Jayyidan Falakhi Mawaza – [Pegiat Social Movement Institute]
Jangan tertipu oleh orang yang membacakan Al-Quran. Tapi lihatlah kepada mereka yang bertindak sesuai dengan Al-Quran itu (Umar bin Khattab)
***
Dakwah secara harfiah berarti “ajakan” (kepada agama). Makna dakwah yang luas, kini seringkali mengalami penyempitan dan pendangkalan yakni hanya berupa dakwah bil lisan macam pidato, khotbah dan tabligh akbar. Dakwah sesungguhnya kewajiban semua orang bukan hanya monopoli segelintir orang maupun golongan.
Singkatnya dakwah model ini menempatkan masyarakat seperti wadah kosong yang menunggu untuk diiisi pesan-pesan moral hingga wacana surga dan neraka. Dakwah model ini mengamini komunikasi hanya dari satu arah dan mengandaikan masyarakat sebagai objek pendengar yang pasif.
Menurut Yudi Latif (1999) Mode dakwah semacam ini tidak dapat berfungsi sebagai panggung analisis kritis dan refleksi. Setelah kenyang menyantap santapan rohani, masyarakat lantas puas dan bubar. Ia hanya berteriak-teriak menggembar-gemborkan misi Islam tanpa menciptakan perkembangan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Tehnologi baru dan arus informasi yang mengalir cepat digabungkan dengan arus urbanisasi dan meningkatnya kelas menegah muslim memunculkan segelintir ustadz-ustadz seleb yang menghiasi layar kaca maupun layar smartphone kita hari ini. Sebut saja ustadz Hannan Attaki hingga yang paling fenomenal ustadz Abdul Somad.
Akun media sosial hingga situs berbagi video youtube menjadi alat yang jitu untuk menyebarkan pesan dakwah mereka. Sehingga melambungkan nama mereka hingga dikenal oleh khalayak luas. Kemunculan ustadz seleb ini menggeser peran pendakwah tradisional yang cenderung berjarak, hirarkis dan kaku. Sebaliknya ustad seleb hari ini menawarkan gaya bahasa sehari-hari dan membincang tema-tema yang ringan dan dekat dengan kehidupan muslim kelas menengah macam pacaran, pakaian hingga urusan diet.
Asef Bayat dalam bukunya Making Islam Democratic: Social Movements and the post-islamist Turn (2007) menjelaskan kecenderungan dakwah para penceramah di Mesir yang menargetkan lapisan menengah dan kelas-kelas kaya untuk meraih popularitas. Secara khusus Bayat menganalis fenomena tenarnya ustadz seleb Amr Khalid pada akhir tahun 1990-an. Apa yang dijelaskan oleh Bayat mungkin sejalan dengan fenomena ustadz seleb yang ada di Indonesia sekarang ini.
Dari sederatan ustadz seleb yang muncul hari ini ustadz Abdul Somad merupakan ustad seleb yang paling fenomenal. Akun medsosnya diikuti oleh jutaan pengikut, akun youtube-nya selalu ditunggu oleh masyarakat. Kharismanya dapat membius sederet pesohor negeri ini mulai dari politisi hingga artis macam Zulkifli Hasan hingga Syahrini.
Ceramahnya yang khas dengan gaya tutur logat melayu dan bahasa tegas, terkadang juga diselingi humor menarik segelintir minat masyarakat Indonesia. Ustadz somad bak superman yang dapat memberikan solusi cepat dan jitu, apapun pertanyaan yang dilontarkan oleh pendengarnya ia pasti akan menjawab dengan enteng dan cepat. Maklum, latar belakangnya yang lulusan Al-Azhar kairo serta dosen di UIN Riau mempertegas tingkat keilmuan agamanya.
Namun, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan para pendengarnya yang disertai dengan pendasaran dalil nash dari Al-Quran, Hadist, Ijma’ Hingga Qiyas apakah dakwah itu cukup efektif? Bagaimana hasil dakwah tersebut diukur, dinilai dan dievaluasi tingkat keefektifanya? Bisakah problematika riil umat hari ini diselesaikan dengan hanya menggunakan dakwah cuap-cuap?
Pertanyaan itu mungkin tidak dapat dijawab oleh dakwah dengan model bil lisan ini, namun bisa dijawab dengan dakwah bil hal yakni dakwah melalui aksi nyata. Mengubah situasi masyarakat ke situasi lebih baik, mengubah keadaan miskin ke keadaan sejahtera, mengubah keadaan bodoh ke keadaan yang cerdas dan mengubah dari keadaan kelaparan menjadi keadaan yang kenyang.
Negeri kita sekarang ini minus dakwah dengan aksi nyata dan surplus dakwah dengan banyak bicara. Banyak ustadz yang mau enaknya tapi enggan susah bersama. Banyak ustadz dekat dengan pesohor, elit dan kelas menengah karena memperoleh simbiosis mutualisme berupa materi dan popularitas dan justru jauh dengan tangisan dan ratapan kaum tak berpunya karena tak memperoleh keuntungan apa-apa.
Sejatinya dakwah adalah mengajak orang untuk menegakkan amar makruf nahi munkar menegakkan kebenaran dan mencegah perbuatan yang mungkar. Ketika banyak orang kecil dirampas tanahnya, di kibuli penguasa dan dibully karena menolak tunduk kepada negara apakah kau masih nyaman di istana popularitas kaum kelas menengah tadz? Dan enggan membela, menemani dan memihak orang kecil untuk melawan penguasa yang semena-mena?
Wallahua’lam Bissowab.