Ali Akbar Muhammad – [Cakrawala Mahasiswa JOGJA]
***
Terkadang memang sangat menyenangkan sekali bisa melihat tayangan di Tv. Ada berita, film, informasi dan sebagainya. Tv kemudian menjadi kegemaran bagi segala usia. Perlahan Tv kemudian dipuja seperti mitos. Kebenaran publik hari ini disandarkan pada penyiaran yang ada. Makanya tak heran kemudian banyak yang terpengaruh karena tayangan yang ada. Apalagi, hari ini, tayangan di Tv pun bahkan 24 jam tanpa henti. Pulang kerja lihat Tv, pulang sekolah lihat Tv, pulang dari pasar juga liat Tv. Rasanya ada sesuatu yang kurang kalau tidak melihat tayangan di Tv.
Tapi dibalik aktivitas menyenangkan tersebut, selain informatif, Tv juga sarat dengan berbagai kepentingan. Terutama kepentingan ekonomi dan politik. Inilah yang kemudian susah bagi kita untuk mengatakan bahwa Tv dan industrinya netral. Justru belakangan netralitas media audio visual bergerak tersebut sangat dipertanyakan. Apalagi dalam kontestasi politik menuju pilkada dan pilpres ke depan.
Banyak pengamat menunjukan bahwa industri Tv adalah sebuah kekuatan yang berpihak dan berusaha mengarahkan masyarkat ke dalam gaya hidup tertentu. Melalui tayangan-tayangannya, mereka coba menghegemoni dan mengkostruksi cara hidup masyarakat. Tujuannya hanya untuk mengarahakan masyarakat sesuai selera yang diiklankan. Dan diam-diam melalui industri siaran di Tv, kapitalisme menjadi makin kokoh, makin mapan dan makin acuh dengan musnahnya generasi yang diharapkan berbudaya sesuai dengan local wisdom yang ada.
https://www.youtube.com/watch?v=fuCp3tu5WhM
Coba lihat tayangan–tayangan yang ada di Tv hari ini. Hampir semuanya berputar pada gaya hidup orang–orang kaya. Bisa dilihat juga film–film atau sinetron yang di sajikan, sangat tidak mengedukasi masyarakat, alih-alih melanggengkan pembodohan. Apalagi, tayangan yang biasanya memperlihatkan kehidupan yang serba sempurna, rumah mewah, mobil mewah dan jalan–jalan keluar negeri, hal ini berbanding terbalik dengan jutaan rakyat yang hidup di kolong jembatan, sakit-sakitan, bayi yang gizi buruk, dan banyak lagi. Dan kadang sesalan tersbut juga menjalar sampai ke siaran berita yang seharusnya menayangkan penderitaan rakyat, malah Tv asyik mengundang dan mempertontonkan para elit politik yang culas, korup dan pandai beretorika. Politisi-politisi seperti ini bahkan nangkring dalam headline seluruh media, Tv, koran, dan sebagainya. Yang berhubungan dengan masyarakat miskin hanyalah dianggap berita pinggiran. Lihat saja, tayangan tentang itu hanya bisa ditemukan dalam siaran atau berita kriminal. Seolah hal yang hina dina tersebut hanya dilakukan oleh orang miskin. Seolah segala perbuatan buruk dan bejat adalah kelakuan orang miskin. Ironi memang.
Berkaitan dengan itu, Tv membuat masyarakat menjadi pemuja para elit dan selebriti, serta membentuk kesadaran masyarakat bahwa kehidupan yang baik adalah kehidupan seperti yang ditayangkan. Tv benar-benar menghina masyarakat dengan harapan kompetisinya yang teramat konyol. Maka tak heran kemudian orang-orang dipaksa berlomba untuk menjadi publik figur atau artis. Bahkan dengan segala cara.
Kalau berhasil menjadi figur di Tv, maka hal ini dianggap kunci kesuksesan yang sempurna. Hal ini diamini oleh jutaan masyarakat bangsa ini. Inilah yang namaya hegemoni tersebut. Tv benar-benar mencerabut pikiran masyarakat sampai ke akar-akar nya. Dan diganti dengan produksi-produksi yang dibangun oleh industri pertelevisian. Bahkan sekarang pikiran masyarakat turut pula dibangun oleh elit politik yang juga sebagai pemilik industri penyiaran tersebut. Dan hal tersbeut disambut dengan gegap gempita, dengan senang gembira. Yang penting seperti iklan yang ada di Tv.
Padahal, dengan kejadian seperti itu, justru masyarakat hidup pada kepalsuan yang mengerikan. Buaian iklan yang ada, sesunguhnya tidak seindah seperti yang dilihat. Dan tak gampang seperti yang diming-imingkannya.
Menurut Ade Armando, bahwa tanpa sadar, industri Tv swasta di Indonesia menjadi alat untuk meleburkan masyarakat Indonesia ke dalam kapitalisme global. Sayangnya, bukan sebagai produsen, tetapi sebagai konsumen yang menjadikan diri sebagai “pasar yang ramah” terhadap produk-produk yang dikirim negara-negara industri maju. Dalam bukunya Televisi Indonesia di Bawah Kapitalisme Global, Ade ingin mengatakan bahwa bagaimana televisi swasta Indonesia menjadi pasar potensial bagi produk industri hiburan asing, menjadi sarana pembentuk gaya hidup masyarakat (yang bersahabat dengan kepentingan kapitalisme golbal), hingga menjadi sarana pemasaran merek-merek global.
Dari melihat betapa besar efek negatif yang berkemungkinan diciptakan, maka itu, mulai sekarang buanglah Tv mu. Terutama bagi kalian kaum muda. Hehe..
Tapi bagaimana dengan medsos?