSM, dan yayasan yang peduli akan bahaya tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda. Koalisi kemasyarakatan ini diawali oleh rasa kepedulian yang mendalam untuk meningkatkan mutu kesehatan bangsa Indonesia maka berbagai organisasi kemasyarakatan sepakat menyatukan langkah dalam upaya melindungi manusia Indonesia dari bahaya yang ditimbulkan rokok. Info lebih lengkap: www.komnaspt.or.id.