Tiga Pertanyaan untuk Bung Prabowo

Prabowo di belakang Soeharto | Tempo

“Orang bodoh waspada terhadap segala sesuatu, kecuali dirinya sendiri” -Plato

Salam hormat

Bisa kubilang dirimu orang paling beruntung. Dibesarkan oleh keluarga pejabat dan kini mencalonkan diri untuk jadi pejabat tinggi. Kurang tiga bulan lagi masa depan karirmu ditentukan: memenangkan tahta sebagai Presiden atau kalah sebagaimana lima tahun yang lalu. Bisa disebut inilah pertaruhan terpenting dalam hidupmu: menjadi orang pertama republik atau menjadi sosok yang gagal untuk ketiga kalinya.

Lima tahun yang lalu, situasinya sangat berbeda. Jokowi yang dulu kau bawa ke Ibu Kota populer luar biasa. Gayanya yang populis dan wajahnya yang polos sangat berbanding terbalik dengan dirimu. Gagah, tampan, dan lugas, itulah potonganmu. Sedang Jokowi tampak alternatif sekaligus mengejutkan dalam semua tindakanya. Dari awal tampaknya pertandingan itu sulit engkau menangkan. Tapi saat ini situasinya berubah.

Kini kekuatan yang engkau miliki besar, lengkap, dan menakjubkan. Tak tanggung-tanggung, ada ulama 212 yang menjatuhkan pilihan padamu. Tak hanya itu, gerakan ganti presiden 2019 populer bukan karena kebenarannya, tapi sikap aparat yang melarang pentas di mana-mana. Tindakan tak demokratis itu menambah kebesaranmu dan membuat sejumlah orang capek dengan rezim hari ini.

Survei tentang dirimu juga makin menanjak, ditunjang oleh Bung Sandiaga yang tampan, energik, dan kaya. Ibarat pasangan, kalian seperti dua pria yang sedang naik kuda unggulan: suara pendukungmu keras, tajam, dan berani. Tanpa ragu dirimu katakan Indonesia bisa tersungkur kalau salah memilih. Penuh keyakinan kamu katakan ekonomi, hutang, hingga kemiskinan sudah di atas garis toleransi.

Tabuhan kampanye yang gemanya ke mana-mana. Sulit bagi Jokowi mengelak, bahkan sempat terpancing untuk ikut emosi. Seolah apa yang kaukatakan itu benar, dan faktanya memang Jokowi punya persoalan sebagaimana engkau tudingkan. Di balik itu semua, pertandingan ini memang akan memastikan lagi karir politikmu yang sebenarnya luar biasa.

Bayangkan ketika Soeharto -mertuamu dulu- turun dari tahta. Ia dicurigai sebagai penjahat kemanusiaan dan dihujat publik di mana-mana. Kamu sendiri dipecat dengan tuduhan menyakitkan: penculikan aktivis mahasiswa.  Hari itu, masa depan seperti sebuah bayang hitam dan mungkin itulah yang membuatmu meninggalkan tanah air. Kau musti pergi dari tempat yang saat itu sedang memimpikan demokrasi dalam arti sebenarnya.

Tak lama, waktunya kamu kembali ke tanah air. Bukan sebagai orang buangan atau terhukum, tapi pribadi yang patriotik. Tampillah dirimu tidak dengan busana serdadu, tapi rakyat sipil yang ingin memimpin negeri. Massa sudah lupa jejak burukmu dan lebih percaya Prabowo dengan partainya Gerindra, partai yang menampilkan patriotisme dan kesetiaan tinggi pada republik.

Lompatan yang meyakinkan kamu tampilkan di tengah masyarakat yang bingung membaca hari depan. Bersandar mereka pada kepercayaan bahwa negeri ini butuh pimpinan yang bisa memenuhi harapan. Dapat membawa keadilan, bisa meningkatkan kesejahteraan, dan tegak secara terhormat. Di tangan Jokowi mimpi itu dibawa, tapi seperti biasa tak semua puas dengan caranya.

Dirimu ingin menutup harapan itu dengan cara yang berulang-ulang engkau katakan. Nasionalisme yang tak sudi tunduk pada kedaulatan asing, kepribadian yang jujur, sehingga takkan mungkin ada korupsi dan ekonomi yang mustinya meningkatkan martabat rakyat miskin. Retorika yang manjur, terutama untuk mereka yang mulai kesal dengan kepemimpinan Jokowi. Kau bahkan berani mengatakan stop impor, stop hutang, bahkan stop semua kejahatan korupsi.

Omongan yang mujarab di tengah rasa kecewa dan putus asa.

Bagi yang merasa tak dapat kedudukan, omongan itu jitu: meniupkan peluang, memastikan sasaran, dan menggulung emosi. Bagi yang jadi tim sukses, omongan itu mujarab untuk menimbulkan kobaran dukungan. Terbukti, aliran massa pendukungmu di Monas kemarin luar biasa. Media tak banyak yang menyiarkan, tapi semua tahu itu kekuatan massa yang belum ada imbanganya.

Jika boleh aku bertanya, andai kau akhirnya memenangkan pertarungan ini, apa yang kauberikan untuk para pendukung fanatikmu? Sebuah jabatan pastinya, tapi juga akses yang selama ini mungkin tak mereka pernah dapatkan.

Saya tak bisa bayangkan kedudukan apa yang engkau berikan untuk mereka yang selama ini fanatik padamu. Pertanyaan lainya: Kalau dirimu akhirnya menjadi presiden, keputusan pertama apa yang akan kau ambil untuk memenuhi janjimu pada keadilan dan kesejahteraan?

Akankah dirimu akan menasionalisasi perusahaan raksasa seperti Freeport hingga pabrik air kemasan Aqua? Lalu membagikan sahamnya untuk warga sekitar dan menempatkan orang sekitar sebagai pengawas usahanya? Ataukah dirimu akan menaikkan gaji buruh setinggi-tingginya dan memberikan perumahan murah untuk semua warga miskin yang tinggal di mana saja? Atau jangan-jangan kamu akan bangun negeri ini tanpa hutang sama sekali karena menurutmu utang luar negeri kita sudah mengancam masa depan anak-anak negeri ini?

Bung Prabowo,

Kuhormati pilihanmu untuk maju kedua kalinya. Tanpa rasa kuatir, dirimu sekarang ingin memberi garis pemisah yang tegas dengan gaya Bung Jokowi. Bukan hanya kata, tapi juga caramu meluapkan soal itu jadi perkara yang berat dan besar. Taktik yang ternyata jitu dan itu terbukti dengan naiknya dukungan padamu.

Kini memang janji itu musti ditebar dan kritik harus dihamburkan. Politik seperti pertempuran: serang, serang, dan terus-menerus serang. Strategi terbaik dalam politik bukan mundur, tapi maju terus karena itu akan membuat kita mengetahui keunggulan dan kelemahan. Dalam politik, memang bukan yang benar kita perjuangkan, tapi yang berpeluang menang itulah yang kita pilih.

Jika boleh pertanyaan terakhir yang sifatnya pribadi, bung: jika kamu nanti menang, akan ditempatkan di mana keluarga Cendana yang dulu pernah jadi bagian masa lalumu? Bukankah mereka sekarang jadi pendukungmu?

Hanya dirimu yang bisa menyatukan keluarga Cendana dengan tokoh yang dulu pernah merobohkan tahtanya: Amien Rais bisa semarkas dengan Tommy dan Tutut.

Prestasi itu yang mungkin membuat sebagian orang mendukungmu dengan luar biasa. Masa lalu yang kelam bisa bersatu dengan masa depan yang tak pasti. Masa lalu Orba hadir melalui partai anak-anaknya dan masa depan jadi tak pasti karena orang melupakan dosanya begitu saja. Maka jika bung menang lalu terpilih jadi penguasa, itu sungguh peristiwa yang luar biasa.

Itu artinya rakyat sudah tak lagi tahu apa itu masa lalu dan percaya pada ketidak-pastian masa depan. Memang demokrasi tak pernah ideal, tapi sistem ini juga bisa brutal. Menguapkan kebenaran untuk diubah jadi agitasi keyakinan. Meluapkan emosi untuk meneguhkan rasa kepercayaan semu pada janji. Tapi itulah pilihan yang harus dihormati dan mungkin memang inilah jalan baru yang sudah lama engkau impikan.

Bung Prabowo jadi penguasa baru dengan dukungan yang luar biasa serta tim sukses yang aneka rupa. Yang jelas, Indonesia takkan punah dan semoga pidato presidenya berbeda dengan ucapan kampanyenya.

Begitu saja, bung.

1 komentar untuk “Tiga Pertanyaan untuk Bung Prabowo”

  1. Pingback: คายัค

Komentar ditutup.

Scroll to Top