Tak ada yang perlu ditakuti dalam hidup, semuanya hanya perlu dimengerti. Sekaranglah waktunya untuk lebih banyak mengerti, supaya kita lebih sedikit takut (Marie Curie)
Anda akan memperoleh dari dunia, apa yang telah anda berikan kepada dunia (Gary Zukaf)
Kau tahu, macan akan tetap ditakuti meski sedang diam, namun anjing akan dilempar jika terlalu banyak mengonggong (Imam Syafii)
***
Kalau kita sebut satu demi satu pencetus perubahan pastilah kita temukan banyak anak muda. Mereka yang percaya akan inisiatif, imaginasi hingga berani melahirkan karya. Segenap perubahan sosial selalu digerakkan oleh tangan anak muda. Bersama mereka mimpi perubahan itu dicetak begitu rupa dengan heroisme yang luar biasa.
Dibimbing oleh keyakinan seperti itulah mereka harus berhadapan dengan penguasa. Yang selalu berusaha untuk membatasi, mengawasi dan mengendalikan. Bukan hanya mimpi atas perubahan tapi bagaimana mengarahkan tindakan. Salah satunya pendidikan yang selalu berusaha mengkerdilkan mimpi anak muda.
Pendidikan yang orientasinya ketrampilan yang jadi bekal anak muda untuk bekerja. Diasuh oleh sistem pendidikan yang selalu meyakini kalau anak muda muda itu butuh bekerja dan mapan. Berlomba-lomba pendidikan mengajarkan kepatuhan, loyalitas buta dan memupuk anak muda jadi juara. Tipe ideal anak muda yang berhasil dalam pendidikan adalah: patuh, berprestasi dan bisa cari uang sendiri.
Ternyata tak semua anak muda percaya dengan keyakinan naif itu. Mereka memilih untuk hidup berkalung petualangan dan pertarungan. Petualangan itu ditumbuhkan melalui semangat membela pada mereka yang digusur tanahnya, dianiaya haknya hingga ditekan upahnya. Kiblat mereka bukan berburu gelar tapi bekerja untuk kebutuhan buruh, petani hingga orang yang tak punya apa-apa.
Maka dengan berani mereka mempertarungkan diri: demo menolak penggusuran, terus menyuarakan ketidak-adilan hingga menuntut keadilan pada korban pelanggaran HAM. Diabaikanya kuliah, nilai terbaik hingga kesempatan bekerja. Bagi anak muda dedikasinya bukan untuk melayani para korban tapi meyakinkan pada dirinya sendiri kalau hidup mereka harus dipertaruhkan.
Hidup yang dipertaruhkan itu jadi roh perjuangan mereka. Bagi mereka kebenaran itu bukan nilai yang harus dituliskan tapi dijalani. Menurut keyakinan mereka kejahatan itu bukan saja harus dilawan tapi juga dihadapi dengan kemampuan yang ada. Mungkin itu yang membuat mereka harus menerima resiko pahit dalam hidupnya.
Beberapa diantara mereka dijatuhi hukuman oleh kampusnya. Diberi sanksi DO hingga musti dipaksa cuti. Tindakan mereka dianggap menganggu keamanan, stabilitas serta keyakinan yang sudah mapan. Mereka hidup tidak berkalung harapan meraih sukses tapi menantang kesulitan yang harusnya tidak dihadapi.
Tapi memang begitulah takdir anak muda sejak dulu. Heroik, arogan dan berani: terutama pada keyakinan politik yang dianggap palsu serta menghina akal sehat. Bagi mereka kepatuhan itu bukan ditentukan oleh siapa yang memimpin atau siapa yang dimusuhi tapi bagaimana kekuasaan itu dijalankan dengan semangat melayani.
Barangsiapa menghukum mereka lalu menyudutkan mereka begitu rupa maka itu mengulang apa yang terjadi di masa lalu. Para penguasa bengis yang memenjarakan bahkan mengadili dengan keji anak-anak muda yang hanya suka membaca. Termasuk siapa saja yang menuduh mereka dengan unsur kebencian bahkan SARA itu hanya menunjukkan kerdilnya akal dan etika.
Berikan maaf untuk anak-anak muda yang mencari jalan identitasnya. Tak selamanya mereka akan bertarung tapi juga tak mudah mereka menyerah begitu saja. Mungkin hari ini mereka yang membuat onar bisa dipenjara, diadili dan dihukum. Tapi itu hanya memercikkan api perlawanan yang rantingnya bisa membakar kemana saja.
Kasih maaf pada mereka yang masih peduli pada kata keadilan, keberpihakan dan kesejahteraan. Bagi mereka hidup itu memang tak seperti kebanyakan orang tua: merawat posisi, berebut kedudukan hingga meyakini kepalsuan. Di tangan mereka hidup memang bukan bara api tapi sederet puisi yang bisa memberi warna dalam hidup.
Maka jangan kuatir untuk selalu memaafkan mereka. Biar anak-anak muda itu tahu arti kebesaran dan kebijakan. Kebesaran akal budi membuat kita selalu meyakini kalau anak muda memang dasarnya tidak selalu puas dengan kenyataan yang ada. Kebijakan membuat kita mengajari pada mereka bahwa perbedaan pandangan tak harus membuat kita punya keinginan untuk membinasakan.
Ikatan tali kepercayaan semacam itu yang membuat anak muda berasa tinggal di negeri sendiri. Negeri yang dulu didirikan oleh pejuang muda, dihidupkan dari mimpi orang muda serta dijalankan pertama kalinya oleh anak-anak muda. Maka perjuangan untuk meneguhkan kedaulatan dan keadilan harusnya diawali dengan melindungi mereka yang muda. Muda yang melawan, muda yang berontak dan muda yang selalu punya mimpi yang beda.
Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir dan Batin.