PERANG SURIAH PETANDA AKHIR ZAMAN?

 

Mungkin ada dua kekuatan di adidaya di planet ini: Amerika Serikat dan opini masyakarat dunia (Patrick Tyeler, New York Times)

***

Suriah dijatuhi 105 rudal. Berjatuhan rudal itu dekat kota Damaskus dan Homs. Amerika anggap kota itu tempat keberadaan fasilitas senjata Kimia. Suriah mengelak dari tuduhan. Tak ada pengadilan untuk memastikanya. Serangan yang didukung Perancis dan Inggris itu menuai kecaman. Presiden Suriah sebut itu agresi. Kita tak tahu berapa banyak korban. Tapi Suriah menuju kiamat.

Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) menyatakan sejak 2014 ada 70 serangan gas di Suriah. Tapi sumber lain menyebut ada 370 serangan dengan senjata kimia. Pada tahun 2014 di Ghouta Timur serangan itu membinasakan 1.427 orang, termasuk 426 anak-anak. Itulah serangan yang jadi alasan Amerika untuk kirim rudal sebanyak-banyaknya.

Rusia sekutu Suriah mulai meradang. Iran begitu pula. Serangan Amerika memancing perang lebih besar. Pada sebuah kawasan yang tak bisa damai. Usai ISIS ditaklukkan ternyata kondisi Suriah kian tegang. Ramalan sebut perang ini sebagai tanda akhir zaman. Nubuat menyatakan Dajjal akan terbit dari situ. Perang ini seperti pengantar menuju situasi yang lebih ekstrem.

Upaya damai bak perjalanan menuju ruang buntu. Setidaknya ada dua forum yang dibentuk: forum Geneva yang dimulai tahun 2012 yang digagas PBB dan Barat, serta forum Astana di Kazakhastan yang dimulai 2017 yang digagas oleh Rusia, Turki dan Iran. Semua tak berbuah hasil. Tinggal Liga Arab yang kini mulai jadi sandaran. Tapi sepertinya dunia tak lagi optimis dari dampak serangan rudal Amerika.

Gorbachev bilang serangan rudal ini hanya pembuka. Mengawali mobilisasi pasukan dan peluru. Rusia yang tak tahan akan membagi penangkal rudal pada negara sekutunya. Berita katakan ada persiapan menuju peperangan. Suriah bukan Irak yang tanpa sekutu. Bangunan kekuatan negeri ini dibangun dengan perlindungan Iran dan Rusia.

Dua negara ini juga punya hubungan intim dengan Cina. Raksasa yang kini sedang menggeliat secara ekonomi. Cina juga telah lama jadi karib Presiden Korea Utara. Pemimpin muda yang suka sekali bermain-main dengan uji coba nuklir. Ibarat kelahi, Suriah punya gank yang panjang: Rusia, Iran, China dan bisa jadi Korea Utara.

Hanya Amerika tetap punya kawan dan sekutu yang jauh lebih banyak. Di bentangan Eropa ada banyak negara sekutunya: Inggris, Perancis, Jerman hingga merentang ke Israel dan Saudi. Himpunan negara makmur ini punya banyak gudang senjata sekaligus kaki tangan. Donald Trump percaya peperangan ini akan dimenangkanya.

Melalui Nick Halley, wakil Amerika, dikatakan kalau negeri ini takkan keluar sampai tujuanya tercapai. Yang diinginkan Amerika tak lain robohnya kekuasaan Assad. Israel sekutu Amerika menambah bumbu agar juga meledakkan Iran karena menyimpan nuklir. Amerika meyakini bisa meraih keinginan tamaknya.

Dari dulu penguasa Amerika tak pernah berkaca. Tak ada peperangan yang berhasil dimenangkanya. Diawali dengan Vietnam hingga berakhir di Irak. Semua kawasan itu porak poranda. Tampil kekuasaan yang tak bisa dijadikan sekutu malah guncang stabilitasnya. Ambisi untuk menjadikan tiap penguasa itu boneka tak pernah berhasil.

Terutama di Amerika Latin dimana Amerika selalu jadi olok-olok. Kekuatan raksasa negeri ini hanya muncul melalui film. Serial The Avangers serupa Rambo: keinginan untuk menunjukkan kalau Amerika itu padat dengan super hero yang bisa menyeimbangkan alam semesta. Semua mengerti keseimbangan itu mustahil mampu dilakukan oleh Donald Trump

Para penguasa raksasa itu bukan hanya ciptakan kekacauan tapi melahirkan jutaan pengungsi. Keseimbangan itu hanya bualan. Ironisnya, negara macam Amerika-penyulut perang- enggan menerima pengungsi. Eropa dikabarkan menyuap Turki agar menampung 2 juta pengungsi Suriah. Ironisnya para pengungsi itu diterima dengan terbuka di Lebanon, Yordania dan Suriah sebelum kerusuhan.

Perang itu membawa hasil pengungsi. Kobaran senjata yang ditaburkan tak bawa apa-apa. Obama pernah lakukan penelitian tentang ‘bantuan keuangan dan pasokan senjata di suatu negara yang benar-benar membuahkan hasil’. Studi CIA pada 14 Oktober 2014 katakan bahwa tak banyak bukti! Tidak ada hasil positif sama sekali. Donald Trump abaikan riset ini. Ia malah meluncurkan rudal Tomehawk setelah 71 hari memerintah.

Rudal itu menghantam pangkalan udara Shayrat yang berada di Suriah Tengah. Rudal yang mengambil nama dari kapak perang suku Apache, dicoba pertama kalinya pada tahun 1991. Rudal yang memiliki jelajah hingga 1.600 kilometer. Tapi perang bukan soal keandalan senjata.

Selama 7 tahun perang di Suriah tak bisa reda. Suriah serupa medan Kuruseta yang menguras nyawa dan harapan akan perdamaian. Militer Rusia terang-terangan mendukung rezim Bashar al Assad. Apapun yang dilakukan untuk menghabisi oposisi akan didukung oleh Rusia. Amerika sebaliknya danai oposisi serta bantu pasukanya.

Ekonomi dunia akan diseret dalam petaka. Minimal harga minyak akan berlompatan. Krisis sedang di ambang pintu. Postur peperangan kini dihuni oleh tiga pasukan yang punya kendali di Suriah: pemerintah Assad yang didukung Rusia, kelompok Kurdi yang disokong Amerika Serikat dan pasukan oposisi yang dibantu Turki.

Bara pertempuran ini akan meluas kemana-mana. Timur Tengah yang dulu ‘daerah yang relatif tenang di bawah kekaisaran Ottoman kini jadi daerah paling tidak stabil dan penuh kekerasan di dunia’ Bukan petanda dari zaman akhir tapi ini awal mula sebuah brutalitas yang meneguhkan prinsip dunia yang baru: kuasai mereka yang menolak tunduk dan ratakan kekuatan yang ingin menjadi setara.

Dunia memang menuju kiamat yang diciptakan oleh para pemimpinnya sendiri!

 

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0