BILVEN DAN JJ RIZAL: JOMBLO MILITAN

 

Sebagai insan khalifah/kutimba gairah pada bajak dan kerbau/yang menulis peryataan pada tanah/ bahwa cinta tak hanya nyanyian merdu/ yang membuat ngantuk dan tidur (Renungan Hidup, D Zawawi Imron)

***

Dua pria ini tak beda usia. Tinggal juga tak jauh jaraknya. JJ Rizal di Jakarta dan Bilven di Bandung. JJ Rizal penyuka sejarah dan Bilven penerbit buku Kiri. Keduanya berasal dari kampus ternama: JJ Rizal dari UI sedang Bilven STT Telkom. Bilvan bahkan pernah di ITB segala. Singkatnya dua pria yang punya pesona. Pintar, terkenal dan mampu.

Mampu apa saja. Dua pria ini bisa terbitkan buku yang tebalnya melebihi dua batu bata yang ditumpuk. Bilven keluarkan kitab bahaya namanya Das Kapital. JJ Rizal terbitkan buku serius Munculnya Komunisme di Indonesia. Andai PKI berdiri saya yakin mereka bisa jadi Politbiro. Bahkan jika Marx bangkit dari kubur keduanya akan dijabat tangan dengan akrab. Muda, kiri dan pecinta pengetahuan.

Bayangkan dua pria yang menantang maut. Siapa yang masih berfikir buku kiri laku. Lebih jauh lagi siapa yang masih minat buku kiri. Tapi inilah istimewanya dua pria ini. Buku kiri wajib terbit untuk jaga akal dan nalar. Bayangkan jika ilmu pengetahuan tak menyapa Karl Marx. Pasti tampak pucat, bodoh dan sesat. Kekayaan dianggap takdir dan kemiskinan bisa disebut kelaziman. Tesis yang sepertinya menghina akal dan Tuhan.

Keduanya bisa berseteru dengan siapa saja. Bilven dengan gadis manis pimpinan PSI. Debat dengan cerdik, panas tapi menarik. JJ Rizal pernah debat dengan Ahok. Kemudian Jusuf Kalla. Soalnya selalu sejarah. Dua pria ini keras dalam bertahan pendapat. Tak mau tunduk dengan pesona. Bahkan tak gampang percaya pada penguasa.

Bilven kerap didatangi Ormas. Diancam kantornya. Dibubarkan diskusinya. Sikapnya selalu sama: tenang, senyum dan biasa saja. JJ Rizal begitu pula. Pernah dicaci, dikutuk dan diejek. Sikapnya lebih seru: ganti mengejek, ajak berdebat dan tantang duel gagasan. Mirip Pitung: berani, tak gentar dan lihai menghindar. Tapi dua-duanya tak gampang menyerah apalagi mengalah.

Mungkin itu sebabnya keduanya masih sendiri. Perempuan mana yang suka dengan penjaja masa lalu. Gadis mana yang tertarik pada pria yang kutukanya selalu pada kapitalisme, modal dan laba. Memang uang tak penting tapi yang penting-penting dalam hidup ini butuh uang. JJ Rizal dan Bilven bukan pria miskin, papa dan dhuafa. Mereka punya pekerjaan, punya kantor lumayan dan sering jalan kemana-mana. Dan saya yakin pasti ada yang menyukai keduanya: ibarat manusia mereka itu unik sekaligus bersemangat.

Tapi bisa jadi mereka bukan penyuka training keluarga sakinah. Training yang melatih kita untuk segera menikah. Secara bahagia dengan cara yang sesuai ajaran Agama. Istri patuh pada suami, bantu keperluan suami dan layani suami dengan ikhlas. Tak saya bayangkan kalau tiba-tiba JJ Rizal dan Bilven menikah: istrinya pasti akan terganga dengan idenya dan mungkin juga bingung dengan kegelisahanya.

Tapi mungkin itu bukan soal kita. Harusnya kita mulai batasi soal nikah-menikah. Mau nikah atau tidak itu bukan urusan vital. Nikah sama siapa juga tak usah disiarkan. Kekacauan negeri ini mungkin diawali dari itu semua: soal pribadi jadi masalah umum dan soal umum jadi masalah pribadi. Kalau nikah harus dibincangkan maka cerai kemudian disiarkan. Kita seperti kawanan ternak yang urusanya kawin melulu.

Kembali pada dua pria militan ini. JJ Rizal selalu kaya dengan kisah. Bilven selalu punya banyak cerita. Keduanya bisa seru kalau bicara. Satunya mengingatkan akan pentingnya sejarah. Satunya lagi memastikan ancaman demokrasi kita. Satunya hapal sekali riwayat organisasi hingga sejarah jalan raya. Satunya peka sekali dengan ketidak-adilan serta diskriminasi.

Saya kok merasa mereka itu seperti saudara. Ibu kandungnya adalah ketiadaan harapan. Bapaknya adalah kedaulatan yang dipertaruhkan. Kurasa keduanya pernah berada dalam Posyandu yang sama: ditimbang beratnya lalu orang tuanya diceramahi hal serupa. Kalau bisa anak-anak jangan terus dibacakan buku nanti kalau tua hidupnya akan merana. Sendiri, Sunyi tapi Terkenal.

Buku mungkin pasangan mereka. Komunitas Bambu terbitkan buku, pernah digugat dan kadang tak laku. Ultimus punya Bilven juga sama: bukunya diusut oleh aparat, kantornya didatangi dan saya rasa Bilven selalu dimatai-matai. Hanya karena pasanganya buku maka keduanya bisa bertahan, tetap lantang dan masih setia. Buku memang pasangan yang tak menuntut apa-apa, kecuali imaginasi dan keyakinan.

Semoga Tuhan segera memberi teman setia yang tahu kualitas kalian. Lha kok omong itu lagi?!

 

Jika anda menyukai konten berkualitas Suluh Pergerakan, mari sebarkan seluas-luasnya!
Ruang Digital Revolusioneir © 2024 by Suluh Pergerakan is licensed under CC BY-SA 4.0