Gottfrid Bghkjt (Kontributor aktif di Sumbu Botol)
***
Kisahnya mungkin terdengar cukup indah. Donald Trump dan Kim Jong-un dilaporkan saling bertukar undangan kunjungan negara selama Pertemuan Tingkat Tinggi Singapura. Pemimpin Korea Utara (Korut) menekankan perlunya menghentikan aksi-aksi permusuhan dan menjengkelkan terhadap satu sama lain.
“Kim Jong-un mengundang Trump untuk mengunjungi Pyongyang pada waktu yang tepat dan Trump mengundang Kim untuk mengunjungi Amerika Serikat (AS),” ungkap Korean Central News Agency (KCNA). Kedua pemimpin tertinggi ini dengan senang hati menerima undangan satu sama lain. Ini akan menjadi kesempatan penting lainnya dalam meningkatkan hubungan Korut dan AS.”
Kedua pemimpin tampaknya senang dengan hasil negosiasi mereka di Singapura pada hari Selasa (12/6/2018). Ada 4 poin deklarasi yang dihasilkan bertujuan mencapai perdamaian yang tahan lama dan denuklirisasi di Semenanjung Korea.
KCNA menekankan bahwa Trump ‘memahami’ munculnya kegelisahan atas adanya latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan (Korsel). Sang Presiden AS menyatakan niatnya untuk menghentikan latihan dan menawarkan jaminan keamana kepada Korut di samping potensi pencambutan sanksi.
Kim Jong-un mengatakan sangat mendesak untuk membuat sebuah keputsan berani guna menghentikan tindakan militer di antara AS dan Korut. Untuk itu, Pyongyang bersedia mengambil ‘langkah-langkah baik’ jika pihak AS juga mengambil langkah ‘asli’ untuk membangun kepercayaan.
Kembali dikutip dari KCNA, “Kedua pemimpin juga mencatat bahwa penting untuk mematuhi prinsip tindakan selangkah demi selangkah dan simultan dalam mencapai perdamaian, stabilitas, dan denuklirisasi Semenanjung Korea.”
Yang Perlu Diperhatikan
Russia Today (RT) merangkum janji kedua pemimpin. KTT kolosal pertama antara AS dan Korut telah berakhir dengan janji yang tegas untuk ‘meninggalkan masa lalu di belakang’ dan ‘membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman’.
Cukup terdengar indah, bukan. Rasanya dua negara ini sangat mudah memaafkan hanya karena menjelang Hari Raya Idul Fitri. Terkait KTT Korut-AS di Singapura, setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
A. Denuklirisasi secara ‘menyeluruh’ terlalu ‘sangat cepat’ dimulai
Satu dari empat poin yang disepakatai adalah ‘denuklirisasi secara menyeluruh Semenanjung Korea’.
Sementara tidak ada waku atau rincian komitmen yang diberikan dalam dokumen, Trump justru berkata dalam konfrensi pers bahwa Pyongyang akan memulai prosesnya ‘sangat cepat’ dan ‘banyak orang’ akan dikirim ke Korut untuk memverifikasinya.
Pyongyang masih memiliki jumlah nuklir yang cukup besar, menurut Trump. Ditekan oleh wartawan apakah dirinya peracaya pada komitmen Korut, Trump menjawab dirinya yakin betul Kim bertekat untuk melakukan denuklirisasi.
Sebelumnya, Kim Jong-un mengatakan Korut sebenanrya tidak membutuhkan nuklir jika memiliki jaminan keamanan. Penegasan ini juga dapat ditemukan dalam dokumen yang berbunyi ‘Trump berkomitmen untuk memberikan jaminan keamanan’ kepada Korut.
Itikad baik Korut dimulai dengan langkah pertama untuk menghapus program nuklir bahkan dilakukan sebelum KTT. Pyongyang menghancurkan situs uji coba nuklirnya bulan lalu. Lebih banyak di waktu yang akan datang, menurut Trump, Korut juga akan menyingkirkan area pengujian rudal-mesin.
Rasanya semua cepat berubah berbalik arah dan terlalu berjalan dengan gesit. Namun tetap saja, masa depan belum dapat terlihat jelas.
B. Dihentikannya permainan perang ‘provokatif dan mahal’
Latihan militer yang dipimpin AS di dekat Korut selalu memicu kegeraman Pyongyang. AS menyatakan bahwa manuver tersebut adalah acara tahunan, dan murni bersifat defensif. Klaim yang diberikan, tidak ada maksud memicu ketegangan di Semenanjung Korea, apalagi dengan Rusia dan Tiongkok.
Usai melewati pembahasan yang panjang, Trump menyadari bahwa permainan perang ‘provokatif’ mungkin sangat memengaruhi proses negosiasi.
Selain itu, penghentian latihan akan menghemat ‘jumlah uang yang luar biasa banyak’ yang diambil dari pembayar pajak AS karena ‘ada ongkos yang sangat mahal’ bagi pesawat pengebom AS yang harus terbang 6 jam dari Guam, Mikronesia.
Mengenai kontingen militer AS berkekuatan 32 ribu pasukan yang berbasis di Korsel, Presiden AS berharap dapat membawa mereka pulang. Namun hingga kini militer AS di Korea (USFK) belum menerima arahan terbaru dari Departemen Pertahanan AS mengenai latihan gabungan, ungkap juru bicara USFK Letnan Kolonel Jennifer Lovett.
C. Sanksi tidak akan kemana-mana
‘Ikatan khusus’ antara Trump dan Kim serta ‘komitmen yang tidak tergoyahkan untuk menyelesaikan denuklirisasi’ tampaknya tidak cukup untuk mengangkat atau mengurangi sanksi terhadap Pyongyang selama ini. Alasannya, Trump mengatakan sanksi akan tetap berlaku meski bisa dicabut.
“Sanksi akan dihentikan ketika kami yakin bahwa nuklir sudah tidak lagi menjadi faktor,” ucap Trump kepada wartawan di Singapura. “Saya harap itu segera . . . pada titik tertentu, saya berharap untuk menghentikannya (sanksi).”
Korut hingga hari ini masih menjadi subyek yang dijatuhi sanksi oleh Dewan Keamanan PBB yang ditambah atau dipengaruhi tindakan pembatasan sepihak AS.
Dalam babak saksi internasional terbaru, sumber pendapatan utama Korut dibuat lumpuh. Misalnya ekspor batu bara, besi, tekstil, dan makanan laut. Tidak hanya itu, impor tahunan untuk minyak olahan juga sangat dibatasi hingga hanya berkisar hingga 500 ribu barel.
Tiongkok menyarankan PBB agar meringankan sanksi atas setiap langkah diplomatik ‘positif’ yang dilakukan Korut.
Peringatan Iran untuk Korut Mengenai Manuver Putar Balik ‘Gila’ ala Trump
Iran yang punya pengalaman menyedihkan berurusan dengan AS, memperingatkan Pyongyang bahwa Trump jelas dapat membatalkan perjanjiang Singapura yang baru-baru ini disepakati dengan Kim Jong-un.
“Kami tidak tahu orang macam apa yang bernegosiasi dengan pemimpin Korut. Tidak jelas apakah dia tidak akan membatalkan perjanjian itu sebelum pulang ke rumah,” ucap juru bicara Pemerintah Iran, Mohammad Bagher Nobakht, seperti dikutip dari kantor berita IRNA pada hari Selasa (12/6/2018).
Pernyataan ini keluar beberapa jam setelah Trump dan Kim menandatangani perjanjian yang menetapkan ‘denuklirisasi komplet’ Korut. Kesepakatannya dengan Kim di Singapura disebut Trump sebagai ‘babak baru’ hubungan kedua negara.
Menyoroti ini, juru bicara Kementrian Luar Negeri Iran, Bahram Qassemi mengatakan pemimpin Korut harus menyadari kecenderungan Trump untuk mengkhianati kesepakatan saat membahas tentang denuklirisasi.
“Washington terus menyabotase perjanjian internasional dan secara sepihak menarik diri,” ujar Qassemi.
Peringatan keras ini dicontohkan pada upaya AS untuk membongkar kesepakan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kesepakatan ini sebelumnya ditandangani AS bersama 5 kekuatan dunia lainnya dan Iran di tahun 2014.
Namun kesepakatan ini vokal dikritik Trump dengan menyebutnya sangat cacat hingga akhirnya AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada bulan Mei kemarin.
Langkah semena-mena ini menganulir tanda tangan Tiongkok, Prancis, Rusia, Inggris, dan Jerman dalam kesepakatan yang menyatakan bahwa Iran sepenuhnya mematuhi JCPOA dan menyatakan bahwa perjanjian harus dijaga.
Kecenderungan Trump untuk Berkhianat
Alurnya pasca KTT Singapura kemungkinan akan seperti ini. Denuklirisasi akan dijalankan. Sanksi bagi Korut perlahan satu per satu akan rontok. Kemudian ekonomi Pyongyang akan mulai berkembang dibimbing Tiongkok atau AS.
Namun itu masih sebuah angan-angan. Ada kumpulan fakta yang justru lebih penting untuk diperhatikan.
Iran mendesak Pyongyang agar ‘meningkatkan kewaspadaan’ ketika berhadapan dengan Donald Trump. Kim Jong-un harus menyadari agenda ‘America First‘ dan kecenderungan Trump untuk mengkhianati kesepakatan ketika berbicara tentang denuklirisasi.
Teheran cukup pesimis dengan prilaku AS merujuk pada kesepakatan nuklir Iran. “AS memiliki sejarah sabotase, pelanggaran, dan penarikan diri sehubungan dengan komitmen bilateral maupun multilateral,” imbuh Qassemi.
Bukan hanya dalam soal kesepakatan nuklir Iran, tapi ini juga mengenai sikap Trump yang mengumumkan AS berhenti dari semua partisipasi dalam kesepakatan Paris Agreement 2015 mengenai mitigasi perubahan iklim pada 1 Juni 2017.
Ini belum termasuk keterkejutan para pemimpin Eropa atas pukulan Washington ketika menerapkan tarif pada produk baja dan aluminium asal Uni Eropa, Meksiko, dan Kanada yang mulai berlaku pada 1 Juni 2018.
Gelagat perang dagang macam ini menyebabkan Jerman, Inggris, dan Prancis secara serius mempertanyakan ikatan transatlantik antara Eropa dan AS.
Baru-baru ini, Trump juga menolak kesepakatan yang ditandatangani para pemimpin negara di KTT G7 ke-44 Kanada. Padahal sebelumnya ia mendukung pernyataan bersama yang bersumpah untuk melawan kembali proteksionisme dan berjanji mengikuti aturan perdagangan yang telah ditetapkan.
Merujuk beberapa gambaran di atas, apakah Kim Jong-un dan Korut masih bisa menyandarkan harapan pada hembusan angin surga yang ditawarkan Trump?(*)
Artikel ini sebelumnya sudah pernah tayang di Sumbo Botol dengan judul Kim Jong-un Didesak Iran Agar Lebih Waspada